Kasubag PI SET NCB Interpol Divhubinter Polri, AKBP Ahmad Fadilan, dalam acara Infobank Institute bertajuk Digital "Payment & Security Outlook 2026-2030: Trends, Competitive Landscape and Forecast Insight", Jumat, 21 November 2025. (Foto: Zaenal Abdurrani)
Poin Penting
Jakarta – Istilah Fraud as a Service (FaaS) merujuk kepada layanan yang ditawarkan oleh sindikat peretas untuk melakukan aksi penipuan. “Servis” ini kian marak ditemukan, terutama di dark web, dan mengancam berbagai industri, termasuk perbankan.
Kasubag PI SET NCB Interpol Divhubinter Polri, AKBP Ahmad Fadilan menyebut, FaaS mampu memicu kerugian yang sangat besar bagi sektor perbankan. Dengan membayar sindikat peretas berpengalaman, seseorang tanpa kemampuan hacking sekalipun dapat melakukan fraud terhadap pelaku industri.
“Seseorang yang tidak ahli teknik peretasan pun dapat menyewa paket lengkap penipuan. Mulai dari phishing kit, jasa takeover akun, layanan kartu kredi palsu, money laundering, dan lain-lain, dari pihak lain,” terang Ahmad dalam acara Infobank Institute bertajuk Digital “Payment & Security Outlook 2026-2030: Trends, Competitive Landscape and Forecast Insight”, Jumat, 21 November 2025.
Baca juga: Artajasa Ingatkan Pelaku Industri Keuangan Jangan Sepelekan Risiko Fraud
Ahmad mengaku pernah bertemu sejumlah peretas dalam negeri yang piawai membobol sistem keamanan siber. Berdasarkan testimoni mereka, layanan fraud tersebut benar-benar ditawarkan oleh pelaku kejahatan siber.
Ia mewanti-wanti potensi fraud yang bersumber dari sindikat ini. Bagi industri perbankan, kerugian yang ditimbulkan dapat mencapai angka besar dan berisiko menurunkan kepercayaan nasabah terhadap perusahaan.
“Ribuan pelaku kejahatan itu dilakukan oleh yang namanya white collar crime. Dan, ribuan pelaku kejahatan itu nilai kerugiannya sama dengan satu kasus. Tapi, sampai kiamat, mungkin nggak bisa selesai juga,” imbuh Ahmad.
Baca juga: Waspada! Ini Sederet Modus Fraud yang Sering Dialami Nasabah BNI
Fenomena FaaS di Indonesia semakin mengkhawatirkan mengingat tingginya tingkat penipuan daring. Ahmad menyebut, dari puluhan ribu laporan masyarakat ke kepolisian sepanjang 2023–2024, penipuan online menjadi yang tertinggi dengan 14.495 aduan.
Ia bahkan menceritakan satu kasus di mana sebuah wilayah di Indonesia diketahui warganya menerapkan praktik FaaS. Mereka menipu masyarakat yang kurang literasi digital untuk memperkaya diri, bahkan menurunkan ilmu penipuan tersebut ke teman atau kerabat.
Untuk menangkal FaaS, Ahmad memberikan sejumlah rekomendasi bagi perbankan. Langkah sederhana seperti pemantauan siber secara berkala dan menghindari pesan mencurigakan yang berpotensi mengandung phishing bisa membantu meminimalkan ancaman fraud.
“Waspada dengan modus phishing. Hati-hati, dengan email, pesan, atau panggilan yang meminta informasi yang sensitif. Ini sampai sekarang masih tinggi nih modus-modus seperti ini,” bebernya.
Ia menambahkan, industri perbankan perlu terus memperbarui pengetahuan mengenai tren keamanan siber agar dapat mencegah insiden yang merugikan. (*) Mohammad Adrianto Sukarso
Poin Penting PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menekankan kolaborasi lintas sektor (pemerintah, dunia usaha, investor,… Read More
Poin Penting PT Phapros Tbk (PEHA) mencetak laba bersih Rp7,7 miliar per September 2025, berbalik… Read More
Poin Penting Unilever Indonesia membagikan dividen interim 2025 sebesar Rp3,30 triliun atau Rp87 per saham,… Read More
Poin Penting IFAC menekankan pentingnya kolaborasi regional untuk memperkuat profesi akuntansi di Asia Pasifik, termasuk… Read More
Poin Penting BAKN DPR RI mendorong peninjauan ulang aturan KUR, khususnya agar ASN golongan rendah… Read More
Poin Penting IHSG menguat ke 8.655,97 dan sempat mencetak ATH baru di level 8.689, didorong… Read More