News Update

IMF Sebut Indikator Ekonomi Yang Kuat Buat Indonesia Jauh Dari Krisis

Nusa Dua – Intensitas perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China dikhawatirkan dapat mendorong situasi menjadi di luar batas seperti risiko krisis keuangan. Namun, International Monetary Fund (IMF) memandang bahwa Indonesia sebagai negara emerging market masih sangat jauh dari dampak-dampak tersebut yang menimbulkan krisis keuangan di beberapa negara berkembang.

Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde dalam Pertemuan Tahunan IMF-World Bank (WB) 2018, di Nusa Dua, Bali, 11 Oktober 2018 mengatakan, Indonesia yang merupakan salah satu negara emerging market memiliki pengalaman tersendiri dalam menghadapi risiko krisis keuangan tersebut. Terlebih, jika melihat indikator perekonomian Indonesia masih sangat jauh dari risiko itu.

“Melihat Indonesia, pada saat krisis financial terjadi, ini luar biasa hebat. Kami melihat kebijakan fiskal ini adalah rekaman sejarah yang sangat bagus,” ujarnya.

IMF sendiri mencatat, risiko yang meningkat dari perang dagang AS dan China datang pada saat pasar negara berkembang berada di bawah tekanan. Peningkatan risiko pada sistem keuangan global dan peningkatan ketegangan perdagangan lebih lanjut dapat mendorong situasi menjadi di luar batas. Beberapa negara berkembang pun  menghadapi arus keluar modal (capital outflow) yang besar.

Berdasarkan analisis IMF menunjukkan bahwa negara-negara berkembang, kecuali China, diprediksi dapat mengalami arus keluar US$100 miliar atau bahkan bisa lebih, serupa dengan besarnya krisis keuangan global. Di mana, kondisi keuangan di China, yang merupakan pusaran dari persaingan tarif masih tengah berlangsung dengan negeri Paman Sam tersebut.

Kendati begitu, kata dia, struktur perekonomian nasional yang saat ini masih positif menjadi katalis positif bagi Indonesia. Di mana hal ini tercermin pada pertumbuhan ekonomi nasional yang masih mampu menyentuh level 5,27 persen di triwulan II 2018 menunjukkan bahwa kondisi perekonomian Indonesia masih cukup kuat dalam menghadapi berbagai risiko-risiko yang datang dari global.

“Apakah anda melihat PDB Indonesia, itu sangat baik. Kemudian pengentasan kemiskinan yang turun 11 persen. Memang kalau melihat nilai mata uang rupiah depresiasi, tapi mata uang lainnya termasuk Australia juga mengalaminya. Apalagi kalau lihat cadangan devisa juga masih tinggi, kondisi perbankan juga terstruktur, jadi Indonesia itu punya sejarah yang bagus,” ucapnya.

Rezkiana Nisaputra

Recent Posts

Usai Caplok Permata Bank, Bangkok Bank Bakal Akuisisi Bank RI Lagi?

Jakarta – Bangkok Bank sukses mengakuisisi 89,12 persen saham PT Bank Permata Tbk (BNLI) dari Standard Chartered Bank dan… Read More

4 hours ago

PLN Butuh Dana Rp11.160 Triliun untuk Capai NZE 2060

Jakarta – PT PLN (Persero) dalam mencapai Net Zero Emission (NZE) 2060 membutuhkan investasi mencapai USD700 miliar… Read More

4 hours ago

Menilik Peluang Permata Bank Naik Kelas ke KBMI IV

Jakarta - PT Bank Permata Tbk (BNLI) atau Permata Bank memiliki peluang ‘naik kelas’ ke Kelompok Bank… Read More

4 hours ago

Danantara Dinilai jadi Jawaban Pendongkrak Ekonomi RI Capai 8 Persen

Jakarta – Presiden Prabowo Subianto optimis pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mencapai level 8 persen dalam kurun waktu… Read More

5 hours ago

ICC Resmi Keluarkan Surat Penangkapan Benjamin Netanyahu dan Yoav Gallant

Jakarta - Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court/ICC) resmi mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel, Benjamin… Read More

12 hours ago

Tingkatkan Rasa Aman di Kampus, Maximus Insurance Serahkan Polis Asuransi untuk Mahasiswa Unhas

Makassar – PT Asuransi Maximus Graha Persada Tbk (Maximus Insurance) menyerahkan polis asuransi jaminan diri… Read More

12 hours ago