Market Update

IHSG Masih Loyo, Dibuka pada Zona Merah di Level 7.014

Jakarta – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali dibuka melemah tipis 0,03 persen ke level 7.014,47 dari posisi 7.016,87, pada pembukaan perdagangan pagi ini pukul 9.00 WIB (14/1).

Berdasarkan statistik RTI Business pada perdagangan IHSG hari ini, sebanyak 251,60 juta saham diperdagangkan, dengan frekuensi perpindahan tangan sebanyak 26 ribu kali, serta total nilai transaksi mencapai Rp270,03 miliar. 

Kemudian, tercatat terdapat 83 saham terkoreksi, sebanyak 162 saham menguat dan sebanyak 227 saham tetap tidak berubah.

Baca juga: IHSG Diprediksi Melemah di Rentang Level 7.000, Ini Pemicunya

Sebelumnya, Financial Expert Ajaib Sekuritas, Ratih Mustikoningsih, melihat IHSG secara teknikal pada hari ini diprediksi bergerak melemah dalam rentang level 6.970 hingga 7.060. 

“Pada perdagangan kemarin, Senin (13/1) IHSG ditutup turun 1,02 persen atau minus 71,98 poin ke level 7.016. IHSG hari ini (14/1) diprediksi bergerak melemah dalam range 6.970-7.060,” ucap Ratih dalam risetnya di Jakarta, 14 Januari 2025.

Ia melihat, IHSG yang terkoreksi cukup dalam itu diakibatkan oleh aksi profit taking khususnya pada saham Big Banks, di mana para pelaku pasar khawatir bahwa kenaikan imbal hasil obligasi Amerika Serikat (AS) memberikan dampak terhadap capital outflow dan melemahnya nilai tukar rupiah yang berkelanjutan. 

Senada dengan melemahnya IHSG, investor asing catatkan outflow di pasar ekuitas senilai Rp383,46 miliar.

Selain Indonesia, sejumlah bursa di kawasan ASEAN turut tertekan akibat kenaikan imbal hasil obligasi AS menjelang pelantikan Presiden Trump pada 20 Januari 2025 mendatang.

Baca juga: Sukses IPO, Harga Saham Bangun Kosambi (CBDK) Sentuh ARA Naik 25 Persen

Adapun dari mancanegara, indeks utama Wall Street bergerak bervariasi setelah melemah cukup dalam di akhir pekan lalu. Pelaku pasar menantikan data inflasi AS yang berpotensi masih di atas target The Fed sebesar 2 persen. Pasalnya, kebijakan kenaikan tarif Presiden Trump dapat mengakibatkan kenaikan inflasi.

Sedangkan dari Asia, China melaporkan kenaikan surplus neraca dagang pada Desember 2024 menjadi USD104,84 miliar atau lebih tinggi dari periode yang sama tahun lalu sebesar USD75,31 miliar. 

Ekspor tumbuh 10,7 persen yoy, sementara impor naik 1 persen yoy. Ekspor meningkat signifikan akibat produsen meningkatkan pesanan sebelum kenaikan tarif yang akan dikenakan pada masa kepemimpinan Presiden Trump. (*)

Editor: Galih Pratama

Khoirifa Argisa Putri

Recent Posts

Berpotensi Dipercepat, LPS Siap Jalankan Program Penjaminan Polis pada 2027

Poin Penting LPS membuka peluang percepatan implementasi Program Penjaminan Polis (PPP) dari mandat 2028 menjadi… Read More

34 mins ago

Program Penjaminan Polis Meningkatkan Kepercayaan Publik Terhadap Industri Asuransi

Berlakunya Program Penjaminan Polis (PPP) yang telah menjadi mandat ke LPS sesuai UU No. 4… Read More

2 hours ago

Promo Berlipat Cicilan Makin Hemat dari BAF di Serba Untung 12.12

Poin Penting BAF gelar program Serba Untung 12.12 dengan promo besar seperti diskon cicilan, cashback,… Read More

4 hours ago

BNI Dorong Literasi Keuangan dan UMKM Naik Kelas Lewat Partisipasi di NFHE 2025

Poin Penting BNI berpartisipasi dalam NFHE 2025 untuk memperkuat literasi keuangan dan mendorong kesehatan finansial… Read More

5 hours ago

wondr BrightUp Cup 2025 Digelar, BNI Perluas Dukungan bagi Ekosistem Olahraga Nasional

Poin Penting BNI menggelar wondr BrightUp Cup 2025 sebagai ajang sportainment yang menggabungkan ekshibisi olahraga… Read More

5 hours ago

JBS Perkasa dan REI Jalin Kerja Sama Dukung Program 3 Juta Rumah

Poin Penting JBS Perkasa dan REI resmi bekerja sama dalam penyediaan pintu baja Fortress untuk… Read More

8 hours ago