Jakarta — Dalam 3 bulan terakhir, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah banyak melakukan kegiatan Proaktif dan Preventif dalam rangka memberikan perlindungan kepada konsumen.
AFPI mengapresiasi upaya bantuan hukum yang dilakukan oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) kepada masyarakat yang mengaku telah menjadi korban pinjaman online. Harapannya, kawan-kawan LBH juga dapat menjadi bagian penting dalam upaya edukasi dan perlindungan konsumen fintech lending di Tanah Air.
“Secara preventif, kami telah menetapkan kode etik operasional Fintech yang banyak melindungi konsumen, seperti diantaranya, larangan mengakses kontak, dan juga penetapan biaya maksimal pinjaman,” jelas Sunu Widyatmoko, Wakil Ketua Umum AFPI, melalui keterangan resminya di Jakarta, Senin 10 Desember 2018.
Secara proaktif, bersama Otoritas Jasa Keuangan, AFPI juga aktif mengundang rekan-rekan dari LBH yang menerima laporan dari masyarakat untuk melakukan sosialisasi terkait pengaduan tersebut.
Terkait informasi yang disampaikan oleh LBH Jakarta di berbagai media, lanjut Sunu, pada beberapa waktu lalu, yakni 14 dan 23 November 2018, AFPI bersama dengan OJK, telah mengundang LBH Jakarta, beberapa LBH lainnya, termasuk Kemenkominfo, Google Indonesia, Bareskrim, Satgas Waspada Investasi, untuk membahas hal-hal penanganan issue korban pinjaman online.
“AFPI memandang perlindungan konsumen fintech lending sebagai hal yang sangat serius, sehingga perlu mendapat informasi secara langsung dari pihak-pihak terkait secara lugas dan transparan, agar kami dapat mengambil tindakan administratif secara tegas, apabila terbukti telah terjadi pelanggaran,” tutur Sunu.
Tindakan administratif atas pelanggaran perlindungan konsumen, dapat dalam bentuk Peringatan Tertulis, Pembekuan Kegiatan Usaha, sampai dengan Pencabutan atau Pembatalan Tanda Terdaftar. Kedua pertemuan pada 14 dan 23 November 2018 tersebut dimaksudkan agar semua pihak terkait dapat memberi kontribusi pemikiran dan masukan terbaik bagi upaya edukasi dan perlindungan konsumen.
“Peran pihak-pihak terkait dalam berbagi data dan informasi akan sangat berguna bagi kami dalam upaya mewujudkan industri fintech lending yang sehat dan bermanfaat bagi masyarakat luas,” tutur Sunu.
AFPI juga menyadari bahwa untuk menerapkan kode etik operasional memang banyak tantangannya, karena dalam proses operasional penagihan misalnya, akan melibatkan unsur manusia. Sebagai mahluk sosial dan emosional, manusia juga memiliki keterbatasan. Untuk itulah, secara rutin para pelaku Fintech terus memperbaiki proses operasional termasuk penagihannya.
AFPI kini memiliki 75 anggota perusahaan Fintech yang seluruhnya telah terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan.
“Kami hadir untuk menjaga agar industri Fintech ini dapat berperan positif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi secara riil melalui inklusi keuangan yang lebih menyeluruh, dan dalam praktiknya selalu menjunjung kode etik yang melindungi hak-hak konsumen,” tutup Sunu. (*)
Jakarta – Evelyn Halim, Direktur Utama Sarana Global Finance Indonesia (SG Finance), dinobatkan sebagai salah… Read More
Jakarta - Industri asuransi menghadapi tekanan berat sepanjang tahun 2024, termasuk penurunan penjualan kendaraan dan… Read More
Jakarta - Industri perbankan syariah diproyeksikan akan mencatat kinerja positif pada tahun 2025. Hal ini… Read More
Jakarta - Presiden Direktur Sompo Insurance, Eric Nemitz, menyoroti pentingnya penerapan asuransi wajib pihak ketiga… Read More
Senior Vice President Corporate Banking Group BCA Yayi Mustika P tengah memberikan sambutan disela acara… Read More
Jakarta - PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) mencatat sejumlah pencapaian strategis sepanjang 2024 melalui berbagai… Read More