Keuangan

Ignasius Jonan: Pemimpin Lembaga Keuangan Wajib Utamakan Isu Lingkungan

Poin Penting

  • Mantan Menteri ESDM Ignasius Jonan menegaskan isu lingkungan, ESG, dan green finance bukan lagi utopia, melainkan kewajiban lembaga keuangan.
  • Bukan soal fosil atau non-fosil, tetapi memastikan semua pembiayaan mematuhi prinsip sustainability dan menekan dampak lingkungan.
  • Prinsip keberlanjutan lebih mudah diterapkan di sisi aset, sementara sisi liabilitas masih menjadi tantangan ke depan.

Jakarta – Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Menteri Perhubungan, Ignasius Jonan menegaskan bahwa para pemimpin lembaga keuangan, termasuk para future leaders, harus menempatkan isu lingkungan sebagai prioritas utama dalam pengambilan keputusan bisnis.

Hal tersebut ia sampaikan dalam acara Top 100 CEO and Future Leaders Forum 2025: The Heart of Leadership, The Future Depends on What You Do Today, yang diselenggarakan Infobank, di Hotel Shangri-La Jakarta, Senin, 8 Desember 2025.

Pria yang juga pernah menjabat sebagai Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (KAI) ini membagikan tips penting bagi eksekutif sektor keuangan, terutama bagi generasi pemimpin berikutnya. Ia menyebut bahwa generasi pemimpin di masa depan harus memberi perhatian pada lingkungan hidup, karena hal tersebut merupakan suatu kewajiban.

“Memang kalau terus dikatakan ini ESG, green finance, atau lembaga keuangan yang hijau, dan sebagainya, di kemudian hari menurut saya bukan hanya menjadi satu cita-cita atau utopia. Tapi menurut saya, ini akan menjadi suatu kewajiban,” ujar Jonan, dalam paparannya, Senin, 8 Desember 2025.

Baca juga: Matinya Meritokrasi Dinilai Picu Korupsi dan Inkompetensi

Ia menilai konsep ESG dan green finance bukan lagi idealisme atau utopia, tetapi akan menjadi standar operasional yang tak bisa dihindari lembaga keuangan.

“Kalau saran saya ke depan, sebaiknya para pemimpin di lembaga keuangan juga memiliki konsideran terhadap lingkungan hidup. Jadi, mengenai climate change, mengenai ekosistem, mengenai environment, ini sekarang menjadi amat sangat mandatory,” ungkapnya.

Bukan Sekadar “Fossil vs Non-Fossil”

Jonan menekankan bahwa perdebatan pembiayaan sektor fosil sering kali dipahami secara sempit. Menurutnya, yang lebih penting bukan hanya memutuskan apakah bank akan membiayai bisnis berbasis fosil atau tidak, tetapi memastikan semua pembiayaan mengikuti prinsip keberlanjutan.

“Menurut saya ini bukan soal kita membiayai bisnis fosil atau tidak, tapi apakah semua bisnis itu mengikuti semangat sustainability atau tidak. Jadi memperhatikan, mendukung ekosistem yang baik, mengurangi dampak terhadap climate change, polusi, dan sebagainya,” tuturnya.

Baca juga: Terlalu! Bank Non Himbara Dilarang Kelola DHE, Langkah Mundur Tata Kelola Ekonomi Indonesia

Ia mencontohkan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbasis batu bara. Menurut Jonan, transisi ke energi yang lebih bersih perlu dilakukan, tetapi harus realistis. Jika pembangkit sepenuhnya beralih ke teknologi yang lebih mahal seperti gasifikasi, harga listrik bisa melonjak hingga tiga kali lipat.

“Kalau tetap pakai batu bara, maka teknologi filtrasi harus berstandar dunia. Misalnya, NOx dan SOx di bawah 50 ppm. Daripada tidak membiayai sama sekali, lebih baik mendorong penerapan standar yang lebih ketat,” lanjutnya.

Diterapkan di Sisi Aset dan Liabilitas

Sementara itu, Jonan menyarankan agar lembaga keuangan mulai menerapkan prinsip berkelanjutan baik di sisi aset maupun liabilitas. Untuk sisi aset, penerapannya relatif lebih mudah karena dapat diintegrasikan dalam kebijakan pembiayaan. Namun di sisi liabilitas, tantangannya lebih besar.

“Kalau orang mau menabung, kita bisa tanya sumber dananya dari mana. Tapi saat ini mungkin belum realistis untuk diterapkan secara penuh,” katanya.

Baca juga: Efek Dana Pemerintah di Himbara Tak Bisa Instan Dorong Kredit, Ini Penjelasan Ekonom

“Kalau bisa, semangat ini dimasukkan baik di liability side maupun asset side. Sekarang mungkin yang bisa dibangun itu di asset side. Tapi di liability side, I don’t think so, itu tantangan. Tapi nggak apa-apa, pelan-pelan,” lanjutnya.

Dewan Pakar Infobank itu pun memberi penekanan bahwa transformasi sektor keuangan ke arah keberlanjutan bukan hanya tren global, tetapi kebutuhan strategis agar lembaga keuangan tetap relevan dalam jangka panjang. (*) Ayu Utami

Yulian Saputra

Recent Posts

Agus Martowardojo Ingatkan CEO Soal Ancaman Tekanan Fiskal 2026

Poin Penting Agus D.W. Martowardojo memperingatkan potensi tekanan global pada 2026, mulai dari kebijakan tarif… Read More

27 seconds ago

Resep Jadi Pemimpin Sukses ala Ignasius Jonan, Ini Kuncinya

Poin Penting Eks Dirut PT KAI, Ignasius Jonan menilai pemimpin sukses butuh talenta, pendidikan, dan… Read More

3 mins ago

Bank Mandiri Region VI Jawa Barat Cetak Pertumbuhan Kredit 14,7 Persen per September 2025

Poin Penting Bank Mandiri Region VI Jawa Barat mencatat pertumbuhan kredit 14,7% (yoy) hingga September… Read More

30 mins ago

Implementasi PPP Diharapkan Mampu Tingkatkan Penetrasi Asuransi di Indonesia

Poin Penting LPS membuka peluang implementasi Program Penjaminan Polis lebih cepat dari rencana awal 2028… Read More

43 mins ago

Mantan Gubernur BI Wanti-Wanti Risiko Fiskal, Pelaku Keuangan Diminta Waspada

Poin Penting Mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo menekankan peran CEO sektor keuangan untuk… Read More

1 hour ago

AFTECH Resmikan Kode Etik Terintegrasi 2025, Perkuat Tata Kelola Fintech

Poin Penting AFTECH mengesahkan Kode Etik Terintegrasi 2025 sebagai upaya memperkuat integritas, tata kelola, dan… Read More

2 hours ago