Oleh Eko B. Supriyanto, Pemimpin Redaksi Infobank
OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) AKAN “CAWE-CAWE” dalam pembagian dividen bank-bank. Rencana pembatasan rasio dividen (dividend payout ratio) akan keluar dalam waktu dekat. Mahendra Siregar, Ketua Dewan Komisioner OJK, sudah menegaskan akan mengatur pembagian dividen. Tidak banyak tanggapan dari para bankir. Seperti biasa para bankir selalu pelit bicara jika menyangkut kebijakan OJK atau Bank Indonesia (BI). Para bankir hanya “bisik-bisik” setiap ada kebijakan baru.
Menurut Mahendra, dalam sambutannya di acara Ikatan Bankir Indonesia (IBI), beberapa waktu lalu, dividend payout ratio bank-bank di Indonesia terlalu besar. Katanya, hal ini dapat membatasi kemampuan bank untuk melakukan investasi, mendukung transformasi, dan inovasi digital.
Tidak hanya itu. Juga, untuk memperkuat sistem perbankan dari serangan siber, pengembangan SDM maupun membentuk CKPN – yang memadai dalam menjaga proses exit dari restrukturisasi setelah pandemi secara mulus. Terlebih, Mahendra melanjutkan, hal tersebut terjadi di tengah risiko yang ditimbulkan oleh gejolak bank di berbagai negara, seperti di Amerika Serikat (AS) dan Eropa.
Baca juga: Terlalu Besar, Rasio Dividen Perbankan Perlu Diatur
Mahendra mengimbau pelaku sektor perbankan untuk tetap berdaya tahan dalam menghadapi tantangan ke depan. Yakni dengan melakukan langkah-langkah penguatan dari sisi manajemen risiko, adaptasi teknologi, dan peningkatan kualitas SDM. Itulah latar belakang mengapa dividend payout ratio perlu diatur dan tidak terlalu tinggi. Pendek kata, jangan membahayakan daya tahan bank.
Menurut data Biro Riset Infobank (birI), pada 2022 lalu, bank-bank mencetak rekor laba jumbo. Bank-bank KBMI 4 luar biasa dalam mencetak laba. Pendemi COVID-19 tidak membuat laba bank terkena “virus”. Justru malah gemuk. Entah itu bersumber dari pendapatan bunga, entah dari memecah “celengan semar” – hasil panen dari write off – karena pencadangan yang besar. Laba gendut seperti “perut semar” terjadi selama masa pandemi COVID-19. Tidak salah.
Kembali pada besarnya laba dan pembagian dividen. Menurut data Biro Riset Infobank, sejak 2017 hingga akhir 2022 lalu, untuk bank-bank besar (KBMI 4) secara agregat cenderung naik. Tahun 2017 dividend payout ratio masih sekitar 37%, dan pada 2021 sebesar 54%. Dan, dividend payout ratio 2023 sebesar 61,76%. Tidak hanya empat bank terbesar itu, sejumlah bank juga cenderung naik angkanya dari tahun ke tahun.
Apakah pembatasan dividend payout ratio ini diperlukan saat ini? Sudah tentu maksud OJK mengatur pembatasan pembayaran dividen ini baik. Terutama untuk sejumlah bank yang modalnya masih cekak. Atau, yang masuk kategori bank bermodal kurang dari Rp3 triliun – yaitu kelompok BPD. Selama ini sejumlah BPD ditekan pemiliknya untuk membayar dividen yang besar meski modalnya masih cekak.
Pembatasan dividend payout ratio ini tentu tidak diperlukan bagi bank-bank yang sudah punya modal kuat. Atau, punya rasio kecukupan modal di atas rata-rata. Atau, tidak perlu bagi bank yang capital adequacy ratio (CAR)-nya gendut. Jauh di atas angka yang ditetapkan dalam Basel III dengan bantalan modal yang lebih dari cukup di kisaran 14%-15%. Sudah cukup dengan CAR sebesar itu.
Secara nasional, pada Mei 2023, posisi CAR perbankan mencapai 25%. Posisi CAR itu relatif sangat besar. Justru cenderung menjadi lazy bank. Pendek kata, CAR-nya terlalu besar. Sementara, pertumbuhan kredit juga sudah relatif kencang. Jika terus digenjot meski punya kemampuan permodalan, tentu banyak risiko mengadang di depan karena situasi global yang menurun.
Nah, jika pembatasan dividend payout ratio diberlaku-kan, tentunya tidak menyeluruh. Misalnya, bank yang sudah punya bantalan CAR memadai, diperbolehkan membagi dividen yang besar. Sedangkan, untuk bank-bank yang belum cukup modal atau CAR-nya “ringkih”, perlu dibatasi dividennya.
Baca juga: Hujan Dividen di Perbankan, Himbara Sumbang Paling Besar
Kebijakan pembatasan dividen ini di satu sisi akan memperkuat “kuda-kuda” bank. Namun, di sisi yang lain akan tidak menarik bagi investor pasar modal yang selama ini merasakan “nikmat” membeli saham bank. Khususnya bank-bank KBMI 4, atau yang masuk dalam “klub” saham perbankan infobank15. Selain tajir mendapatkan dividen yang besar, juga mendapatkan capital gain yang gurih.
Pembatasan dividend payout ratio ini tidak harus diberlakukan bagi semua bank. Namun, perlu dilihat secara bank per bank. Kuncinya pada rasio permodalan bank. Jangan sampai, sudah punya CAR 25% terus dividen dibatasi sehingga rasio permodalannya menjadi sangat jumbo. Dan, rasio permodalan bank di Indonesia sudah termasuk tertinggi di dunia.
Dan, setelah dividend payout ratio diatur, jangan sampai pembayaran gaji dan bonus para bankirnya juga diatur. Mengapa bankir perlu digaji besar, karena para bankir menjaminkan harta pribadinya yang sudah diperoleh selama bertahun-tahun berkarier menjadi bankir.
Semoga yang dilakukan OJK hanya sampai pada pengaturan dividend payout ratio tanpa pembatasan remunerasi bankir. Itu pun, hanya untuk bank-bank yang modalnya cekak. (*)
Suasana saat konferensi pers saat peluncuran Asuransi Mandiri Masa Depan Sejahtera di Jakarta. Presiden Direktur… Read More
Jakarta - PT. Bank Pembangunan Daerah (BPD) Nusa Tenggara Timur (Bank NTT) resmi menandatangani nota… Read More
Jakarta – Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III 2024 tercatat sebesar 4,95 persen, sedikit melambat dibandingkan kuartal… Read More
Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat peningkatan biaya pendidikan yang signifikan setiap tahun, dengan… Read More
Jakarta - Koordinator Aliansi Masyarakat Tekstil Indonesia (AMTI) Agus Riyanto mengapresiasi langkah cepat Presiden Prabowo… Read More
Jakarta - Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso menyatakan pemerintah tengah membahas revisi Peraturan… Read More