Moneter dan Fiskal

Genjot Ekonomi Triwulan IV-2022, Pemerintah Perlu Percepat Belanja APBN

Jakarta – Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pemulihan ekonomi domestik terus bergerak cepat di tengah perlambatan ekonomi global yang sedang berlangsung. Ini terlihat dari laporan Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat Pertumbuhan Ekonomi kuartal III-2022 mencapai 5,72%.

“Berbagai upaya ini diharapkan bisa menjadi langkah kita untuk menghindari resesi global di tahun 2023. OECD, IMF, EDB, dan World Bank memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di 4,8-5,1%, artinya beberapa lembaga juga sepakat dengan Indonesia bahwa Indonesia bisa menjadi the bright spot in the dark, jadi masih bisa keluar dari resesi di tahun depan,” ungkap Menko Airlangga yang juga Ketum Golkar ini.

Direktur Eksekutif INDEF Tauhid Ahmad mengatakan, capaian pertumbuhan ekonomi di Kuartal III sebesar 5,72% benar-benar di luar prediksi dan patut diapresiasi. “Saya kira pada kuartal III, faktor best year effort sangat besar. Pada saat itu kita mengalami lompatan mobility indeks, dari negative sekarang sudah cukup tinggi,“ ungkap Tauhid dikutip 8 November 2022.

Dengan keberhasilan pemerintah menangani pandemi, kini masyarakat bergerak dan perekonomian pun ikut terdongkrak. Dua sektor pendorong pertumbuhan ekonomi yaitu dari transportasi dan pergudangan, dimana wisatawan mulai masuk dan kebutuhan belanja terus meningkat.

Namun dirinya mengingatkan, bahwa tantangan perekonomian di Kuartal IV diprediksi akan lebih berat. “Tantangan ekonomi di Kuartal IV akan lebih berat. Best year effect sudah tidak terasa, dampak kenaikan harga mulai dirasakan masyarakat,“ sebut Tauhid.

Indef sendiri memproyeksikan pertumbuhan ekonomi 5,3% di Kuartal IV-2022 mendatang. Jika pemerintah ingin kembali mencetak rekor, ada tiga yang bisa dilakukan.

“Pertama mempercepat belanja modal dan baranag. Perlu ada terobosan yang cukup strategis, dengan waktu yang sangat terbatas dalam dua bulan bisa diselesaikan, kalau tidak sangat sia-sia SILPA yang besar tidak berarti pada masyarakat yang membutuhkan,” kata Tauhid.

Yang kedua, penyesuaian yang lebih moderat Suku Bunga Bank Indonesia mengikuti perkembangan inflasi yang sangat terpengaruh kondisi global.

“Yang terakhir, agar memang perlambatan ekonomi tidak terjadi, maka perlu penguatan pasar domestik untuk berbagai produk-produk yang memiliki daya saing di pasar global dan mempercepat industri substitusi impor di tengah kuatnya arus importasi beragam produk industri,” tandas Tauhid.

Sementara itu, Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman mengungkapkan pertumbuhan 5,72% di Kuartal III 2022 (yoy) merupakan ekspansi kuartal keenam berturut-turut dan laju terkuat sejak Kuartal II 2021 meski di bawah perkiraan.

“Angka realisasi tersebut di bawah perkiraan kami sebesar 6,0% yoy dan di atas konsensus pasar sebesar 5,6%,” terangnya.

Faisal mengungkapkan peningkatan itu didasarkan pada sejumlah faktor seperti tingginya harga komoditas yang berdampak positif pada sektor eksternal dan APBN, penguatan konsumsi rumah tangga seiring membaiknya permintaan dan mobilitas masyarakat berkat keberhasilan pemerintah dalam penanggulangan covid-19. Ia memperkirakan ekonomi Indonesia tumbuh di angka 5,17% pada 2022 dengan inflasi sebesar 6,27%.

“Dengan permintaan domestik yang sehat, pertumbuhan ekspor yang kuat, kondisi fiskal, dan manajemen covid-19 yang solid, kami mempertahankan perkiraan kami bahwa ekonomi Indonesia berpotensi tumbuh sebesar 5,17% pada tahun 2022, meningkat dari 3,69% pada tahun 2021,” tambah Faisal.

Menurutnya, pemerintah terbukti mampu mengurangi tekanan inflasi terhadap konsumsi secara keseluruhan akibat kenaikan harga BBM bersubsidi pada 22 September. Kinerja ekspor komoditas utama juga terus menghasilkan pendapatan ekspor dan pendapatan fiskal, sehingga memungkinkan pemerintah untuk mempertahankan bantuan sosial dan transfer tunai, sambil tetap mengurangi defisit anggaran menuju konsolidasi fiskal pada tahun 2023.

“Dengan fundamental ekonomi Indonesia yang tetap kokoh dengan latar belakang meningkatnya risiko resesi ekonomi global tahun depan. Di tengah normalisasi moneter global yang agresif untuk memerangi inflasi yang masih tinggi, kami melihat pertumbuhan ekonomi Indonesia turun tipis menjadi 5,04% pada tahun 2023,” pungkasnya. (*)

Rezkiana Nisaputra

Recent Posts

PLN Perkuat Kolaborasi dan Pendanaan Global untuk Capai Target 75 GW Pembangkit EBT

Jakarta - PT PLN (Persero) menyatakan kesiapan untuk mendukung target pemerintah menambah kapasitas pembangkit energi… Read More

11 hours ago

Banyak Fitur dan Program Khusus, BYOND by BSI Raih Respons Positif Pasar

Jakarta – Super App terbaru dari PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI), yaitu BYOND by… Read More

16 hours ago

Pekan Kedua November, Aliran Modal Asing Keluar Indonesia Sentuh Rp7,42 Triliun

Jakarta – Bank Indonesia (BI) melaporkan aliran modal asing keluar (capital outflow) dari Indonesia pada pekan kedua… Read More

19 hours ago

IHSG Sepekan Turun 1,73 Persen, Kapitalisasi Pasar Bursa jadi Rp12.063

Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) melaporkan bahwa data perdagangan saham pada pekan 11… Read More

20 hours ago

Top! Baru Setahun, Allianz Syariah Sudah jadi Market Leader

Jakarta – Kinerja PT Asuransi Allianz Life Syariah Indonesia atau Allianz Syariah tetap moncer di… Read More

1 day ago

BPR Syariah BDS Serahkan Cash Waqf Linked Deposit Rp111 Juta ke Warga Yogyakarta

Jakarta - PT BPR Syariah BDS berkomitmen untuk memberikan pelbagai dampak positif bagi nasabahnya di Yogyakarta dan… Read More

2 days ago