Moneter dan Fiskal

FXTM : Sentimen Ekonomi Indonesia Terus Membaik

Jakarta – Laporan neraca perdagangan negara-negara emerging market pada Juni lalu trennya membaik. Demikian juga dengan Indonesia. Neraca Perdagangan RI tercatat surplus  US$900 juta pada Juni 2016 dibanding Mei yang tercatat US$374 juta.

Jameel Ahmad, Analyst FXTM mengatakan, sentimen terhadap ekonomi Indonesia menunjukkan dorongan awal setelah berita bahwa Indonesia telah melampaui Malaysia dan Thailand menjadi emerging market atau pasar negara berkembang terbesar di Asia Tenggara. Laporan neraca perdagangan bulan Juni, lanjut Jameel, menunjukkan hasil yang lebih baik dari yang diharapkan.

Sementara, data impor/ekspor menunjukkan penurunan lagi di bulan Juni, angka impor jatuh sedikit di atas 7% jika dibandingkan dengan perkiraan 10% dan ekspor turun hanya 4% jika dibandingkan dengan perkiraan sebelumnya di angaka 12%.

Menurut Jameel, pengurangan laju turunnya ekspor seharusnya dapat membatasi kekhawatiran akan rentannya Indonesia terhadap resiko-resiko pertumbuhan yang sifatnya eksternal, sementara BI jelas-jelas sedang berusaha untuk memperbaiki pengeluaran dan pinjaman konsumen melalui suku bunga bank yang lebih rendah. “Diharapkan bahwa pergerakan yang bertahap tapi teratur yang diambil oleh BI sepanjang 2016 ini dapat memberikan dampak pada perekonomian lokal selama paruh kedua tahun ini” ujarnya.

Secara keseluruhan, telah terjadi perbaikan sentiment ekonomi terhadap Indonesia beberapa minggu ini yang dapat menambahkan berita bahwa para emerging market baru saja mencetak rekor pendapatan mingguan terkuatnya dalam empat bulan. Para investor pun membingkai harapan mereka lebih tinggi bahwa bank-bank sentral akan membatasi kemungkinan kejatuhan ekonomi akibat voting Inggris untuk keluar dari Uni Eropa, baik melaui pelonggaran moneter atau dengan mempertahankan akomodatif kebijakan untuk menghadapi resiko-resiko yang tidak diperkirakan.

Disaat yang sama, pasar ekuiti umumnya bereaksi positif saat bank-bank sentral mengeluarkan pernyataan untuk mempertahankan akomodatif kebijakan moneter namun alasan utama lainnya mengapa para emerging market menghasilkan untung dari kejadian ini adalah karena harapan-harapan agar terjadinya kenaikan suku bunga AS sudah surut. Jika Federal Reserve menjaga suku bunga AS tetap rendah lebih lama, capital outflow tidak akan lagi menjadi ancaman berat dan hal ini dapat mendukung keseluruhan perbaikan sentiment terhadap emerging market.

“Berita terakhir minggu lalu  GDP Cina dilaporkan gagal menunjukkan tanda-tanda akan adanya pertumbuhan ekonomi yang melambat, yang dapat membawa kepada momentum yang lebih jauh lagi jika mengaitkan dengan naiknya risk appetite terhadap emerging market selama medium term” pungkasnya. (*)

Apriyani

Recent Posts

Evelyn Halim, Dirut SG Finance, Raih Penghargaan Top CEO 2024

Jakarta – Evelyn Halim, Direktur Utama Sarana Global Finance Indonesia (SG Finance), dinobatkan sebagai salah… Read More

2 hours ago

Bos Sompo Insurance Ungkap Tantangan Industri Asuransi Sepanjang 2024

Jakarta - Industri asuransi menghadapi tekanan berat sepanjang tahun 2024, termasuk penurunan penjualan kendaraan dan… Read More

3 hours ago

BSI: Keuangan Syariah Nasional Berpotensi Tembus Rp3.430 Triliun di 2025

Jakarta - Industri perbankan syariah diproyeksikan akan mencatat kinerja positif pada tahun 2025. Hal ini… Read More

3 hours ago

Begini Respons Sompo Insurance soal Program Asuransi Wajib TPL

Jakarta - Presiden Direktur Sompo Insurance, Eric Nemitz, menyoroti pentingnya penerapan asuransi wajib pihak ketiga… Read More

4 hours ago

BCA Salurkan Kredit Sindikasi ke Jasa Marga, Dukung Pembangunan Jalan Tol Akses Patimban

Senior Vice President Corporate Banking Group BCA Yayi Mustika P tengah memberikan sambutan disela acara… Read More

5 hours ago

Genap Berusia 27 Tahun, Ini Sederet Pencapaian KSEI di Pasar Modal 2024

Jakarta - PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) mencatat sejumlah pencapaian strategis sepanjang 2024 melalui berbagai… Read More

5 hours ago