Jakarta – Di tengah lesunya industri otomotif dan ekonomi domestik yang masih penuh tantangan, kinerja keuangan Adira Finance tidak terhindarkan dari dampak negatif. Hingga September 2024, laba bersih perusahaan mengalami penurunan 17 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi Rp1,1 triliun. Tekanan ini terjadi meskipun total pendapatan Adira Finance naik 9 persen menjadi Rp7,5 triliun.
Direktur Utama Adira Finance, Dewa Made Susila, menyebutkan bahwa perlambatan yang dialami perusahaan merupakan bagian dari siklus bisnis yang tak terhindarkan, terutama di sektor otomotif yang mendominasi portofolio pembiayaan perusahaan hingga 80 persen.
“Jadi mohon maaf, Adira nggak selalu bagus ya. Kalau Adira mau bagus, nanti nasabahnya bisa bonyok, kita naikin lending rate. Gak apa-apa, ini proses business cycle yang dilewatin,” ujar Made dalam acara Media Update Kinerja Keuangan Adira Finance Q3 2024 di Jakarta, Kamis (31/10).
Baca juga: WOM Finance Cetak Laba Rp151,36 Miliar di September 2024, Naik 7,33 Persen
Penurunan kinerja laba ini sebagian besar disebabkan oleh melemahnya pasar otomotif, yang menjadi kontributor terbesar dalam portofolio pembiayaan Adira Finance. Pada sembilan bulan pertama tahun 2024, penjualan ritel mobil baru di Indonesia turun 12 persen yoy menjadi 657 ribu unit.
Di sisi lain, penjualan sepeda motor baru sedikit meningkat sebesar 5 persen yoy menjadi 4,7 juta unit. Hal ini berimbas pada pembiayaan baru Adira Finance, yang turun 9 persen yoy menjadi Rp27,8 triliun.
Selain tantangan pada pasar otomotif, biaya pendanaan yang meningkat akibat kenaikan suku bunga turut membebani kinerja keuangan Adira Finance. Total beban perusahaan naik signifikan sebesar 18 persen yoy menjadi Rp6,1 triliun pada periode sembilan bulan pertama 2024. Kenaikan ini terutama berasal dari peningkatan biaya kredit dan pendanaan.
Baca juga: Pembiayaan Baru BFI Finance Tembus Rp14,2 Triliun di September 2024
Meski pembiayaan otomotif melesu, Adira Finance mencatatkan pertumbuhan positif di segmen pembiayaan non-otomotif, yang tercatat mencapai Rp6,8 triliun. Menurut Made, langkah ini adalah bagian dari upaya perusahaan untuk “menetralisir” dampak dari sektor otomotif.
“Kita punya satu strategi untuk mengimbangi dengan otomotif, yaitu dengan pembiayaan non otomotif. Khususnya, di pembiayaan multiguna yang tumbuh 18,8 persen. Itu salah satu hal yang bisa kita usahakan untuk menetralisir,” tambahnya. (*) Alfi Salima Puteri
Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan sesi I hari ini (22/11) ditutup… Read More
Jakarta – Maya Watono resmi ditunjuk sebagai Direktur Utama (Dirut) Holding BUMN sektor aviasi dan… Read More
Jakarta - PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) telah menyalurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) senilai Rp158,60… Read More
Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan tegas melaksanakan langkah-langkah pengawasan secara ketat terhadap PT… Read More
Jakarta - Pada pembukaan perdagangan pagi ini pukul 9.00 WIB (22/11) Indeks Harga Saham Gabungan… Read More
Jakarta - Rupiah berpeluang masih melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) akibat ketegangan geopolitik Ukraina dan Rusia… Read More