Categories: Moneter dan Fiskal

Gejala Deglobalisasi, Efek dari Ketegangan Geopolitik Rusia-Ukraina

Jakarta – Ketegangan geopolitik antara Rusia-Ukraina yang hingga saat ini belum mendapatkan titik terang kapan akan berakhirnya. Hal ini telah memberikan dampak terhadap harga komoditas energi dan pangan, perdagangan, serta pasar finansial global. Beberapa hal tersebut dikhawatirkan akan memberi dampak pada peningkatan inflasi yang tinggi di global.

Ekonom, Ryan Kiryanto mengatakan, efek dari ketegangan geopolitik tersebut memunculkan second round effect, seperti gejala deglobalisasi. Gejala deglobalisasi merupakan proses berkurangnya saling ketergantungan antarnegara di seluruh dunia. Dalam hal ini berfokus pada perdagangan ekonomi atau pangan antarnegara menurun.

“Efek langsung dan second round effect daripada perang Ukraina-Rusia ini tidak bisa selesai dalam jangka pendek artinya dalam kurun waktu setahun 2 tahun, belum. Implikasi itu masih akan terus berlanjut, dengan adanya perang Ukraina dan Rusia ini yang jarang sekali di expose yaitu sekarang terjadi gejala deglobalisasi,” ucap Ryan saat diskusi terbatas dengan Infobank, Senin, 6 Juni 2022.

Gejala deglobalisasi dilakukan oleh beberapa negara untuk memprioritaskan kepentingan negara atau nasionalnya sendiri. Suatu negara biasanya memproduksi barang untuk diekspor atau diperdagangkan secara bebas di pasar dunia. Namun, ketika muncul gejala deglobalisasi mereka mengurangi pasokan barang yang diperdagangkan tersebut untuk memenuhi pasokan dalam negeri.

Beberapa negara yang melakukan deglobalisasi tersebut diantaranya adalah Indonesia, India, dan Malaysia. Pemerintah Indonesia Pada 28 April 2022 yang lalu, memberikan larangan ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) untuk mengatasi kelangkaan minyak goreng yang terjadi di Indonesia, namun larangan tersebut telah dibuka kembali pada 23 Mei 2022.

Deglobalisasi juga diikuti oleh India sebagai produsen gandum terbesar kedua di dunia. Pada 13 Mei 2022 pemerintah India memutuskan untuk melakukan pelarangan ekspor gandum ke luar negeri yang bertujuan untuk mempertahankan stok dalam negeri. Akibat dari kebijakan tersebut harga gandum dunia melonjak hingga lebih dari 40%.

Disusul Malaysia yang pada 1 Juni 2022 juga melakukan pelarangan ekspor ayam untuk mengatasi isu kenaikan harga dan berdampak pada kelangkaan pasokan ayam di Malaysia. Hal ini mengakibatkan negara tetangga Singapura juga turut mengalami kelangkaan ayam. Pasalnya Singapura membutuhkan 3,6 juta ayam hidup yang diimpor dari Malaysia. (*) Khoirifa

Evan Yulian

Recent Posts

KB Bank Beri Suntikan Pembiayaan untuk Vendor Tripatra

Jakarta – KB Bank menjalin kemitraan dengan PT Tripatra Engineers and Constructors (Tripatra) melalui program… Read More

1 hour ago

IHSG Hari Ini Ditutup Anjlok 1,84 Persen, Tembus Level 6.977

Jakarta – Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada hari ini, Kamis, 19 Desember 2024, kembali… Read More

2 hours ago

Asuransi Bintang Siap Implementasikan PSAK 117 Mulai 1 Januari 2025

Jakarta - Per 1 Januari 2025, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mewajibkan seluruh perusahaan asuransi dan… Read More

2 hours ago

Mengenal Bashe Ransomware yang Diduga Serang BRI, Apa Bahayanya?

Jakarta – Meski dikabarkan mengalami serangan ramsomware, PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) memastikan saat ini data… Read More

3 hours ago

Optimis Capai Ekonomi 8 Persen, Pemerintah Lakukan Strategi Ini

Jakarta - Di tengah tantangan global yang terus meningkat, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 8… Read More

3 hours ago

Tinggal Tap, QRIS NFC Bakal Meluncur di Kuartal I-2024

Jakarta – Bank Indonesia (BI) akan segera meluncurkan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) berbasis NFC (Near Field Communication)… Read More

4 hours ago