Ekonomi dan Bisnis

Faisal Basri: Tak Perlu Holding Migas, Cukup PGN Ambil Alih Pertagas

Jakarta–Rencana Kementerian BUMN membentuk holding migas selain banyak menabrak aturan hukum ternyata tidak lazim dilakukan di dunia korporasi dan investasi.

Hal tersebut seperti diungkapkan mantan Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas, Faisal Basri, dalam risetnya, seperti dikutip di Jakarta, Jumat, 19 Agustus 2016.

Skema holding migas yang diajukan Kementerian BUMN kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi), bukanlah skema holding sesungguhnya, melainkan hanya sebatas aksi korporasi semata, yakni PT Pertamina (Persero) mengambil alih PT Perusahaan Gas Negara (Persero) atau PGN, dengan mekanisme inbreng saham.

“Cara inbreng dalam bentuk saham tidak lazim. Biasanya inbreng dalam bentuk aset, sumber daya manusia, dan uang tunai,” kata Faisal.

Dengan skema holding dari Kementerian BUMN ini, PGN tidak lagi berstatus sebagai BUMN melainkan swasta murni yang tunduk sepenuhnya pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Faisal mengatakan, alasan Kementerian BUMN  membentuk Holding Migas ini adalah agar terdapat sinergi usaha yang lebih baik antarperusahaan.

Setelah Pertamina mencaplok PGN, kemudian anak usaha Pertamina yang baru dibentuk pada 2007 yakni PT Pertagas yang memiliki bisnis yang sama dengan PGN, akan dilebur ke PGN.

“Mengapa tidak menempuh opsi awal saja, yaitu PGN mengambil alih Pertagas,” ujar Faisal.

Faisal mengungkapkan, rencana PGN mengambil alih Pertagas sebenarnya sudah dikaji lama. Hal ini berawal dari keprihatinan Presiden atas harga gas di dalam negeri yang relatif mahal, terutama gas untuk industri. Lantas Presiden memerintahkan agar Pertagas (anak usaha Pertamina) diambil alih oleh PGN.

Namun tiba-tiba Kementerian BUMN memunculkan skema induk BUMN energi yang tak lama kemudian berubah nama menjadi industri BUMN Migas (Holding Migas).

“Tapi, setelah Deputi Menteri BUMN yang membawahi BUMN (Edwin Hidayat) menjadi Wakil Komisaris Utama Pertamina pada 29 Maret 2016, roadmap yang pernah ia presentasikan pun tidak lagi jadi acuan, malah mengganti usulan dengan pembentukan holding migas,” ungkap Faisal.

Salah satu alasan utama dirinya menolak konsep holding migas dari Kementerian BUMN ini, yakni PGN merupakan perusahaan yang sehat dan tingkat eksternalitas (bermanfaat bagi masyarakat luas) dan efisiensi yang tinggi.

Faisal menambahkan, mengelola BUMN tidak semestinya harus dengan pendekatan korporasi. Ingat kehadiran BUMN mengemban misi khusus.

“Pendiri Republik ini dengan jernih mengamanatkan pembentukan PGN sebagaimana termaktub dalam PP Nomor 19 Tahun 1965. Misi setupa termaktub pula dalam PP Nomor 37 Tahun 1994 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (Perum) Gas Negara menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) atau PGN sebagai BUMN,” tutup Faisal. (*) Dwitya Putra

 

 

Editor: Paulus Yoga

Paulus Yoga

Recent Posts

Kredit Tumbuh Kuat-DPK Meningkat, Fungsi Intermediasi Bank Mandiri Solid di Akhir Tahun

Poin Penting Kredit Bank Mandiri naik 13,1% menjadi Rp1.452 triliun. DPK tumbuh 15,9% dengan aset… Read More

3 hours ago

Pasar Domestik Lesu, Emiten STRK Agresif Ekspansi ke Pasar Ekspor

Poin Penting STRK agresif ekspansi ke pasar ekspor di tengah lesunya pasar domestik. Capex Rp10… Read More

5 hours ago

Pelemahan IHSG Pekan Ini, Didorong 5 Saham Berikut

Poin Penting IHSG melemah 0,83% pada pekan 22–24 Desember 2025 ke level 8.537,91, seiring turunnya… Read More

6 hours ago

IHSG Pekan Ini Melemah 0,83 Persen, Kapitalisasi Pasar Jadi Rp15.603 Triliun

Poin Penting IHSG melemah 0,83% pada pekan 22–24 Desember 2025 dan ditutup di level 8.537,91.… Read More

7 hours ago

Lovina Beach Brewery (SRTK) dan Coco Bali Bawa Minuman Lokal Bali Ekspansi ke Pasar Global

Poin Penting STRK menggandeng Coco Bali Pte Ltd untuk memperkuat ekspansi global melalui peluncuran tiga… Read More

13 hours ago

Bandingkan UMP 2026: Jakarta vs Jawa, Selisihnya Mencolok

Poin Penting UMP 2026 telah ditetapkan di 38 provinsi berdasarkan PP Nomor 49 Tahun 2025,… Read More

13 hours ago