News Update

Guru Besar Hukum Unpad: Penyelesaian Kasus BLBI Secara Pidana Keliru

Jakarta — Penyelesaian kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang telah berjalan selama hampir 21 tahun tidak akan bisa diselesaikan secara pidana, karena sejak awal instrumen yang dipakai oleh pemerintah untuk menyelesaikan kasus tersebut merupakan instrumen hukum keperdataan.

Demikian ditegaskan Guru Besar Fakultas Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, I Gde Pantja Astawa saat tampil sebagai pembicara dalam sebuah talkshow yang diselenggarakan salah satu stasiun televisi swasta, di Jakarta, Senin (27/8) malam.

Menurut Pantja, sejak awal kasus ini bermula, pemerintah sendiri dihadapkan oleh dua pilihan, yakni menyelesaikan kasus ini melalui jalur pengadilan, ataupun menempuh jalur penyelesaian out of court settlement (di luar pengadilan).

“Pemerintah tidak pernah menempuh jalur melalui pengadilan, pemerintah menempuh jalur penyelesaian out of court settlement berbentuk perjanjian PKPS (Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham) yang terdiri dari 3 jenis MSAA, MRNIA (Master Of Refinancing And Note Issuance Agreement) dan APU (Akta Pengakuan Utang),” ungkapnya.

Bahkan Pantja menilai, kebijakan pemerintah saat ini yang kembali mengungkit kasus BLBI dan membawanya ke ranah hukum pidana adalah sesuatu yang keliru. Terlebih lagi tidak ada tuntutan gratifikasi yang dikenakan kepada Mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsyad Temenggung yang kini duduk di kursi pesakitan, sebagai terdakwa dalam kasus dugaan korupsi pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI kepada pemegang saham BDNI, Sjamsul Nursalim.

“Taruh lah kita berasumsi itu benar terjadi kerugian negara. Apakah kemudian serta merta pertanggungjawabannya menjadi pertanggungjawaban pidana? Padahal kalau kita bicara dari aturan yang ada, penyelesaian terhadap kerugian negara itu bisa berujung kepada TGR (Tuntutan Ganti Rugi) sebagaimana yang diatur di dalam Undang-Undang Perbendaharaan Negara. Terlebih lagi dengan terbitnya Undang-Undang 30 Tahun 2014. Bagi orang yang tengah menjabat itu kalau ternyata dia terbukti menyalahgunakan wewenang menimbulkan kerugian kerugian negara, tidak mesti diselesaikan secara pidana,” tegasnya.

Pada kesempatan itu, Pantja juga menyoroti objektivitas dari Laporan Audit Investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2017 yang dijadikan dasar bagi KPK untuk menjerat Syafruddin Arsyad Temenggung (SAT).

“Sebenarnya begini, suatu institusi itu diberikan otoritas melakukan pemeriksaan terhadap pengelolaan keuangan negara dalam hal ini adalah BPK, tidak boleh terjadi suatu institusi itu menerbitkan LAP yang berbeda,” kata Pantja yang juga menjabat sebagai anggota Majelis Kehormatan Kode Etik BPK.

Dia menjelaskan, jika diruntut dari awal sampai hari ini, objek serta ruang lingkup periksaan yang dilakukan oleh BPK baik berdasarkan LAP BPK tahun 2002, 2006, serta 2017 adalah sesuatu yang sama. “Tahun 2002 melakukan audit investigasi juga, cuma waktu itu kan atas permintaan DPR. Tahun 2006 setelah BPPN ditutup dilakukan lah audit. Dari situ ditegaskan bahwa SKL yang diberikan oleh Pak Syafruddin Temenggung kepada Pak Sjamsul Nursalim itu layak diberikan telah sesuai dengan kebijakan pemerintah dan peratutan perundang-undangan. Nah sementara LAP 2017, dinyatakan terjadi kerugian negara. Artinya kan begini, sekarang kita patut pertanyakan apakah LAP 2017 ini betul-betul dilakukan audit secara independen, objektif, menyeluruh atau hanya sepihak? Karena output-nya pasti akan lain,” tukasnya.

Kalau suatu audit yang dilakukan oleh BPK dengan bersandar kepada standar pemeriksaan keuangan negara dengan pemeriksaan secara independen, objektif, profesional, lanjut Pantja, tentu saja tidak bisa secara sepihak. “Artinya, menerima data, informasi dari satu pihak, mesti secara menyeluruh membandingkan dengan  LAP BPK 2002 dan 2006 baru fair,” tandasnya. (*)

 

Paulus Yoga

Recent Posts

Konsumsi Meningkat, Rata-Rata Orang Indonesia Habiskan Rp12,3 Juta di 2024

Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pengeluaran riil rata-rata per kapita masyarakat Indonesia sebesar Rp12,34 juta… Read More

31 mins ago

Laba Bank DBS Indonesia Turun 11,49 Persen jadi Rp1,29 Triliun di Triwulan III 2024

Jakarta - Bank DBS Indonesia mencatatkan penurunan laba di September 2024 (triwulan III 2024). Laba… Read More

1 hour ago

Resmi Diberhentikan dari Dirut Garuda, Irfan Setiaputra: Saya Terima dengan Profesional

Jakarta - Melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada Jumat, 15 November 2024,… Read More

2 hours ago

IHSG Ditutup Bertahan di Zona Merah 0,74 Persen ke Level 7.161

Jakarta – Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada hari ini, 15 November 2024, masih ditutup… Read More

2 hours ago

Naik 4 Persen, Prudential Indonesia Bayar Klaim Rp13,6 Triliun per Kuartal III-2024

Jakarta - PT Prudential Life Assurance atau Prudential Indonesia mencatat kinerja positif sepanjang kuartal III-2024.… Read More

3 hours ago

Kebebasan Finansial di Usia Muda: Tantangan dan Strategi bagi Gen-Z

Jakarta - Di era digital, keinginan untuk mencapai kebebasan finansial pada usia muda semakin kuat,… Read More

4 hours ago