IHSG Terseret Sentimen Negatif, Ini Deretan Faktor Pemicunya

IHSG Terseret Sentimen Negatif, Ini Deretan Faktor Pemicunya

Jakarta – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali melemah pada perdagangan Senin, 10 Maret 2025. IHSG ditutup di level 6.598,21 setelah dibuka di 6.636,00, mengalami penurunan sebesar 0,57 persen.

Tren pelemahan ini berlanjut pada pembukaan perdagangan Selasa, 11 Maret 2025, di mana IHSG turun 1,45 persen ke level 6.502,80 dari 6.598,21.

Padahal, pada pekan lalu, 3-7 Maret 2025, IHSG sempat mencatat penguatan sebesar 5,83 persen, naik dari level 6.270,59 menjadi 6.636,00.

Baca juga: IHSG Kembali Dibuka Merosot 1,45 Persen ke Level 6.502

Melihat hal itu, Pilarmas Investindo Sekuritas, menjabarkan beberapa penyebab yang memicu IHSG kembali dalam tren penurunan, salah satunya Goldman Sachs Group Inc. yang menurunkan peringkat pasar saham.

Indonesia dari overweight menjadi market weight, dan Goldman juga menurunkan peringkat surat utang bertenor 10-20 tahun menjadi netral.

Penurunan peringkat itu terjadi menyusul Morgan Stanley yang juga menurunkan peringkat MSCI Indonesia dari equal weight menjadi underweight.

“Goldman Sachs Group Inc. dan Morgan Stanley telah menurunkan peringkat pasar saham di Indonesia yang justru semakin menunjukkan kekhawatiran terkait dengan situasi dan kondisi dalam negeri,” tulis Manajemen Pilarmas dalam risetnya di Jakarta, 11 Maret 2025.

Baca juga: IHSG Berpeluang Melemah, Berikut Sentimen Pemicunya

Menurutnya, salah satu penyebab utama penurunan peringkat ini adalah meningkatnya risiko defisit fiskal, yang diperkirakan naik dari 2,5 persen menjadi 2,9 persen. Selain itu, ketegangan di pasar global juga menekan Indonesia, sementara negara ini dinilai tidak memiliki bantalan yang cukup kuat untuk menghadapi tekanan tersebut.

Selain faktor eksternal, tekanan terhadap IHSG juga disebabkan oleh imbal hasil investasi di Indonesia yang semakin menurun. Situasi ini berdampak negatif pada sektor-sektor ekonomi domestik, khususnya yang bersifat siklikal.

“Hal ini yang membuat capital outflow terus terjadi dan tercatat hingga Rp23,19 triliun (ytd) yang membuat kalau kita perhatikan tidak ada sentimen baik yang mampu menopang IHSG dan pasar obligasi,” imbuhnya.

Baca juga: Dapat Suntikan Modal, Bank Capital Naik Kelas ke KBMI II

Sementara itu, Pilarmas turut menyoroti beberapa program andalan yang belum kunjung berjalan secara maksimal, meskipun efisiensi anggaran sudah dilakukan. Salah satu program yang dianggap membebani ekonomi adalah Koperasi Desa Merah Putih.

Program ini diperkirakan membutuhkan anggaran sebesar Rp3-5 miliar per desa, dan bank pemerintah diharapkan menyalurkan pinjaman sebagai modal.

Jika perbankan diminta mendanai program tersebut, ada risiko kenaikan kredit bermasalah serta likuiditas yang semakin ketat.

Pilarmas menegaskan bahwa bukan berarti program pemerintah ini kurang baik, tetapi setiap kebijakan memiliki konsekuensi, terutama jika dana untuk merealisasikannya terbatas.

“Pertanyaanya adalah, siapkah kita membayar harganya sampai dengan waktu di mana kita akan menuai nanti? Apabila memang rencana tersebut dapat dieksekusi, tentu diharapkan penurunan ini hanya akan terjadi secara jangka pendek namun jangka menengah hingga panjang masih baik adanya,” ujar Pilarmas. (*)

Editor: Yulian Saputra

Related Posts

Top News

News Update