Jakarta – Guna meningkatkan efisiensi di industri perbankan dan keuangan lainnya, regulator otoritas keuangan mengaku akan segera menerapkan perizinan terintegrasi di tengah pesatnya perkembangan industri keuangan berbasis digital (Industri 4.0).
“Kehadiran industri 4.0 bukan saja mengubah industri keuangan, tetapi regulasinya juga akan berubah,” ujar Ketua Dewan Audit OJK Ahmad Hidayat dalam seminar Good Corporate Governance yang digelar Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) di Jakarta, Selasa, 31 Juli 2018.
Dia mengungkapkan, perubahan aturan yang akan dilakukan OJK yakni terkait dengan upaya efisiensi industri jasa keuangan di tengah dinamika ekonomi digital. “Nantinya, perizinan akan terintegrasi dan proses perizinan juga akan dipangkas dari 105 hari menjadi 22 hari,” ucapnya.
Meski demikian, kata dia, OJK tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian untuk menghindari potensi fraud di industri jasa keuangan. Dirinya membandingkan, ketentuan pengembangan industri keuangan digital di China terlalu longgar, sehingga bisa memicu potensi risiko kejahatan di sektor keuangan.
Lebih lanjut Hidayat mengungkapkan, bahwa ketentuan OJK di industri keuangan digital juga lebih terkonsentrasi dan memperhatikan cyber security. “OJK akan mengeluarkan guidance principal di industri digital ini. Kami juga sedang menggodok aturan crowdfunding dan peer to peer lending,” paparnya.
Dia menambahkan, dalam upaya pengembangan industri keuangan berbasis digital, OJK akan meningkatkan kerjasama dengan Bank Indonesia (BI) untuk melakukan sinkronisasi data-data mikroprudensial dan makroprudensial. “Ini akan mendukung proses bisnis terkait efisiensi di industri,” imbuhnya.
Di tempat yang sama, Kepala Riset LPPI, Lando Simatupang menambahkan, kendala secara umum yang dialami industri perbankan di Indonesia ada pada praktik tata kelola perusahaan yang baik (GCG). Hal ini tercermin dari maraknya pembobolan dana ataupun praktik fraud yang telah menimpa perbankan.
Selain maraknya pembobolan dana atau praktik fraud, tantangan praktik GCG akan lebih besar lagi ketika industri perbankan mulai mengadopsi teknologi digital dalam setiap produk dan layanannya. “Tantangan praktik GCG akan membesar di saat perbankan mengadopsi teknologi digital,” jelasnya.
Berdasarkan riset yang telah dilakukan LPPI, dalam 10 tahun terakhir yakni sejak 2007 sampai dengan 2017 menyimpulkan, nilai komposit dari penerapan GCG yang dilakukan industri perbankan memang masih berada dalam kisaran baik. ”Rata-rata nilai GCG industri perbankan adalah 2,02 yang didapat dari 90 hank yang mengirimkan laporan GCG self assessmentnya,” katanya.
Dalam riset LPPI juga menyebutkan, bahwa dalam kurun waktu 2011-2015 industri perbankan dalam negeri menghadapi persoalan berat, karena marak praktik kecurangan (fraud) di sejumlah bank umum. “Bank bermodal besar masih bisa mempertahankan praktik GCG di perusahaan sesuai ketentuan regulator,” tutupnya. (*)
Jakarta – PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau Harita Nickel pada hari ini (22/11)… Read More
Jakarta - Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal III 2024 mencatatkan surplus sebesar USD5,9 miliar, di… Read More
Head of Institutional Banking Group PT Bank DBS Indonesia Kunardy Lie memberikan sambutan saat acara… Read More
Pengunjung melintas didepan layar yang ada dalam ajang gelaran Garuda Indonesia Travel Festival (GATF) 2024… Read More
Jakarta - PT Eastspring Investments Indonesia atau Eastspring Indonesia sebagai manajer investasi penerbit reksa dana… Read More
Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat perubahan tren transaksi pembayaran pada Oktober 2024. Penggunaan kartu ATM/Debit menyusut sebesar 11,4… Read More