Jakarta – Organisasi nirlaba yang menjalankan sistem pelaporan lingkungan global, Disclosure Insight Action (CDP) melaporkan bahwa dari 86% perusahaan yang telah menerapkan kebijakan terkait hutan, hanya 22% yang telah memiliki kebijakan tanpa deforestasi atau penggundulan hutan yang bersifat publik dan komprehensif.
Dalam laporan edisi keempat yang dilakukan CDP dengan judul ‘Mengukur kemajuan menuju rantai pasok minyak sawit berkelanjutan’ memantau kemajuan perusahaan berdasarkan 15 indikator kinerja utama (IKU) dari CDP. IKU tersebut dibuat berdasarkan serangkaian pengukuran yang diterima industri agar perusahaan dapat melacak kemajuan menuju masa depan hutan yang positif.
Laporan terbaru CDP tersebut dapat digunakan oleh perusahaan yang menggunakan atau memproduksi minyak sawit dari Indonesia sebagai alat untuk melacak kemajuan dalam upaya menghilangkan risiko deforestasi atau penggundulan hutan dari rantai pasoknya.
Direktur Asia Tenggara dan Oseania dari CDP, John Leung mengatakan, bahwa dengan penilaian kemajuan berdasarkan 15 IKU dapat melihat sejumlah perusahaan komoditas yang menggunakan dan/atau memproduksi minyak sawit telah mengambil berbagai langkah penting untuk melestarikan hutan dan melindungi keanekaragaman hayati.
“Laporan ini menunjukkan bahwa perusahaan telah meningkatkan sistem ketertelusuran serta kepatuhan sekaligus meningkatkan keterlibatannya dalam rantai pasok minyak sawitnya. Namun, menjelang COP15 (Konferensi Keanekaragaman Hayati PBB, Montreal Desember 2022), perusahaan perlu melihat apa yang bisa mereka lakukan lebih dari sekedar mengelola rantai pasok, tapi juga apa dampak keputusan bisnisnya terhadap isu perlindungan keanekaragaman hayati meliputi penyelenggaraan proyek restorasi dan perlindungan ekosistem,” ujar Johndi Jakarta, 16 Agustus 2022.
Sehingga dalam laporan tersebut ditemukan bahwa sebanyak 44% atau 74 perusahaan telah melaporkan risiko deforestasi senilai lebih dari USD18 miliar terkait pemanfaatan dan/atau produksi minyak sawit di Indonesia. Namun, biaya yang dikeluarkan sebagai langkah dini untuk mengelola risiko yang dilaporkan dari 40% atau 67 hanya sebesar USD656,4 juta dari total risiko.
Sebab itu, diperlukan tindakan lebih lanjut untuk memperkuat kebijakan dan komitmennya. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mengintegrasikan isu sosial dan lingkungan, serta diikuti dengan target yang ambisius, terukur, serta berbatas waktu. Perusahaan juga harus memerhatikan risiko peraturan terkait perubahan iklim yang akan datang dari Pemerintah Indonesia.
Global Director, Forests, CDP, Thomas Maddox menyatakan bahwa penanggulangan deforestasi sudah sepatutnya menjadi upaya kolektif global yang melibatkan pemerintah, perusahaan, dan investor. Serta adanya penurunan tingkat deforestasi pada kawasan hutan primer dalam 5 tahun terakhir.
“Meskipun sejumlah perusahaan telah bergerak ke arah yang benar, masih banyak tindakan yang harus dilakukan agar tren penurunan ini bisa dipertahankan. Perusahaan yang memproduksi atau membeli minyak sawit harus meningkatkan pelibatannya dalam rantai pasok untuk membantu mengurangi deforestasi.” ujar Thomas dalam kesempatan yang sama. (*) Khoirifa
Jakarta - PT Bank Central Asia Tbk (BCA) menyesuaikan jadwal operasional kantor cabang sepanjang periode… Read More
Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada hari ini (19/12) kembali ditutup merah ke… Read More
Jakarta - Senior Ekonom INDEF Tauhid Ahmad menilai, perlambatan ekonomi dua negara adidaya, yakni Amerika… Read More
Jakarta – KB Bank menjalin kemitraan dengan PT Tripatra Engineers and Constructors (Tripatra) melalui program… Read More
Jakarta – Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada hari ini, Kamis, 19 Desember 2024, kembali… Read More
Jakarta - Per 1 Januari 2025, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mewajibkan seluruh perusahaan asuransi dan… Read More