Singapura – Otoritas Moneter Singapura (MAS) resmi melarang DBS Bank dari segala bentuk akuisisi bisnis baru dalam waktu enam bulan ke depan, sebagai respons atas sejumlah gangguan yang dialami layanan bank tersebut di tahun ini.
DBS sebagai bank dengan ekosistem layanan pinjaman terbesar di Singapura juga diinstruksikan untuk menunda segala bentuk perubahan yang tidak esensial pada sistem IT-nya selama enam bulan ke depan.
“Ini untuk memastikan bahwa DBS mendedikasikan fokus dan sumber dayanya dalam memperkuat sistem pengelolaan dan pengendalian risiko teknologinya,” tulis MAS pada keterangannya, seperti dikutip dari channelnewsasia, Kamis, 2 November 2023.
Kebijakan pelarangan ini juga mencakup pelarangan terhadap pengurangan jumlah cabang dan jaringan ATM di Singapura untuk saat ini. Menurut MAS, hal ini diperlukan demi memastikan adanya jumlah alternatif channel yang memadai bagi para konsumen bila sewaktu-waktu terdapat gangguan lagi pada sistem Bank DBS, sambil DBS terus memperkuat sistem operasi dari channel digitalnya.
Baca juga: DBS Indonesia Sudah Kucurkan Kredit USD1.300 Juta ke BUMN, Untuk Apa?
“Kebijakan tersebut akan terus diterapkan hingga MAS puas dengan progress dari perbaikan yang dilakukan oleh DBS,” tegas otoritas keuangan Singapura itu.
Digital banking dan layanan pembayaran DBS dan Citibank mengalami gangguan selama berjam-jam pada 14 Oktober lalu, akibat isu teknis dengan sistem pendingin di data center-nya yang dioperasikan oleh Equinix. Mesin ATM DBS turut terkena dampaknya, yang pada akhirnya memaksa bank terbesar di Singapura itu untuk membuka jaringan cabangnya di hari Sabtu siang demi membantu para konsumen.
MAS telah menginstruksikan DBS dan Citibank untuk melakukan investigasi secara menyeluruh. Bahkan, MAS telah berujar bila kedua bank itu tak akan bisa memulihkan sistem operasi dari gangguan dalam tenggat waktu yang diberikan. Berdasarkan regulasi yang ada, segala bentuk gangguan pada layanan operasi perbankan yang berdampak bagi konsumen, tak boleh melewati batas waktu empat jam dalam periode 12 bulan.
Kedua bank itu diwajibkan untuk mem-back up data center dan sistemnya, sesuai instruksi MAS yang dirilis 19 Oktober lalu sebagai respons atas gangguan layanan tersebut. Gangguan pada 14 Oktober lalu adalah salah satu dari serangkaian gangguan berulang yang terjadi sebelumnya. Gangguan operasi terjadi sejak bulan Maret, di mana penghentian layanan selama seharian menerpa beberapa platform pembayaran dan online banking DBS, seperti PayLah!, yang akhirnya membuat MAS merilis pernyataan bahwa bank itu telah gagal dalam melakukan recovery cepat dari gangguan layanan yang tak bisa diterima itu.
Berlanjut di bulan Mei, layanan ATM dan digital banking DBS mengalami down, akibat human error saat melakukan coding untuk sistem program yang digunakan pada sistem maintanance. Setelah dua gangguan layanan berturut-turut dalam waktu hanya lebih dari sebulan, MAS lalu mewajibkan persyaratan modal tambahan bagi DBS.
Mengacu pada gangguan operasi di bulan Maret, MAS turut menginstruksikan DBS untuk meminta pihak ketiga yang independen melakukan tinjauan menyeluruh atas efektifitas dan kapasitas SDM DBS dalam melakukan recovery pada layanan digital perbankan. MAS mencatat pada hari Rabu bahwa kekurangan telah diidentifikasi dalam ketahanan sistem, manajemen insiden, manajemen perubahan, serta tata kelola dan pengawasan risiko teknologi.
Baca juga: Bank DBS Dukung RI jadi Pusat Pertumbuhan Ekonomi Berkelanjutan di ASEAN
Setelah tinjauan independen yang dilakukan oleh perusahaan konsultan Accenture, DBS kemudian menetapkan peta jalan untuk mengatasi kekurangan tersebut.
“Peta jalan ini diterapkan secara bertahap, dengan perubahan yang mempengaruhi desain arsitektur sistemnya, membutuhkan lebih banyak waktu untuk diselesaikan,” kata MAS.
MAS mengatakan, DBS akan membutuhkan waktu hingga 24 bulan untuk menerapkan perubahan struktural yang direncanakan guna meningkatkan ketahanan layanan perbankan digitalnya. “Sementara gangguan masih mungkin terjadi. Dalam situasi seperti ini, MAS mengharapkan Bank DBS segera memulihkan layanannya dan berkomunikasi dengan nasabah secara jelas dan tepat waktu,” tegasnya.
Regulator akan meninjau kemajuan yang dicapai DBS dalam upaya remediasinya di akhir enam bulan ke depan. Meminta maaf atas gangguan ini, CEO DBS Piyush Gupta mengatakan bank akan menyisihkan anggaran khusus sebesar S$80 juta (US$58 juta) untuk meningkatkan ketahanan sistem.
“Kepastian kami kepada pelanggan adalah bahwa mereka dapat mengharapkan tindakan ini untuk menghasilkan perbaikan nyata dalam waktu dekat dan seiring berjalannya waktu,” jelas Piyush.
Bahkan, Chairman DBS Peter Seah mengungkapkan, akan ada sanksi kompensasi yang dikenakan pada jajaran manajemen senior yang dinilainya bertanggung jawab atas gangguan operasi dan ketidaknyamanan yang menimpa konsumen. (*) Steven Widjaja
Jakarta – Bank Indonesia (BI) melaporkan penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Oktober 2024 mencapai Rp8.460,6 triliun,… Read More
Jakarta - Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) menolak rencana pemerintah menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi… Read More
Jakarta - Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada hari ini, Jumat, 22 November 2024, ditutup… Read More
Jakarta – Bank Indonesia (BI) mencatat uang beredar (M2) tetap tumbuh. Posisi M2 pada Oktober 2024 tercatat… Read More
Jakarta - PT Indonesia Infrastructure Finance (IIF) kembali meraih peringkat "Gold Rank" dalam ajang Asia… Read More
Jakarta – Menjelang akhir 2024, PT Hyundai Motors Indonesia resmi merilis new Tucson di Indonesia. Sport Utility Vehicle (SUV)… Read More