Jakarta Direktur Eksekutif CORE (Center of Reform on Economics) Indonesia Mohammad Faisal mengungkapkan ekonomi Indonesia relatif resilien pada tahun depan dengan prediksi pertumbuhan ekonomi nasional 4,5-5,0%.
“Sumber utama pendorong pertumbuhan berasal dari konsumsi rumah tangga dan investasi yang diperkirakan masih cukup kuat,” ujar Faisal dikutip 29 Desember 2022.
Hal itu disampaikan Faisal menanggapi optimisme Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto terkait kondisi ekonomi Indonesia tahun depan. Airlangga menjabarkan strategi untuk menjaga resiliensi dari ancaman resesi ekonomi dunia 2023.
Pemerintah akan menjaga pertumbuhan ekonomi berada di angka 4,7-5,3%, mendorong investasi, antisipasi inflasi global, pengetatan kebijakan moneter, menjaga surplus neraca perdagangan, serta menjaga daya beli masyarakat melalui penyaluran bantuan sosial (bansos).
Ketum Golkar itu juga mengungkapkan ada berbagai pelajaran berharga untuk menghadapi krisis kala pandemi. Utamanya soal koordinasi dan sinergi erat dari berbagai pihak. “Indonesia optimistis pertumbuhan ekonomi tetap tinggi, namun harus waspada dan antisipasi terhadap tantangan global,” terangnya.
Menurut Faisal, Konsumsi rumah tangga tahun depan diprediksi mampu melampaui level pra-pandemi. Prediksi itu didasarkan pada sejumlah faktor seperti relatif terkendalinya pandemi, tingkat inflasi lebih rendah, dan dorongan belanja politik jelang Pemilu 2024.
“CORE Indonesia memprediksi inflasi tahun depan berkisar antara 2-3%, di bawah inflasi tahun ini yang diperkirakan mencapai 5-6%,” tambahnya.
Pemerintah perlu memperhatikan Bansos seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Indonesia Pintar (KIP), dan Kartu Prakerja. Ada potensi penyaluran bansos dan subsidi pada 2023 akan mengulangi masalah yang terjadi pada tahun ini.
Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) masih belum optimal dengan ditemukannya data ganda dan data belum diperbaharui.
“Di tengah kondisi perekonomian ke depannya yang diprediksi akan bergejolak, diharapkan berbagai program ini dapat menjadi bantalan untuk banyak pihak yang terkena dampak dari ketidakstabilan perekonomian pada tahun 2023,” ujarnya.
Sementara itu, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda menekankan pemerintah seharusnya menyelesaikan soal data terlebih dahulu agar bisa meningkatkan koordinasi dan sinergi dari semua pihak, serta mengorkestrasi kebijakan ekonomi.
“Pertama ya data dulu. Sinkronisasi data dulu yang paling utama,” tegasnya.
Selain itu, pemerintah juga patut mencari pasar baru bagi industri dalam negeri yang berorientasi ekspor. Pasalnya, resesi global diakibatkan kenaikan inflasi beberapa negara tujuan ekspor tengah seperti Amerika dan Inggris, bahkan ada yang hiper-inflasi seperti Argentina dan Turki.
“Ini bisa diantisipasi sebenarnya. Pemerintah mencari pasar baru untuk industri berorientasi ekspor ini,” ungkapnya.
Untuk itu, Nailul menekankan pemerintah patut menjaga daya beli masyarakat agar konsumsi rumah tangga masih bisa menopang ekonomi nasional. Salah satunya adalah dengan mengendalikan inflasi, menjaga harga komoditas dalam negeri, dan penyaluran bansos.
“Dengan konsumsi rumah tangga yang masih bisa dijaga, sebenarnya membuka peluang bagi pemerintah untuk bisa menjaga pertumbuhan ekonomi di atas 5%,” pungkasnya. (*)
Jakarta – Sejumlah perusahaan modal ventura merespons rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen… Read More
Jakarta – PT Bank QNB Indonesia Tbk ("Bank"), anak usaha QNB Group, institusi finansial terbesar… Read More
Jakarta - PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) pada hari ini (18/11) telah melangsungkan Rapat… Read More
Dukung Akses Telekomunikasi danInformasi, IIF Salurkan Kredit SindikasiRp500 miliar. PT Indonesia Infrastructure Finance (IIF)bekerja sama… Read More
Jakarta - PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN) resmi menjual salah satu kepemilikan aset propertinya, yakni… Read More
Jakarta - Saham PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (kode saham: BBNI) menempati posisi penting… Read More