Ekonomi Digital

Hal-Hal yang Harus Dibenahi Agar Ekonomi Digital RI Bisa Berkembang

Jakarta – Indonesia memiliki potensi ekonomi digital yang sangat besar. Terlihat dari tingginya jumlah masyarakat yang dapat mengakses internet. Selain itu, pesatnya penjualan piranti elektronik juga ikut mendorong digitalisasi perilaku masyarakat.

Sayangnya, meski memiliki potensi yang besar, Indonesia juga masih menghadapi berbagai tantangan. Pakar ekonomi Digital Agus Sugiarto mengungkapkan 4 hal yang harus dibenahi dalam pengembangan ekonomi virtual.

Pertama, Indonesia saat ini masih belum memiliki master plan terkait ekonomi digital. Padahal, negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand dan Singapura sudah pedoman pengembangan ekonomi digital hingga puluhan tahun ke depan.

“Kenapa kita perlu masterplan? Karena semua orang bicara digital ekonomi, kementerian, lembaga negara, pengusaha, tapi how to? Itu tidak tau kita kan?, dan siapa yang me-operate semuanya?,” ujar Agus yang juga merupakan Kepala OJK Institute, Rabu, 23 Februari 2022.

Tantangan yang kedua adalah masih rendahnya network readiness Index (NRI) Indonesia. NRI mengukur seberapa baik ekonomi menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan daya saing dan kesejahteraan dalam empat pilar yaitu teknologi, manusia, tata kelola dan dampak. Berdasarkan data NRI 2021, Indonesia menepati ranking 66 dari 130 negara.

Ketiga, tingkat literasi digital masyarakat Indonesia masih rendah. Agus mengungkapkan berdasarkan data Kominfo indeks literasi digital Indonesia 2021 sebesar 3,49 dalam skala 5 atau pada level sedang. Ada empat pilar yang terdapat dalam indeks tersebut yaitu digital safety, digital skill, digital ethics, dan digital culture. Digital safety menunjukkan angka paling rendah yaitu 3.1 sedangkan yang nilainya tinggi yaitu digital culture, 3.9.

“Bagaimana kita bicara kemakmuran masyarakat? Kita harus bisa mengkombinasikan dua literasi, literasi keuangan dan literasi digital. Ini adalah PR penting yang tidak bisa dilakukan oleh satu lembaga atau otoritas,” ungkap Agus.

Kemudian tantangan lain pengembangan ekonomi virtual menurut Agus adalah regulasi yang belum komprehensif, munculnya pinjaman online (pinjol) ilegal, tingginya serangan siber dan potensi terhadap PDB yang relatif kecil.

“Jadi masih banyak permasalahan yang harus dibereskan. Kita tidak bisa memaksakan diri untuk lari ke sana tapi benahi dulu apa yang kita miliki sekarang ini supaya pelan-pelan kita bisa melaju ke sana dengan baik dan cepat,” pungkas Agus. (*) Dicky F.

Rezkiana Nisaputra

Recent Posts

Jumlah SID Naik, BEI Gaspol Tingkatkan Keaktifan Investor di Pasar Modal

Balikpapan – PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat, jumlah single investor identification (SID) menembus 14 juta per… Read More

7 hours ago

Generali Indonesia Beri Perlindungan Asuransi bagi 6.000 Pelari di PLN Electric Run 2024

Jakarta – PT Asuransi Jiwa Generali Indonesia (Generali Indonesia) terus mendukung berbagai kegiatan yang mempromosikan kesehatan… Read More

7 hours ago

Diikuti 6.470 Pelari, PLN Electric Run 2024 Ditarget Hindari Emisi Karbon hingga 14 ton CO2

Jakarta - Sebanyak 6.470 racepack telah diambil pelari yang berpartisipasi dalam PLN Electric Run 2024… Read More

14 hours ago

Segini Target OJK Buka Akses Produk dan Layanan Jasa Keuangan di BIK 2024

Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membidik pencapaian Bulan Inklusi Keuangan (BIK) 2024 sekitar 8,7… Read More

15 hours ago

HUT ke-26, Bank Mandiri Hadirkan Inovasi Digital Adaptif dan Solutif untuk Siap Jadi Jawara Masa Depan

Jakarta - Merayakan usia ke-26, Bank Mandiri meluncurkan berbagai fitur dan layanan digital terbaru untuk… Read More

1 day ago

KemenKopUKM Gandeng Surveyor Indonesia Verifikasi Status Usaha Simpan Pinjam Koperasi

Jakarta - Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) menunjuk PT Surveyor Indonesia, anggota Holding BUMN IDSurvey,… Read More

1 day ago