Internasional

Gara-Gara Ini, OECD Ramal Ekonomi Global Melambat jadi 2,7 Persen di 2024

Jakarta – Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) memprediksi pertumbuhan ekonomi global akan ‘terpuruk’ pada 2024 akibat tekanan perang, inflasi dan suku bunga yang masih tinggi.

Pertumbuhannya akan melamban ke angka 2,7 persen pada 2024 dari laju sebesar 2,9 persen tahun ini. Hal ini merupakan pertumbuhan tahunan terendah sejak terjadi pandemi pada 2020.

Sekjen OECD Mathias Cormann mengungkapkan, meski prospek yang suram tersebut pihaknya memproyeksikan resesi akan bisa dihindari.

Baca juga: Kondisi Ekonomi dan Geopolitik Global yang Tak Stabil Bikin Jokowi Resah dan Gelisah

“Akan tetapi, risiko inflasi akan tetap tinggi serta konflik Israel Hamas dan perang Rusia di Ukraina berpengaruh pada harga komoditas seperti minyak dan gandum,” jelasnya, dinukil VOA Indonesia, Kamis, 30 November 2023.

Menurutnya, faktor penting dalam perlambanan ekonomi global yakni adanya dugaan bahwa kedua ekonomi terbesar di dunia, AS dan China, akan menurun pertumbuhannya tahun depan.

Di mana, ekonomi AS diramalkan hanya akan tumbuh 1,5 persen pada 2024, dari 2,4 persen pada 2023, akibat kenaikan suku bunga sebanyak 11 kali oleh Fed masih terus menghambat pertumbuhan.

Sementara itu, suku bunga Fed yang lebih tinggi telah membuat biaya pinjaman mahal untuk konsumen dan bisnis, namun telah membantu menurunkan inflasi dari rekor empat dekade pada 2022.

OECD pun mengantisipasi inflasi AS turun dari 3,9 persen tahun 2023 ke 2,8 persen pada 2024 dan 2,2 persen pada 2025, sedikit di atas tingkat sasaran Fed sebesar dua persen.

Untuk sementara ini, ekonomi Amerika kuat, dan Departemen Perdagangan Rabu melaporkan pertumbuhan ekonomi AS dari Juli dan September menyaksikan pertumbuhan sebesar 5,2 persen.

OECD menaksir, pertumbuhan kolektif di zona Euro akan mencapai 0,9 persen tahun depan, lemah tetapi merupakan peningkatan dari ramalan 0,6 persen pada 2023.

Baca juga: 3 Isu Global Ini Akan Pengaruhi Pertumbuhan Ekonomi RI di 2024

“Sebuah kesimpulan utama hari ini adalah prospek ekonomi yang kuat di AS, tetapi lemah di Eropa,” kata Clare Lombardelli, ekonom OECD utama, kepada para reporter.

Dia mengacu kepada dampak pada Eropa dari kenaikan harga energi tahun lalu setelah Rusia memutuskan sebagian besar aliran gas alamnya ke Eropa Barat.

Hal itu menyebabkan biaya untuk rumah tangga dan bisnis menjulang tinggi, menyebabkan krisis biaya hidup serta merugikan sektor manufaktur di negara seperti Jerman. (*)

Editor: Galih Pratama

Muhamad Ibrahim

Recent Posts

Menkop Budi Arie Dukung Inkud Pererat Kerja Sama dengan Cina-Malaysia di Pertanian

Jakarta - Menteri Koperasi (Menkop) Budi Arie Setiadi mendukung langkah Induk Koperasi Unit Desa (Inkud)… Read More

7 mins ago

Ajak Nasabah Sehat Sambil Cuan, BCA Gelar Runvestasi

Jakarta - PT Bank Central Asia Tbk (BCA) untuk pertama kalinya menggelar kompetisi Runvestasi pada… Read More

1 hour ago

IHSG Ambles hingga Tembus Level 7.200, Ini Tanggapan BEI

Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) memberi tanggapan terkait penutupan Indeks Harga Saham Gabungan… Read More

1 hour ago

BEI Gelar CMSE 2024, Perluas Edukasi Pasar Modal ke Masyarakat

Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) bersama Self-Regulatory Organization (SRO), dengan dukungan dari Otoritas… Read More

2 hours ago

Makan Bergizi Gratis Dinilai Dongkrak Perekonomian, Ini Penjelasannya

Jakarta - Program makan bergizi gratis yang dicanangkan oleh Presiden Prabowo Subianto dinilai memberikan dampak… Read More

2 hours ago

HSBC Cetak Pertumbuhan Dana Kelolaan Nasabah Tajir Rp10 Triliun di Kuartal III 2024

Jakarta – PT Bank HSBC Indonesia (HSBC Indonesia) mencetak pertumbuhan dana kelolaan nasabah kaya (afluent) menembus… Read More

3 hours ago