Jakarta –Proses penetapan pilihan pegawai Bank Indonesia (BI) di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah berakhir pada 31 Desember 2015 lalu. Dari 1.075 orang pegawai BI yang “dipinjamkan” ke OJK, hanya sebagian kecil yang akhirnya kembali ke BI.
Hal itu diungkapkan oleh Rahmat Waluyanto, Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK, kepada Infobank, Kamis 7 Januari 2016.
“Jumlah SDM di kompartemen pengawasan bank yang kembali ke BI hanya 11%, jauh lebih rendah dari spekulasi beberapa pihak yang selama ini beredar di publik, yakni antara 70% sampai dengan 80% dari 1.075 orang karyawan BI yang di OJK,” ungkap Rahmat Waluyanto.
Selama ini, total pengawas bank di OJK ada 1.800 orang. Dari jumlah tersebut, 1.075 orang di antaranya merupakan pinjaman dari BI. Selebihnya, berasal dari Bapepam-LK, Kementerian Keuangan, dan hasil rekrutmen OJK.
Menurut Rahmat, sebagian besar pegawai penugasan yang kembali ke BI adalah pegawai administrasi dari unit-unit pendukung dan hanya sebagian tenaga pengawas perbankan.
“Yang memilih tetap di OJK adalah tenaga profesional yang benar-benar punya kompetensi, pengalaman, dan passion di bidang pengawasan perbankan,” ujarnya.
Selain itu, lanjut dia, alasan lain mereka memilih tetap di OJK karena melihat peluang yang jauh lebih besar untuk mengembangkan diri sebagai pengawas di industri jasa keuangan. “Mengingat OJK merupakan satu-satunya otoritas yang melakukan pengawasan secara terintegrasi meliputi perbankan, pasar modal, dan industri keuangan nonbank,” tegasnya.
Kepastian jumlah karyawan OJK yang balik ke BI ini seolah mematahkan sinyalemen yang selama ini beredar bahwa di OJK ada ketidakharmonisan antarkaryawan. Penyebabnya, culture kerja yang berbeda dari tiga lembaga asal mereka, yakni BI, Bapepam-LK, dan Kementerian Keuangan.
“Kami pimpinan OJK sama sekali tidak melihat ada perbedaan dalam kinerja pegawai dikaitkan dengan latar-belakang lembaga asal. Tentunya akan sulit untuk membandingkan kinerja SDM asal BI yang di pengawasan perbankan dengan SDM asal kemenkeu yang di pengawasan pasar modal dan pengawasan industri keuangan nonbank,” ujar Rahmat.
Di unit atau satker fungsi pendukung, menurut Rahmat, juga sulit dilakukan pembandingan karena pejabat dan stafnya ditempatkan dalam kombinasi keterwakilan dari berbagai lembaga asal sedemikian rupa sehingga semua satkernya dapat menghasilkan kinerja yang baik. OJK pun sampai saat ini terus melakukan pembenahan organisasi termasuk membangun budaya dan semangat “satu OJK”.
“Semuanya masih berproses dan menunjukkan progres yang sangat baik. Karena itu, mustahil kinerja SDM dan progres pengembangan organisasi yang baik dihasilkan dari sebagian besar SDM tidak kompeten dan moral serta etos kerja yang rendah,” tegasnya.
OJK sendiri pernah melakukan tiga kali survei untuk mengetahui pilihan karyawan BI yang di OJK. Survei pertama, yang memilih tetap di OJK hanya 20%. Sisanya ragu-ragu dan memilih kembali ke BI. Survei kedua, 55% memilih kembali ke BI. “Survei terakhir, hanya 32% yang memilih kembali ke BI. Itu pun kebanyakan tenaga admistrasi saja,” ujarnya. (Darto Wiryosukarto)
Poin Penting Sebanyak 36 dari 38 provinsi telah menetapkan UMP 2026, sesuai PP 49/2025 yang… Read More
Poin Penting Pemerintah memastikan formulasi UMP 2026 telah memasukkan indikator ekonomi seperti inflasi, indeks alfa,… Read More
Poin Penting Modal asing masuk Rp3,98 triliun pada 22–23 Desember 2025, dengan beli bersih di… Read More
Poin Penting Menurut Asuransi Jasindo mobilitas tinggi memicu potensi kecelakaan dan kejahatan, sehingga perlindungan risiko… Read More
Poin Penting Pemerintah menyelamatkan lebih dari Rp6,6 triliun keuangan negara, sebagai langkah awal komitmen Presiden… Read More
Poin Penting Bank Mandiri menerapkan perlakuan khusus kredit bagi debitur terdampak bencana di Aceh, Sumut,… Read More
View Comments
kalau yang balik tenaga Administrasi, kenapa harus rekrut lagi untuk Pengawasan Perbankan? Malah jd pertanyaan
Pak WaKa, ada salam dari tenaga titipannya di departemen saya :)