Jakarta – Presiden Jokowi telah menandatangani persetujuan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 tahun 2018 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia Ke Dalam Modal Saham Pertamina yang merupakan landasan hukum dialihkannya saham negara di PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGN) kepada PT Pertamina (Persero).
Adapun Jumlah saham Seri B milik Negara di PGN mencapai 56,96 persen dari total jumlah saham PGN yang beredar. Pengalihan saham tersebut tidak termasuk Saham Seri A Dwiwarna yang hanya dimiliki oleh Negara RI dengan hak-hak khusus yang tidak dimiliki oleh klasifikasi saham seri B.
Dengan demikian berarti proses pembentukan Holding BUMN Migas sudah semakin mendekati rampung dan menunjukkan tidak terdapat masalah hukum maupun operasional, termasuk pula dengan manfaat dan tujuannya. Langkah selanjutnya, Kementerian BUMN menunggu Keputusan Menteri Keuangan (KMK) terkait nilai saham pemerintah di PGN yang akan dialihkan kepada Pertamina.
“PP sudah di teken 28 Februari lalu. Kemudian pada 6 Maret kami bersurat ke Kementerian Keuangan. Sekarang hanya tinggal menunggu KMK keluar, Insya Allah pekan ini (keluar), lalu Pertamina bisa gelar RUPS,” ujar Deputi Bidang Usaha Tambang, Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno, dalam siaran persnya di Jakarta, Selasa, 20 Maret 2018.
Baca juga: Mantap Laksanakan Holding Migas, Rini Beberkan Keuntungannya
Harry mengatakan, sejak Januari 2018, Pertamina dan PGN juga sudah kompak memulai integrasi operasional. Dimulai dari pemetaan pengoperasian pipa-pipa gas. Kemudian, beriringan dengan itu, Kementerian BUMN terus melakukan pembenahan dan persiapan terhadap Pertamina yang akan bertindak sebagai induk holding nantinya.
“Perombakan nomenklatur Direksi Pertamina itu juga sebagai satu rangkaian dari keseluruhan proses ini. Bu Menteri BUMN menginginkan ada Direktur yang fokus pada pelayanan kepada masyarakat sekaligus menghadapi persaingan yang akan semakin meningkat,” ucap Harry.
Holding BUMN Migas akan menyusul holding BUMN pertambangan yang telah terbentuk pada akhir 2017 silam. Serta akan diikuti juga oleh pembentukan empat holding BUMN lainnya. Menurut Harry, pembentukan holding memiliki banyak keuntungan. Selain terjadi sinergi, juga memperkuat BUMN untuk menghadapi persaingan.
“Begitu holding tambang terbentuk, untuk pertama kalinya dalam Republik ini, confidence level kita naik tinggi sekali. Maksudnya apa? kita berani sampaikan pada Freeport bahwa kita siap beli, dan memang kita siap kok,” tegas Harry.
Pembentukan holding sendiri sudah sesuai arahan Presiden Jokowi yang dilontarkan pada akhir Oktober 2015 lalu dalam pertemuan dengan para Direktur Utama BUMN di Istana Negara. Dimana Presiden berkeinginan agar BUMN-BUMN bisa menjadi perusahaan yang besar, lincah dan kuat.
Untuk mencapai hal tersebut, Presiden Jokowi mendorong BUMN agar diperkuat, baik melalui holdingisasi ataupun joint venture. Dalam prosesnya, pembentukan holding juga telah diawali dengan penyerahan Roadmap BUMN 2015-2019 ke Komisi VI DPR pada akhir tahun 2015. (*)
Jakarta - Presiden Prabowo Subianto resmi menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024 tentang… Read More
Suasana saat konferensi pers saat peluncuran Asuransi Mandiri Masa Depan Sejahtera di Jakarta. Presiden Direktur… Read More
Jakarta - PT. Bank Pembangunan Daerah (BPD) Nusa Tenggara Timur (Bank NTT) resmi menandatangani nota… Read More
Jakarta – Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III 2024 tercatat sebesar 4,95 persen, sedikit melambat dibandingkan kuartal… Read More
Jakarta - Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ) terus berkomitmen mendukung pengembangan Energi Baru… Read More
Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat peningkatan biaya pendidikan yang signifikan setiap tahun, dengan… Read More