IMF Revisi Turun Ekonomi Global, Sinyal Risiko Baru bagi Indonesia

IMF Revisi Turun Ekonomi Global, Sinyal Risiko Baru bagi Indonesia

Jakarta – Dana Moneter Internasional (IMF) merevisi ke bawah proyeksi pertumbuhan ekonomi global menjadi 2,8 persen pada 2025, dari sebelumnya 3,3 persen.

Kepala Ekonom Bank Mandiri, Andry Asmoro mengatakan, pemangkasan proyeksi pertumbuhan ekonomi ini mencerminkan prospek yang memburuk akibat meningkatnya kebijakan tarif sepihak oleh Amerika Serikat (AS) dan tindakan balasan dari mitra dagangnya.

“Perang dagang ini tidak hanya mengganggu perdagangan global dan arus keuangan, tetapi juga memicu lonjakan ketidakpastian kebijakan, yang melemahkan sentimen pasar dan prospek investasi di seluruh dunia,” kata Andry dalam keterangannya, Rabu, 23 April 2025.

Baca juga: IMF Pangkas Proyeksi Ekonomi Global 2025 Jadi 2,8 Persen Akibat Tarif Trump

Andry menyatakan bahwa situasi ini berpotensi menjadi tambahan risiko bagi Indonesia, terutama karena kemungkinan tertundanya pelonggaran moneter global, khususnya oleh the Fed.

“Dengan inflasi AS yang tetap tinggi dan kebijakan tarif yang mendorong harga lebih tinggi, the Fed kini diperkirakan akan memangkas suku bunga hanya pada akhir tahun 2025, jauh lebih lambat dari yang diantisipasi sebelumnya,” imbuhnya.

Kondisi ini memperpanjang daya tarik aset dolar AS, memicu arus keluar modal dari pasar obligasi negara berkembang termasuk Indonesia, dan memberikan tekanan tambahan terhadap nilai tukar rupiah.

Perdagangan dan Komoditas Berisiko Tertekan

Lebih lanjut, di sisi perdagangan, pertumbuhan volume perdagangan global diproyeksikan turun dari 3,8 persen pada 2024 menjadi hanya 1,7 persen pada 2025.

Baca juga: Rupiah Diproyeksi Menguat Akibat Dolar AS Masih Tertekan

Menurut Andry, bagi Indonesia, kondisi ini dapat berdampak negatif terhadap sektor manufaktur dan komoditas yang sangat bergantung pada pasar ekspor.

Namun, proyeksi penurunan harga minyak global juga mencerminkan lemahnya permintaan, yang di sisi lain bisa memberikan ruang fiskal melalui pengurangan subsidi energi.

Pentingnya Konsumsi Domestik dan Sinergi Kebijakan

Meskipun demikian, Indonesia dinilai masih berada dalam posisi yang relatif baik, selama konsumsi domestik tetap kuat, disiplin fiskal dijaga, dan bauran kebijakan yang adaptif terus dijalankan.

“Kami percaya koordinasi kebijakan yang kuat sangat penting. Sinergi kebijakan fiskal, moneter, dan sektoral harus diarahkan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan mencegah spillover eksternal yang dapat merusak pemulihan ekonomi dalam negeri,” ungkapnya.

Baca juga: IMF Pangkas Proyeksi Ekonomi Global, AS Terancam Resesi di 2025

Andry juga menekankan pentingnya menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan pengendalian inflasi melalui intervensi yang tepat sasaran serta komunikasi kebijakan yang kredibel.

Selain itu, diversifikasi pasar ekspor dan percepatan industrialisasi hilirisasi menjadi strategi jangka menengah yang penting untuk memperkuat ketahanan eksternal Indonesia terhadap guncangan global.

“Kami mempertahankan proyeksi internal pertumbuhan PDB Indonesia sebesar 4,93 persen pada tahun 2025 dan 5,05 persen pada tahun 2026,” pungkasnya. (*)

Editor: Yulian Saputra

Related Posts

Top News

News Update