Hadapi Tekanan Tarif AS, Anggota DPR Ini Serukan Reformasi Ekonomi RI

Hadapi Tekanan Tarif AS, Anggota DPR Ini Serukan Reformasi Ekonomi RI

Jakarta – Anggota Komisi VI DPR RI, Darmadi Durianto, menyoroti melemahnya daya tahan eksternal Indonesia sebagai dampak kebijakan tarif resiprokal yang diberlakukan oleh Amerika Serikat.

Hal itu disampaikannya saat menjadi narasumber dalam forum Dialektika Demokrasi bertajuk “Kebijakan Tarif Resiprokal AS, Apa Dampak Ekonomi dan Politik Bagi Indonesia dan Bagaimana Solusinya?” di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Kamis, 24 April 2025.

Mengutip proyeksi dari IMF, Darmadi menyebut bahwa neraca transaksi berjalan Indonesia diperkirakan mengalami defisit sebesar 1,5 persen pada tahun 2025.

“Artinya lebih banyak arus dana keluar daripada masuk. Artinya daya tahan eksternal kita semakin melemah,” ujar Darmadi.

Ia menekankan, kondisi ini harus menjadi perhatian serius bagi pemerintah. Menurutnya, retorika mengenai kekuatan ekonomi Indonesia tidak cukup jika tidak ditopang dengan angka-angka yang jelas.

Baca juga : RI Kena Tarif AS Tertinggi untuk Garmen, Tekstil hingga Udang, Airlangga Protes

“Apapun kita teriak, beretorika kita lagi kuat dan sebagainya, tentu angka lebih berbicara,” tambahnya.

Darmadi juga menilai, apabila negosiasi dengan pemerintah AS—terutama terkait kebijakan yang dipengaruhi oleh Presiden AS, Donald Trump—tidak membuahkan hasil yang menguntungkan, maka Indonesia harus fokus memperkuat struktur ekonominya dari dalam.

Ia menekankan perlunya perbaikan terhadap praktik-praktik yang merugikan seperti diskriminasi, monopoli, dan lemahnya penegakan hukum.

Selain itu, Darmadi menyoroti masalah ketidakefisienan investasi di Indonesia yang tecermin dari tingginya Incremental Capital Output Ratio (ICOR). Sebagai perbandingan, ia menyebut Vietnam yang berhasil mencatat ekspor sebesar 140 miliar dolar AS ke Amerika, hampir lima kali lipat dibandingkan Indonesia.

Menurutnya, hal ini terjadi karena iklim investasi di Vietnam lebih kondusif dan efisien.

“Karena apa? Karena mudah investasi. ICOR-nya rendah. Kita ini ICOR-nya tinggi,” tegasnya.

Baca juga : Efek Domino Tarif AS-China, Pasar Keuangan Diprediksi Tetap Volatil

Darmadi juga menyinggung praktik pungutan liar (pungli) yang masih merajalela dan menghambat masuknya investasi, bahkan membuat perusahaan besar seperti BYD mengeluhkan kondisi di lapangan.

“Pungli-pungli nggak pernah beres dari dulu sampai sekarang. BYD kemarin mengeluh kan?” kata politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini.

Menutup pernyataannya, Darmadi menyerukan perlunya menciptakan lingkungan ekonomi yang bersih dan inklusif sebagai fondasi menuju kemandirian dan kekuatan ekonomi nasional.

“Sehingga ini akan mendorong kita menjadi lebih besar, lebih kuat. Saya pikir pemikiran itu harus dimulai dari sekarang yang tidak pernah berhasil,” pungkasnya. (*)

Editor: Yulian Saputra

Related Posts

Top News

News Update