oleh Karnoto Mohamad
Program KUR merupakan kebijakan ekonomi politik pemerintah yang “memaksa” bank-bank dan perusahaan penjaminan untuk menyukseskannya.
USAHA mikro, kecil, dan menengah (UMKM) telah menjadi mesin penting perekonomian banyak negara. Makanya, banyak negara membuat kebijakan untuk mendorong sektor UMKM-nya, terutama saat ada krisis. Krisis keuangan yang mengetatkan kondisi likuiditas di pasar akan mengurangi kucuran kredit perbankan ke sektor riil, termasuk sektor UMKM. Padahal, masalah paling besar UMKM umumnya di permodalan. Karena lembaga keuangan menjalankan operasinya berdasarkan pertimbangan bisnis dan best practice yang berlaku, maka kebijakan ekonomi politik dari negara kerap dibutuhkan agar sektor UMKM terus berkembang dan mendapatkan dukungan permodalan.
Sebut saja di negara maju seperti Jepang. Ketika imbas krisis global 2008 mengetatkan likuiditas dan kucuran kredit ke UMKM menjadi seret, pemerintah Jepang mendirikan Japan Finance Corporation (JFC) pada 2009. Selain memberikan pinjaman langsung kepada UMKM, JFC menyerap risiko dari perusahaan penjaminan (credit guarantee corporation) yang menjamin kredit yang diberikan institusi keuangan kepada UMKM.
Di Indonesia pun demikian. Sebut saja Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang diluncurkan pemerintah sejak 2007 untuk menciptakan lapangan kerja dan penanggulangan kemiskinan melalui pemberdayaan sektor UMKM. Karena KUR diberikan kepada UMKM yang feasible tapi belum bankable, maka bank-bank yang menyalurkannya mendapatkan penjaminan kredit. Sebagai perusahaan badan usaha milik negara (BUMN) yang menjalankan kegiatan usaha penjaminan, Perum Jamkrindo pun mendapatkan tugas khusus dari Kementerian BUMN untuk menyukseskan program KUR. Pemerintah menargetkan penyaluran KUR pada 2016 mencapai Rp100 triliun atau lebih besar daripada target tahun ini yang sebesar Rp30 triliun.
Tentu, penjaminan tidak hanya ditujukan kepada program kredit dari pemerintah seperti KUR. Sebab, penyaluran kredit perbankan kepada UMKM yang bankable terus tumbuh. Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kredit UMKM bank umum mencapai Rp710,10 triliun atau 12,03% dari total kredit bank umum yang sebesar Rp5.899,82 triliun. Ke depan, porsi kredit UMKM dipastikan akan membesar karena Bank Indonesia (BI) sudah mewajibkan bank-bank umum untuk memenuhi porsi kredit UMKM-nya secara bertahap: sebesar 5% pada 2015, 10% pada 2016, 15% pada 2017, dan 20% pada 2018.
Program KUR merupakan kebijakan ekonomi politik pemerintah yang “memaksa” bank-bank dan perusahaan penjaminan untuk menyukseskannya. Begitu juga kewajiban bank umum untuk menyalurkan kredit kepada UMKM yang itu merupakan intervensi regulator untuk “memaksa” industri perbankan membela sektor UMKM. Ada yang tidak setuju intervensi di industri keuangan. Namun, intervensi untuk tujuan yang positif sah-sah saja. Dan, sangat menarik menggarisbawahi bagaimana kebijakan ekonomi politik di industri keuangan diarahkan untuk mendukung agenda-agenda penting pembangunan, seperti untuk meningkatkan ekonomi berbasis UMKM. Aspek lain yang penting mendapatkan perhatian ialah bagaimana agar bank-bank kemudian tidak mengalami kesulitan, baik dalam capital productivity maupun kualitas aset. (*)
Penulis adalah Wakil Pemimpin Redaksi Majalah Infobank.
Jakarta - PT PLN (Persero) meluncurkan program Gerakan Tertib Arsip (GEMAR) dan aplikasi New E-Arsip… Read More
Jakarta - Demi meningkatkan kinerja keselamatan dan integritas aset, Pertamina Subholding Upstream Regional Jawa dan PT Badak… Read More
Jakarta - Penyelenggara inovasi teknologi sektor keuangan (ITSK) harus melewati regulatory sandbox milik Otoritas Jasa… Read More
Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut bersedia mendukung target pertumbuhan ekonomi 8 persen Presiden… Read More
Jakarta - Saat ini, secara rata-rata masa tunggu untuk melaksanakan ibadah haji di Indonesia bisa… Read More
Labuan Bajo - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan bahwa, akan menerbitkan Peraturan OJK (POJK) terbaru… Read More