Jakarta – Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) meminta untuk kebijakan defisit fiskal pada tahun 2025 atau awal pemerintahan baru mengarah pada keseimbangan alias 0 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Hal ini disampaikan dalam Rapat Paripurna DPR RI tentang penyampaian pandangan atas Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) Tahun 2025, Selasa (28/5/2024).
“Kebijakan defisit pada APBN 25 sebagai APBN transisi diarahkan pada surplus anggaran atau defisit 0 persen,” ujar Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PDIP Edy Wuryanto.
Baca juga: Sri Mulyani Buka Suara Soal Efisiensi Anggaran Subsidi Energi di 2025
Dia menyatakan bahwa pada masa transisi ke pemerintahan baru, tidak sepantasnya pemerintahan lama memberikan beban atas defisit anggaran.
“Pada APBN transisi tidak sepantasnya pemerintahan lama memberikan beban defisit atas program-program yang belum merupakan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan RPJMN program baru,” katanya.
Sementara itu, Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi Partai Golkar Dewi Asmara menyampaikan bahwa rancangan defisit sebesar 2,45 hingga 2,82 persen masih sesuai dengan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 17/2023 tentang Keuangan Negara yang menetapkan defisit maksimal sebesar 3 persen dan stang maksimal 60 persen dari PDB.
Meski demikian, Anggota Fraksi dari Partai Golkar ini menyoroti soal keseimbangan primer yang diproyeksikan -30 hingga 0,61 persen terhadap PDB, lebih rendah dibandingkan tahun 2023 yang Masih dwangka 0,49 persen.
“Ini mencerminakan kebutuhan pemerintah terhadap pembiayaan utang yang lebih tinggi dari biasanya dan kami meminta penjelasan lebih rinci dari pemerintah akan hal tersebut,” ujar Dewi.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menetapkan defisit fiskal tahun 2025 yang merupakan periode pertama kepemimpinan presiden terpilih Prabowo Subianto, yakni berada di kisaran 2,45 hinca 2,82 persen.
Baca juga: Ekonom DBS: Defisit Fiskal RI Lebih Baik Dibandingkan Negara Lain
Menkeu menjelaskan bahwa upaya untuk menutup defisit tersebut dilakukan dengan mendorong pembiayaan yang inovatif, prudent dan sustainable.
Di antaranya, kata Sri Mulyani, dengan mengendalikan rasio utang dalam batas manageable di kisaran 37,98 persen hing 38,71 persen dari PDB, dan mendorong efektivitas pembiayaan investasi untuk mendukung transformasi ekonomi dengan memberdayakan peran BUMN, BLU (Badan Layanan Umum), SMV (Special Mission Vehicle) dan SWF (Sovereign Wealth Fund).
Kemudian, juga memanfaatkan SAL (Saldo Anggaran Lebih) untuk antisipasi ketidakpastian dan peningkatan akses pembiayaan bagi MBR (Masyarakat berpenghsilan Rendah dan UMKM. Serta, mendorong skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) yang sustainable. (*)
Editor: Galih Pratama
Jakarta - PT MNC Digital Entertainment Tbk (MSIN), anak perusahaan dari PT Media Nusantara Citra… Read More
Jakarta - Penurunan jumlah kelas menengah dan daya beli masyarakat belakangan ini menimbulkan kekhawatiran di… Read More
Jakarta - Presiden Prabowo Subianto menerima surat kepercayaan dari tujuh Duta Besar Luar Biasa dan… Read More
Jakarta – Unilever Food Solutions (UFS), perusahaan penyedia layanan makanan profesional, memperkenalkan lima tren kuliner… Read More
Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiaatmadja memberikan sambutan saat acara pengumuman… Read More
Suasana saat konferensi pers Pre-Grand Launching BYOND by BSI, di Jakarta. Karyawan tengah menunjukan SuperApp… Read More