Jakarta – Emiten baja nasional PT Gunung Raja Paksi Tbk (GRP) mencatat kinerja sangat positif hingga triwulan III 2022. Untuk laba bersih, GRP meraih USD49 juta, atau naik 22% YoY. Begitu pula laba bruto USD73 juta, meningkat 3% YoY dan EBITDA sebesar USD103 juta (17% YoY).
“Kinerja menggembirakan ini tidak lepas dari upaya Perseroan untuk terus meningkatkan performa, yakni melalui penetrasi pasar ekspor. Hingga September 2022, nilai ekspor GRP mencapai USD45 juta atau meningkat 56% YoY dengan tujuan ekspor mencakup Amerika Serikat, Selandia Baru, Australia, Uni Emirat Arab, Malaysia, dan Singapura,” ujar Direktur GRP Roymond dikutip 15 Desember 2022.
Pada Maret 2022, perseroan mengekspor baja jenis structural beam untuk pembangunan gudang perusahaan industri mobil listrik di Amerika Serikat, yang juga disaksikan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita. Selain itu, Juli 2022 Perseroan juga mengekspor baja struktur dan plat ke Selandia Baru untuk konstruksi rumah sakit.
“Pada kesempatan kali ini, pelepasan ekspor dihadiri Menteri Perdagangan Bapak Zulkifli Hasan,” ucap Roymond
Menurutnya, GRP memiliki posisi keuangan yang sehat. Hal ini menunjukkan kapabilitas kuat perusahaan dalam memenuhi kewajiban. “Nilai pinjaman bersih triwulan ketiga 2022, misalnya, masih di bawah nilai EBITDA yaitu sebesar 0.92x,” jelasnya.
Kinerja operasional GRP juga menunjukkan performa positif. Hingga September 2022, penjualan bersih GRP USD723 juta atau meningkat 44% YoY, dari tahun lalu yaitu USD502 juta. “Segmen baja lembaran memiliki kontribusi 69%. Peningkatan ini ditunjang produksi baja berkualitas tinggi yang juga meningkat 36% YoY,” imbuh Roymond.
Kinerja positif keuangan dan operasional tersebut, dibarengi komitmen perusahaan terhadap penerapan Environmental, Social & Governance (ESG). Salah satu langkah strategis, dengan meluncurkan Buku Panduan Strategi ESG perusahaan. Melalui buku tersebut, GRP menjadi perusahaan baja terdepan di Asia Tenggara yang fokus pada ESG pada setiap lini bisnisnya.
Menurut Direktur Utama GRP Abednedju Giovano Warani Sangkaeng, buku panduan bertujuan menjelaskan strategi perseroan dalam membantu mengatasi permasalahan perubahan iklim dan isu-isu sosial. Antara lain, kesetaraan dan hak asasi manusia. Selain itu, juga sejalan dengan visi industri menuju keberlanjutan dan mendukung Pemerintah Indonesia dalam mewujudkan Net Zero Emission (NZE) pada 2060.
”Buku panduan ini menguraikan langkah-langkah kunci yang akan diambil perusahaan guna menuju produksi baja berkelanjutan,” kata dia.
Sebagai tindak lanjut, GRP juga menandatangani berbagai nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) di antaranya dengan Fortescue Future Industries (FFI). “Penandatanganan MoU berkaitan dengan studi mendalam terhadap kajian pemakaian energi bersih yang ramah lingkungan. Dalam hal ini, hidrogen hijau dan amonia hijau,” imbuhnya.
Komitmen GRP pada ESG, juga ditandai dengan transformasi pembuatan baja rendah karbon. Antara lain, melalui transformasi pembuatan baja hijau, peralihan penggunaan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan, penggunaan sumber energi hijau, dan peningkatan efisiensi sumber daya. “Berbagai langkah potensial juga dilakukan. Misalnya, berkolaborasi di proyek panel surya, yang akan menjadi kombinasi dari atap, floating dan ground mounted panel surya yang akan membantu dekarbonisasi,” ucapnya.
Menghadapi tantangan di 2023,GRP optimistis dpaat terus meningkatkan kinerjanya. Keyakinan tersebut didasarkan berbagai faktor pendukung, baik global maupun nasional.
Di tingkat global, antara lain pulihnya permintaan konsumsi baja global sebesar 1% menjadi 1,81 miliar ton. Selain itu, juga pertumbuhan industri otomotif 5,7% pada 2023. “Meski harus diakui, terdapat pula faktor penahan industri baja, seperti tingginya biaya energi, laju inflasi yang masih tinggi, dan pengetatan kebijakan moneter,” tambah Argo.
Sementara di tingkat nasional, berbagai faktor juga mendukung optimisme GRP. Di antaranya, konsumsi baja pada 2023 diperkirakan tumbuh 3,5% YoY. Pertumbuhan didorong proyek pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) yang diperkirakan membutuhkan 9,3 juta MT baja. “Kami optimistis dapat berkontribusi pada proyek IKN dalam hal pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan,” jelas Argo.
Menurut Argo, 78% konsumsi baja nasional pada 2023 diperkirakan berasal dari sektor konstruksi. Dan 85% dari permintaan konstruksi, diperkirakan berasal dari Jawa. Sementara, sektor otomotif yang menargetkan produksi 1 juta mobil juga berperan dalam mendorong permintaan baja. “Tahun depan, prospek industri manufaktur memang cukup menantang,” pungkasnya. (*)
Jakarta - Pada pembukaan perdagangan pagi ini pukul 9.00 WIB (8/11), Indeks Harga Saham Gabungan… Read More
Jakarta - MNC Sekuritas melihat pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) secara teknikal pada hari… Read More
Jakarta - Bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve atau The Fed kembali memangkas… Read More
Direktur Pemberdayaan dan Layanan UPZ CSR BAZNAS RI Eka Budhi Sulistyo (kanan) dan Seketaris Perusahaan… Read More
Direktur Utama PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) Hery Gunardi tengah membrikan sambutan saat Musyawarah… Read More
Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Haryanto T. Budiman memberikan sambutan saat peluncuran program… Read More