Moneter dan Fiskal

Empat Nama Calon Gubernur BI yang Beredar, Mana Yang Paling Kuat?

Jakarta – Masa Jabat Gubernur Bank Indonesia (BI) periode 2018 – 2023 akan segera berakhir pada bulan Mei mendatang. Sederet nama yang akan menjadi calon Gubernur BI pun mulai mencuat ke publik. Namun, menurut pengakuan dari Komisi XI DPR RI, pihaknya belum mengetahui nama-nama dari calon Gubernur BI tersebut, karena belum adanya Surat Presiden (surpres) dari Jokowi.

Sementara itu, Anggota Komisi XI DPR RI Eriko Sotarduga mengharapkan surpres dapat diterima DPR pada akhir Februari 2023, yang nantinya dalam waktu satu bulan setelah surpres diterima DPR akan segera menentukan Gubernur BI yang baru.

“Kami tentu tidak bisa segera membahasnya karena nanti kan ada reses. Reses kan mulai nanti tanggal 16 Maret 2023,” kata Eriko, di Gedung Parlemen kepada awak media belum lama ini.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK), calon Gubernur BI maksimum hanya tiga orang. Tiga nama yang bakal menjadi calon Gubernur BI pun sudah ramai diperbincangkan, bahkan nama-nama tersebut sudah tidak asing lagi baik dari eksternal maupun internal BI.

Seperti diketahui, nama Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan RI, Purbaya Yudhi Sadewa Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dan dari internal BI sendiri, yang sekarang menjadi Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti, santer dikabarkan akan maju menjadi calon Gubernur BI untuk menggantikan Perry Warjiyo.

Dari Komisi XI DPR RI pun membeberkan kriteria yang harus dimiliki Gubernur BI selanjutnya harus mendekati sempurna, karena di masa jabatnya nanti akan banyak menghadapi tantangan-tantangan baru. Setidaknya ada tiga, yaitu ancaman pelemahan ekonomi dunia, ancaman resesi, hingga inflasi yang begitu tinggi.

“Perang Ukraina, ketegangan di China dengan Taiwan, belum lagi pelemahan ekonomi dunia dengan adanya banyak dugaan untuk resesi. Kenaikan inflasi yang begitu tinggi yang harus direspon dengan perubahan suku bunga, bagaimana menyikapi hal seperti itu? Tentu yang menjadi Gubernur BI nanti jauh lebih berat,” ungkap Eriko.

Selain itu, bila dilihat dari kacamata pengamat, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, setidaknya calon Gubernur BI harus memiliki lima kriteria. Pertama, berani menolak melanjutkan burden sharing atau cetak uang dalam rangka menyelamatkan defisit APBN. Kedua, berani mencari opsi stabilitas kurs yang terpaku pada kebijakan konvensional yaitu naik turunkan suku bunga acuan.

Ketiga, memiliki integritas atau tidak punya masalah konflik kepentingan dan track record yang bersih. Keempat, punya komitmen mengarahkan kebijakan moneter yang pro mitigasi perubahan iklim. Kelima, paham dan mampu mengendalikan arah perkembangan teknologi termasuk soal rupiah digital dan cepatnya inovasi fintech payment.

Lebih lanjut, bila dilihat menurut pengalaman dari calon-calon nama diatas, Bhima mengungkapkan, nama Menkeu Sri Mulyani dari segi pengalaman sudah tidak perlu diragukan lagi. Sri Mulyani juga sudah sering melakukan koordinasi di internal Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang terdapat BI didalamnya.

Dilansir dari website Kementerian Keuangan RI, Wanita kelahiran Tanjung Karang, Lampung 26 Agustus 1962 ini, menyelesaikan pendidikan dan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi dari Universitas Indonesia pada tahun 1986. Melanjutkan pendidikannya di University of Illinois at Urbana Champaign, Amerika Serikat dan mendapatkan gelar Master of Science of Policy Economics pada 1990.Setelah itu ia mendapatkan gelar Ph.D. in Economics di tahun 1992.

Sederet karir pun telah ia icipi, secara singkat pada tahun 2002 Sri Mulyani terpilih menjadi Executive Director pada International Monetary Fund (IMF) mewakili 12 negara di Asia Tenggara (South East Asia/SEA Group), Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional pada tahun 2004.

Di tahun 2005, ia dilantik menjadi Menteri Keuangan RI. Kemudian 2008, ia menjabat Pelaksana Tugas Menteri Koordinator Bidang Perekonomian setelah Menko Perekonomian Dr. Boediono dilantik sebagai Gubernur Bank Indonesia. Kemudian pada 2010, Sri Mulyani Indrawati menjadi Direktur Pelaksana Bank Dunia, alhasil jabantannya sebagai Menteri keuangan ditinggalkan.

Selanjutnya, pada 2016, Beliau kembali dilantik oleh Presiden Joko Widodo menjadi Menteri Keuangan kembali dalam Kabinet Kerja dan tahun 2019 ia kembali terpilih untuk menjabat sebagai Menteri Keuangan pada periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo. Jabatan ini adalah jabatan Menteri Keuangan keempat kalinya bagi Sri Mulyani pada kabinet yang berbeda.

Tapi yang menjadi masalah kata Bhima, bila Sri Mulyani terpilih menjadi Gubernur BI, dirinya akan pro kepada burden sharing atau skema pembelian surat berharga negara (SBN) oleh BI di pasar primer alias cetak uang. Menjadi masalah serius karena menyangkut independensi Bank Sentral dan inflationary risk dari kebijakan moneter.

Kemudian jika dari internal BI, yaitu Destry Damayanti, saat ini dirinya menjabat sebagai Deputi Gubernur Senior BI periode 2019 – 2024. Wanita kelahiran Jakarta tahun 1963 ini, mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi diraih dari Universitas Indonesia dan memperoleh gelar Master of Science dari Field of Regional Science Cornell University, New York, USA. 

Destry mengawali karier sebagai Senior Economic Adviser Duta Besar Inggris untuk Indonesia pada tahun 2000-2003, peneliti dan pengajar di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia pada tahun 2005-2006, dan Kepala Ekonom Mandiri Sekuritas pada tahun 2005-2011. Kariernya berlanjut menjadi Kepala Ekonom Bank Mandiri pada tahun 2011-2015, Ketua Satuan Tugas Ekonomi Kementerian BUMN pada tahun 2014-2015 serta sebagai Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk periode 2015-2019.

Namun sayangnya, menurut Bhima, Destry belum memiliki pengalaman yang cukup panjang untuk memimpin Bank Sentral Indonesia ini.

Nama selanjutnya, yaitu Purbaya Yudhi Sadewa Ketua Dewan Komisioner LPS, dilansir dari website LPS, dia memperoleh gelar Sarjana dari jurusan Teknik Elektro di Institut Teknologi Bandung (ITB), dan memperoleh gelar Doktor  dibidang Ilmu Ekonomi dari Purdue University, Indiana, Amerika Serikat.

Sebelum menjadi Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), beliau menjabat sebagai Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi. Kemudian, ia juga pernah menempati posisi strategis di Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

Seperti diketahui, Perry Warjiyo yang saat ini menjabat sebagai Gubernur BI periode 2018 – 2023 akan habis masa jabatnya di Mei mendatang, tapi nama Perry pun muncul yang bisa menjadi petahan untuk menduduki kursi bos Bank Sentral Indonesia tersebut. 

Pria kelahiran Sukoharjo pada tahun 1959 ini, menempuh pendidikan di Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta pada tahun 1982, Perry melanjutkan pendidikan di Iowa State University hingga meraih gelar Master pada tahun 1989 dan meraih gelar Ph.D di tahun 1991.

Perry mengawali karirnya di BI sejak tahun 1984, khususnya di area riset ekonomi dan kebijakan moneter, isu-isu internasional, transformasi organisasi dan strategi kebijakan moneter, pendidikan dan riset kebanksentralan, pengelolaan devisa dan utang luar negeri, serta Biro Gubernur. 

Sebelum menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia, Perry menjabat sebagai Deputi Gubernur BI periode 2013-2018. Perry juga pernah menjabat sebagai Asisten Gubernur untuk kebijakan moneter, makroprudensial dan internasional. Jabatan tersebut diemban setelah menjadi Direktur Eksekutif Departemen Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia. 

Perry Warjiyo juga pernah menduduki posisi penting selama 2 tahun sebagai Direktur Eksekutif di International Monetary Fund (IMF), mewakili 13 negara anggota yang tergabung dalam South-East Asia Voting Group pada tahun 2007-2009. Sebelum pada akhirnya kembali ke Bank Indonesia pada tahun 2009. (*)

Editor: Rezkiana Nisaputra

Irawati

Recent Posts

Adu Laba Bank Digital per September 2024, Siapa Juaranya?

Jakarta - Sejumlah bank digital di Indonesia telah merilis laporan keuangan pada kuartal III 2024.… Read More

53 mins ago

Pajak Digital Sumbang Rp29,97 Triliun hingga Oktober 2024, Ini Rinciannya

Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat penermaan dari sektor usaha ekonomi digital hingga 31 Oktober 2024 mencapai… Read More

1 hour ago

Fungsi Intermediasi Bank Jasa Jakarta (Bank Saqu) Moncer di Triwulan III 2024

Jakarta - Kinerja fungsi intermediasi Bank Jasa Jakarta (Bank Saqu) menunjukkan hasil yang sangat baik… Read More

3 hours ago

Bertemu Sekjen PBB, Prabowo Tegaskan Komitmen RI Dukung Perdamaian Dunia

Jakarta - Presiden Prabowo Subianto menegaskan komitmen Indonesia untuk mendukung upaya PBB dalam mewujudkan perdamaian dan keadilan internasional. Termasuk… Read More

3 hours ago

OJK Catat Outstanding Paylater Perbankan Tembus Rp19,82 Triliun

Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat outstanding paylater atau Buy Now Pay Later (BNPL) di perbankan… Read More

3 hours ago

Perkuat Inklusi Asuransi, AAUI Targetkan Rekrut 500 Ribu Tenaga Pemasar di 2025

Jakarta - Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) menargetkan jumlah agen asuransi umum mencapai 500 ribu… Read More

3 hours ago