Jakarta – Kebangkrutan Silicon Valley Bank (SVB) sebenarnya terjadi akibat dari sebagian likuiditas SVB yang disimpan pada surat berharga Amerika Serikat (AS) US T-Bill merosot akibat peningkatan suku bunga acuan The Fed. Padahal, SVB selama pandemi Covid-19 memiliki arus likuiditas yang cukup aman.
Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Piter Abdullah, menegaskan bahwa hal tersebut tidak akan berdampak ke perbankan Indonesia, karena Indonesia sendiri tidak memiliki cabang SVB dan juga tidak memiliki transaksi langsung ke SVB.
“Tapi kan itu kondisi dan kejadiannya di AS jadi ngga langsung berkenaan dengan kita, kan perbankan kita nggak memainkan T-Billsnya AS, jadi nggak masalah yang masalah kita kemarin itu adalah memunculkan kekhawatiran pasar akan perlambatan yang berdampak pada pasar keuangan kita,” ucap Piter kepada Infobanknews di Jakarta, 31 Maret 2023.
Kemudian, ia menambahkan bahwa kondisi perbankan Indonesia saat ini relatif aman karena sistem perbankan Indonesia masih cukup kuat secara fundamental, khususnya perbankan yang juga masih bagus, serta tidak terekspose langsung oleh sistem keuangan global.
Lebih lanjut Piter menjelaskan, melihat keadaan itu, suku bunga Bank Indonesia (BI) memiliki kemungkinan kecil untuk kembali naik, jika nantinya naik kenaikan tersebut hanya diperkirakan sebesar 25 bsp.
“Karena apa? The Fed sendiri kalau saya melihatnya ini dan dilihat oleh pasar juga The Fed kan kemaren terakhir menaikkan baru bulan ini 25 bsp kenaikan, itu sebenenrya di bawah perkiraan pasar yang berada di kisaran 50 bsp,” imbuhnya.
Piter melihat, kasus yang terjadi pada SVB tersebut menjadi salah satu hal yang menyadarkan The Fed bahwa terdapat risiko yang terjadi akibat dari keputusan untuk meningkatkan suku bunga terus menerus. Sehingga, hal tersebut memicu The Fed untuk membalikkan arah suku bunga menjadi menurun atau tetap.
“Jadi saya melihatnya akan berbalik kalaupun tidak berbalik dia akan menahan suku bunganya. Analis di Amerika yang menyebutkan, The Fed ini ada kemungkinan berbalik atau akan mulai menurunkan suku bunga pada tahun ini,” ujar Piter.
Sehingga, jika hal tersebut terjadi suku bunga BI pun juga tidak akan kembali meningkat atau bahkan bisa mengikuti alur The Fed yang mulai menurunkan suku bunga nantinya dan untuk saat ini suku bunga BI diprediksi tidak akan meningkat lebih tinggi.
Senada, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) M. Rizal Taufikurahman, menyatakan bahwa saat ini suku bunga BI masih moderat dalam jangka pendek dan hal tersebut tetap harus terus memonitor dampaknya terhadap keuangan dan ekonomi nasional.
“Nampaknya BI akan tetap bertahan di suku bunga saat ini hingga akhir tahun, keuali pada tahun ini kondisi inflasi yang semakin tak terkendali, sehingga mengharuskan revisi kembali,” kata Rizal kepada Infobanknews.
Adapun, untuk mengantisipasi kondisi krisis perbankan global seperti SVB, Perbankan Indonesia tetap harus memperkuat kontrol terhadap pengelolaan kredit perbankan, peredaran uang, dan sistem perbankan itu sendiri. (*)
Editor: Galih Pratama
Jakarta – PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau Harita Nickel pada hari ini (22/11)… Read More
Jakarta - Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal III 2024 mencatatkan surplus sebesar USD5,9 miliar, di… Read More
Head of Institutional Banking Group PT Bank DBS Indonesia Kunardy Lie memberikan sambutan saat acara… Read More
Pengunjung melintas didepan layar yang ada dalam ajang gelaran Garuda Indonesia Travel Festival (GATF) 2024… Read More
Jakarta - PT Eastspring Investments Indonesia atau Eastspring Indonesia sebagai manajer investasi penerbit reksa dana… Read More
Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat perubahan tren transaksi pembayaran pada Oktober 2024. Penggunaan kartu ATM/Debit menyusut sebesar 11,4… Read More