Jakarta – Ekonom Senior INDEF, Aviliani mengatakan The Federal Reserve atau The Fed akan semakin ‘ganas’ dalam menaikan tingkat suku bunga acuannya atau Fed Funds Rate (FFR).
Hal ini disebabkan karena lembaga pemeringkat Moody’s memangkas peringkat 10 bank kecil hingga menengah di Amerika Serikat (AS) satu tingkat.
Menurutnya, The Fed akan menaikan tingkat suku bunganya hingga 50 bps, dibandingkan dengan prediksi sebelumnya yang hanya 25 bps hingga akhir tahun ini. Saat ini, FFR sendiri berada pada level 5,5 persen.
Baca juga: Citibank Ramal The Fed Bakal Kerek Suku Bunga jadi Segini di November 2023
“Biasanya kalau menurunkan rating itu cenderung suku bunga pasti naik lagi karena biasanya ada hubungannya selalu antara rating dengan tingkat suku bunga, makanya tadi yang harusnya kenaikan tinggal 25 bps bisa jadi 50 bps sampai akhir tahun,” ujar Aviliani saat ditemui awak media di acara UOB Media Literacy, Selasa 15 Agustus 2023.
Sehingga, tambah Aviliani, penurunan suku bunga The Fed akan cenderung lebih lama atau di tahun depan yang mana penurunananya tidak akan terlalu besar, karena ada kemungkinan terjadi resesi di AS.
“Tapi penurunannya pun di tahun depan diprediksikan tidak terlalu besar juga, karena kemungkinan bisa jadi resesi atau juga kalau pun inflasi turunnya gak siginifikan, jadi 2025 lah baru perbaikan ekonomi secara global,” ungkapnya.
Baca juga: Kondisi Ekonomi Global Masih Lesu, Menkeu Ungkap Penyebabnya
Sementara itu, Bank Indonesia (BI) akan terus menjaga suku bunga acuannya pada level 5,75 persen hingga akhir tahun ini. Pasalnya, BI harus menjaga pertumbuhan ekonomi.
“Karena sekarang BI juga harus menjaga pertumbuhan ekonomi, kalau inflasi kita gak tinggi gak ada alasan BI menaikan suku bunga,” ungkapnya.
Untuk itu, kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE) merupakan sebuah kompensasi agar nilai tukar rupiah bisa dijaga.
“Kalau nilai tukar gak bisa dijaga uang jadi keluar gara-gara kita bunganya rendah bisa jadi rupiah melemah inflasi juga akhirnya. Jadi BI berusaha untuk menjaga suku bunga itu dengan inflasi yang ada,” terangnya.
Namun, di sisi lain DHE ini tergantung pada realisasinya di Desember 2023 nanti. Apakah kebijakan ini bisa tercapai untuk menjaga nilai tukar rupiah atau sebaliknya kalau tidak rupiah dikhawatirkan akan melemah.
Baca juga: Eksportir Nakal Langgar Aturan DHE, Siap-Siap Kena Sanksi Ini!
“Menurut saya sih mungkin bisa juga BI memanfaatkan pinjaman untuk jaga devisa, kan lebih murah pinjaman dari pada DHE, kalau DHE lEbih mahal karena bunganya harus sama dengan singapura,” imbuh Aviliani.
Di samping itu, lanjutnya, pemerintah juga harus mewaspadai adanya El-nino untuk tetap menjaga inflasi pangan. (*)
Editor: Galih Pratama
Jakarta - PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) resmi membuka penjualan tiket kereta cepat Whoosh… Read More
Jakarta - PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) terus berkomitmen mendukung pengembangan sektor pariwisata berkelanjutan… Read More
Tangerang - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag) meluncurkan program… Read More
Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat bahwa data perdagangan saham selama periode 16-20… Read More
Jakarta – Bank Indonesia (BI) mencatat di minggu ketiga Desember 2024, aliran modal asing keluar… Read More
Jakarta - PT Asuransi BRI Life meyakini bisnis asuransi jiwa akan tetap tumbuh positif pada… Read More