Ilustrasi: Petani tembakau/istimewa
Jakarta – Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) sekaligus Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani, Hikmahanto Juwana, menegaskan sudah seharusnya Indonesia menolak adopsi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) dan segala bentuk adaptasinya.
“Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) yang terus didorong oleh jajaran Kementerian Keseharan (Kemenkes) membuat Indonesia mendapatkan intervensi dari luar negeri dalam menentukan kebijakan. Tindakan diam-diam mengadopsi ketentuan FCTC ke dalam kebijakan Kemenkes ini mencoreng kemerdekaan bernegara,” ujarnya dikutip 30 November 2024.
Hikmahanto menyatakan bahwa kondisi ini membuat Indonesia seolah-olah tidak punya kebebasan untuk menentukan kebijakan.
“Jangan ketentuan yang dibuat di luar negeri diterapkan di Indonesia. Kalau seperti ini, menunjukkan Indonesia masih dijajah oleh negara lain,” ungkapnya.
Baca juga: Kemenkes Bakal Libatkan Seluruh Pihak dalam Rancangan Permenkes
Padahal, dalam beberapa kesempatan, Indonesia telah melawan penerapan aturan yang sejalan dengan FCTC di Amerika Serikat dan Australia di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Hikmahanto mengatakan tindakan perlawanan itu harus terus dilanjutkan demi menjaga kedaulatan Indonesia.
“Kita harus konsisten. Jangan sampai lembaga tertentu menggunakan Kemenkes untuk melawan pihak lainnya, seperti Kementerian Keuangan. Dulu kan kita sudah pernah diadu domba waktu dijajah. Masa sekarang mau diadu domba lagi. Hilangkan ego sektoral masing-masing,” tegasnya.
Hikmahanto menjelaskan dirinya bukan perokok namun faktanya tidak dapat dipungkiri bahwa industri tembakau di Indonesia telah menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar di berbagai wilayah.
Perekonomian yang dibangun pun sangat besar, bahkan berkontribusi signifikan sebagai pendapatan negara melalui cukai rokok.
Maka, aturan yang pertama kali dicetuskan oleh jajaran Kemenkes ini menjadi tindakan yang sembrono. Penolakan dari berbagai pihak pun terus bermunculan, bahkan dari Kementerian dan lembaga terkait lainnya yang menjadi pembina industri tembakau.
Selain itu, Hikmahanto juga mengungkapkan dampak positif terhadap ekonomi dan sosial dari industri tembakau tidak bisa dikesampingkan oleh jajaran Kemenkes.
Baca juga: Sosiolog Nilai Aturan Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek Persulit Berbagai Elemen
“Saya menyayangkan adanya aturan ini hanya karena desakan dari pihak tertentu yang ingin mengadopsi FCTC. Kalau diterapkan, pemerintah akan mematikan industri tembakau. Ketentuan FCTC ini tidak boleh diadopsi dan menjadi hukum di Indonesia, terutama yang berkaitan dengan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek,” jelasnya.
Hikmahanto meminta pemerintah agar fokus pada aturan yang sudah berlaku dan mengedukasi masyarakat secara komprehensif terkait dampak rokok tanpa mematikan industrinya di Indonesia.
“Oleh karena itu, sesuai semangat Bapak Presiden Prabowo, kita harus tahu apa yang kita mau. Kita sebagai negara yang besar harus menolak intervensi. Kalau ada aturan itu harus sesuai kebutuhan, bukan karena dorongan asing,” tegasnya. (*)
Poin Penting 1,56 juta kendaraan meninggalkan Jabotabek selama H-7 hingga H+1 Natal 2025, naik 16,21… Read More
Poin Penting PINTU meluncurkan fitur Auto DCA Explore Plans untuk memudahkan investor berinvestasi rutin dengan… Read More
Poin Penting Sebanyak 36 dari 38 provinsi telah menetapkan UMP 2026, sesuai PP 49/2025 yang… Read More
Poin Penting Pemerintah memastikan formulasi UMP 2026 telah memasukkan indikator ekonomi seperti inflasi, indeks alfa,… Read More
Poin Penting Modal asing masuk Rp3,98 triliun pada 22–23 Desember 2025, dengan beli bersih di… Read More
Poin Penting Harga emas Galeri24, UBS, dan Antam kompak naik pada perdagangan Sabtu, 27 Desember… Read More