Ekonomi dan Bisnis

Hingga Mei 2024, Industri Sawit Sumbang Devisa Negara USD9,78 Miliar

Belitung – Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mencatat kontribusi sawit kepada devisa negara hingga Mei 2024 mencapai USD9,78 miliar.

Hal itu diungkapkan oleh Ketua Umum GAPKI, Eddy Martono, dalam Diskusi Kontribusi Sawit untuk APBN dan Perekonomian yang diselenggarakan di ANJ Learning Center, Belitung, 27 Agustus 2024.

“Sampai dengan Mei 2024, kontribusi sawit terhadap devisa negara adalah USD9,78 miliar atau di sini 10,01 persen dari ekspor kita non migas,” ucap Eddy.

Baca juga: Manfaatkan Limbah Sawit, Produk Lidi Indonesia jadi Sumber Devisa Negara

Berdasarkan data tersebut, Eddy menjelaskan bahwa kinerja ekspor sawit di Indonesia cenderung mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir.

Tercatat, pada 2023 kontribusi sawit menyumbang USD29,54 miliar. Angka tersebut terus mengalami penurunan dibandingkan pada 2022 yang mampu menyumbang USD37,7 miliar. Sedangkan di 2021, ekspor sawit memberikan kontribusi devisa negara USD34,9 miliar.

“Nah dalam lima tahun terakhir ini produksi kita juga memang stagnan dan produktivitasnya tidak begitu menggembirakan,” imbuhnya.

Sementara dari sisi produksi minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) hingga Mei 2024 mencatatkan produksi sebesar 22.145 ton.

Lalu, untuk produksi CPO pada 2020 tercatat sebesar 51.583 ton. Sedangkan tahun 2021, 2022, dan 2023, masing-masing sebesar 51.300 ton, 51.248 ton, dan 54.844 ton.

Eddy menjelaskan, untuk mendorong peningkatan produksi sawit agar setara dengan tahun-tahun sebelumnya, perlu dilakukan program replanting atau peremajaan sawit rakyat (PSR).

Namun, pelaksanaan replanting tersebut juga masih menghadapi beberapa kendala, seperti masih adanya tumpang tindih lahan hingga kebijakan.

Baca juga: Rencana Aksi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Era Jokowi Dilanjutkan Prabowo

Untuk menggenjot produksi sawit, kata Eddy, ada hal yang harus menjadi perhatian penting. Salah satunya adalah dengan merealisasikan program replanting atau Peremajaan Sawit Rakyat (PSR). 

Sayangnnya, menurut Eddt, pelaksanaan replanting di lapangan juga menghadapi banyak kendala seperti tumpang tindih lahan sampai tumpang tindih kebijakan.

“Nah ini kita agak terlambat di sini yang PSR, sehingga produktivitas kita bukannya naik malah justru turun, produksi kita stagnan,” pungkas Eddy. (*)

Editor: Galih Pratama

Khoirifa Argisa Putri

Recent Posts

IHSG Sesi I Ditutup pada Zona Hijau ke Level 7.199

Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan sesi I hari ini (22/11) ditutup… Read More

33 mins ago

Maya Watono Resmi Diangkat jadi Dirut InJourney

Jakarta – Maya Watono resmi ditunjuk sebagai Direktur Utama (Dirut) Holding BUMN sektor aviasi dan… Read More

40 mins ago

Dorong Pelaku UMKM Naik Kelas, BRI Telah Salurkan KUR Rp158,6 T per Oktober 2024

Jakarta - PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) telah menyalurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) senilai Rp158,60… Read More

3 hours ago

OJK Panggil dan Awasi Ketat KoinP2P, Ini Alasannya

Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan tegas melaksanakan langkah-langkah pengawasan secara ketat terhadap PT… Read More

3 hours ago

149 Saham Hijau, IHSG Dibuka Menguat 0,48 Persen

Jakarta - Pada pembukaan perdagangan pagi ini pukul 9.00 WIB (22/11) Indeks Harga Saham Gabungan… Read More

4 hours ago

Rupiah Diprediksi akan Tembus Rp16.000 per Dolar AS

Jakarta - Rupiah berpeluang masih melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) akibat ketegangan geopolitik Ukraina dan Rusia… Read More

4 hours ago