Jakarta – Serbuan tenaga kerja asing (TKA) ilegal asal China sudah tak terbendung lagi. Para pekerja asing ilegal tersebut banyak bekerja di proyek-proyek PLTU dan sektor pertambangan. Hal ini diharapkan menjadi perhatian utama pemerintah.
Oleh sebab itu, Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM diminta ikut bertanggungjawab atas serbuan tenaga kerja asing asal China tersebut. Pasalnya, izin berwisata yang diberikan pemerintah justru disalahgunakan untuk bekerja.
Kebanyakan, para pekerja asing asal China itu adalah pekerja yang bekerja di proyek-proyek yang didanai oleh investor China. Namun saat ini, tren tenaga kerja asing ilegal China yang mengincar sektor lain pun mulai meninggi.
Sementara berdasarkan datanya, selama Januari sampai Minggu ketiga Juli 2016 Ditjen Imigrasi memproses 5044 kasus terkait tindakan administrasi keimigrasian (TAK). Dari jumlah itu, 2856 orang asing berhasil dideportasi oleh Imigrasi.
Sedangkan dari 10 negara, warga negara China merupakan yang terbanyak melakukan pelanggaran tindakan administrasi keimigrasian yaitu 1180 orang, diikuti Afganistan 411 orang, Bangladesh 172 orang, Filipina 151 orang dan Irak 127 orang.
“Peraturannya sudah jelas. Semua pelanggaran harus diproses secara hukum. Jika terbukti melanggar, maka Imigrasi akan mendeportasi warga negara asing itu,” ujar Kepala Biro Humas Kementerian Hukum dan HAM, Effendy Perangin Angin, dalam keterangannya, di Jakarta, Selasa, 26 Juli 2016.
Untuk mengantisipasi TAK, Ditjen Imigrasi melakukan pengetatan pengawasan terhadap orang asing dengan membentuk Tim Pengawasan Orang Asing (Tim PORA) yang beranggotakan dari Dinas tenaga Kerja, Polisi, TNI dan Imigrasi. Hal ini dilakukan untuk menekan terjadinya pelanggaran sejak diberlakukannya bebas visa bagi warga asing ke Indonesia.
Sementara itu Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu, Arief Poyuono menambahkan, banyak pelanggaran izin yang dilakukan TKA China. Hal ini membuktikan bahw pemerintah lalai melakukan pengawasan.
Tak hanya Kementerian Tenaga Kerja, salah satu pihak yang paling bertanggung jawab dalam kasus ini adalah Imigrasi. Pihak imigrasi dianggap tidak teliti ketika memberikan visa turis on arrival kepada warga negara China, padahal WNA China itu menggunakan visa turis untuk bekerja.
“Jadi Imigrasi perlu bekerja lebih keras dalam hal pengawasannya terhadap warga negara asing. Tidak hanya dari China tetapi juga dari negara lain, Afrika dan Timur Tengah,” ucap Arief.
Sebenarnya, kata dia, sudah lama para pekerja asing dari China yang bekerja dengan visa turis, dan bukan visa bekerja. Menurut Arief, saat ini TKA China kebanyakan bekerja di sektor usaha tambang dan PLTU tanpa dilengkapi visa izin bekerja.
“Ini jelas menjadi ancaman bagi pekerja Indonesia, karena porsi lapangan kerja akan berkurang. Dan juga tidak ada kesempatan bagi pekerja kita yang harus bekerja pada proyek-proyek dan sektor usaha yang dihasilkan dari investor China,” tutup Arief. (*)
Jakarta – Starbucks, franchise kedai kopi asal Amerika Serikat (AS) tengah diterpa aksi pemogokan massal… Read More
Jakarta - Dalam rangka menyambut Natal 2024, Bank Mandiri menegaskan komitmennya untuk berbagi kebahagiaan melalui… Read More
Jakarta – Sejumlah bank di Indonesia melakukan penyesuaian jadwal operasional selama libur perayaan Natal dan… Read More
Jakarta - Masyarakat perlu bersiap menghadapi kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Salah… Read More
Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan sesi I hari ini (23/12) ditutup… Read More
Jakarta - Kementerian Ekonomi Kreatif/Badan Ekonomi Kreatif (Kemenkraf/Bekraf) memproyeksikan tiga tren ekonomi kreatif pada 2025. … Read More