Jakarta – Ikatan Ahlli Geologi Indonesia (IAGI) menyatakan, formulasi harga batubara, sebaiknya dapat didiskusikan terlebih dahulu antara pemerintah dalam kepentingannya untuk mengelola kebutuhan energi di dalam negeri, dan pengusaha pertambangan batubara.
Hal ini menanggapi rencana pemerintah yang akan segera menetapkan formulasi harga batubara khusus pasar domestik (Domestic Market Obligation).
”Pada dasarnya persoalan harga batubara domestik adalah persoalan visi jangka panjang. Sehingga mestinya hal tersebut telah ditetapkan oleh pemerintah, jauh sebelum PLTU Batubara mendominasi bauran energi di Indonesia,” kata Ketua Kebijakan Publik IAGI, Singgih Widagdo di Jakarta, akhir pekan kemarin, 24 Febuari 2018.
Ia mengatakan pemerintah semestinya memisahkan antara harga batubara di dalam negeri dengan harga batubara untuk kepentingan ekspor.
Memisahkan harga jual batubara untuk pasar domestik dan ekspor, bukan saja mempertimbangkan nilai ekonomi semata, namun juga menjadi rasional bagi masyarakat dalam menilai pemerintah, mengelola sumberdaya alam untuk kepentingan sebesar-besar rakyat.
“Sebab muncul tuntutan dari berbagai pihak, agar sebagai eksportir batubara terbesar di dunia, Indonesia semestinya dapat memainkan perannya dalam mempengaruhi harga batubara di pasar internasional,”tutur alumnus UGM ini.
Baca juga: Ichsanuddin: Pemilik Jangan Mainkan Harga Batubara
Mengenai perbedaan nilai harga antara pasar domestik dan ekspor, idealnya ujar dia menjadi pemikiran kepentingan oleh berbagai pihak, seperti Kementeriaan ESDM, Kementerian Keuangan, pemerintah daerah, dan juga investor pertambangan.
Dengan memisahkan harga domestik dan ekspor, yang semestinya telah ditetapkan, maka perdebatan di saat indeks harga batubara menyentuh diatas US$100 telah dapat diantisipasi sebelumnya dengan menggunakan satu formulasi.
Seperti diketahui, awal 2018, Kementerian ESDM telah menetapkan persentase minimal penjualan batubara untuk kepentingan dalam negeri atau Domestic Market Obligation (DMO) sebesar 25 persen dari rencana produksi tahun 2018 yang disetujui.
Diharapkan dengan persentase 25 persen tersebut, kewajiban DMO naik menjadi 121 juta ton. Kementerian ESDM mempertegas batas atas produksi tahun ini sebesar 485 juta ton.
Jumlah dihitung atas realisasi produksi sepanjang 2017 sebanyak 461 juta ton ditambah 5 persen toleransi ekspansi produksi yang bisa diberikan ESDM. Selama 2017, penyerapan batubara DMO batubara tercatat sebanyak 97 juta ton. Jumlah ini lebih rendah dibandingkan target yang diwajibkan dalam DMO 2017, sebesar 121 juta ton.
Karena itu ada usulan agar DMO diletakkan atas dasar national coal logistic chain secara menyeluruh atas industri pertambangan batubara yang telah terbangun seperti saat ini.
Semestinya DMO tidak diletakkan sebagai ruang yang terbuka, di mana semua perusahaan dapat memasok batubaranya ke berbagai pengguna batubara, dari sisi kapasitas produksi, volume DMO, loading capacity, discharging facilities di pihak pemakai dan belum lagi masalah kualitas batubara, akan menjadi parameter yang semestinya dipertimbangkan terlebih dahulu.
Termasuk juga perlu pertimbangan jika sudah terjadi kontrak jangka panjang yang telah dimiliki oleh PLN dan Independent Power Producer (IPP) untuk memasok batubaranya. (*)
Jakarta - PT Caturkarda Depo Bangunan Tbk (DEPO) hari ini mengadakan paparan publik terkait kinerja… Read More
Jakarta - Bank Indonesia (BI) melaporkan posisi Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada triwulan III 2024 tercatat… Read More
Jakarta - Wakil Menteri Koperasi (Wamenkop) Ferry Juliantono turun tangan mengatasi kisruh yang membelit Koperasi Produksi Susu… Read More
Serang - PT Bank Pembangunan Daerah Banten Tbk (Bank Banten) menyakini proses kelompok usaha bank… Read More
Jakarta – MUFG Bank Cabang Jakarta, berhasil mencatatkan kinerja positif pada kuartal III 2024. Berdasarkan… Read More
Jakarta - Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada perdagangan sesi I, hari ini, 15 November… Read More