News Update

Ekonomi Lesu, Masyarakat Makan Tabungan dan Pinjam Paylater

Jakarta – Di ujung pemerintahan Joko Widodo (Jokowi), banyak indikator yang menunjukkan ekonomi melemah. Mulai dari korban pemutusan hubungan kerja (PHK) yang mencapai 54 ribu pada sembilan bulan pertama 2024 hingga purchasing manufacturing index (PMI) per September yang masih 49,2, turunnya kelas menengah, dan anjloknya saldo rata-rata kelompok rekening dengan saldo di bawah Rp100 juta yang hanya Rp1,5 juta, pada 2019 rata-rata Rp3 juta.

Indikator juga diperlihatkan dari pergerakan kredit perbankan, seperti terungkap dari data Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Ketika kredit usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) tumbuh melambat hanya 4,42 persen (yoy) per Agustus 2024 dan non performing loan (NPL yang naik menjadi 4,05 persen, penyaluran kredit paylater justru terbang. Karena pertumbuhannya yang melambat beberapa tahun terakhir, porsi kredit UMKM pun menyusut menjadi 19,64 persen, padahal pada 2021 porsinya mencapai 21,17 persen dari total kredit perbankan.

Baca juga: Dua Cara Ini Diklaim Mampu Naikkan Populasi Kelas Menengah

Di sisi lain, jumlah rekening paylater terus meningkat menjadi 18,95 juta dan penyaluran kredit paylater di perbankan meroket 40,68 persen secara year on year menjadi Rp18,38 triliun pada Agustus-2024. Per Juli, pertumbuhan mencapai 33,66 persen.

Artinya, ada indikator bahwa banyak masyarakat sudah mulai makan tabungan alias mantap, dan menarik pinjaman paylater untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya.

Namun, kendati secara month to month industri kredit perbankan pada Agustus terkontraksi 0,09 persen, tapi secara year on year masih tumbuh 11,40 persen, terutama ditopang oleh kredit korporasi.

Menurut Dian Ediana Rae, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, mengatakan bahwa menurunnya kelas menengah dan pengurangan tenaga kerja bukan hanya terjadi di Indonesia tapi juga negara-negara lain.

Baca juga: Kisi-kisi OJK akan Kondisi Perbankan Pasca Pemangkasan BI Rate

“Sedangan pembiayaan korporasi ada shifting ke pola industri, tidak lagi ke labour intensive, jadi mungkin karena penggunaan teknologi yang menggantikan tenaga kerja,” ujar Dian menjawab pertanyaan Infobank dalam focus group discussion di Jakarta, 8 Oktober 2024.

Sedangkan penurunan kredit valas yang menurun 5,78 persen disebabkan oleh meningkatnya nilai tukar USD sejak awal tahun.

“Tantangan sektor perbankan 2024 salah satunya adalah isu global, yang disebabkan potensi resesi di US dan Eropa, serta tensi geopolitik, tapi trend suku bunga sudah mulai menunjukkan penurunan,” tambah Dian. (*) KM

Galih Pratama

Recent Posts

Milenial Merapat! Begini Cara Mudah Memiliki Rumah Tanpa Beban Pajak

Jakarta - Pemerintah telah menyediakan berbagai program untuk mendorong industri perumahan, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah… Read More

6 hours ago

Indonesia Dorong Komitmen Pendanaan Iklim yang Lebih Adil di COP29

Jakarta – Indonesia dan negara berkembang lainnya menuntut komitmen lebih jelas terhadap negara maju terkait… Read More

7 hours ago

Kapal Milik PHE OSES Selamatkan 4 Nelayan yang Terombang-Ambing di Laut Lampung Timur

Jakarta – Kapal Anchor Handling Tug and Supply (AHTS) Harrier milik Pertamina Hulu Energi Offshore South East Sumatera (PHE… Read More

7 hours ago

Bos Bangkok Bank Ungkap Alasan di Balik Akuisisi Permata Bank

Bangkok – Indonesia dianggap sebagai pasar yang menarik bagi banyak investor, khususnya di kawasan Asia… Read More

8 hours ago

Dukung Program 3 Juta Rumah, BI Siapkan Dua Kebijakan Ini

Jakarta - Bank Indonesia (BI) mendukung program pembangunan 3 juta rumah Presiden Prabowo Subianto yang… Read More

9 hours ago

Koperasi Konsumen Bank Nagari jadi Role Model Holdingisasi Koperasi

Padang - Wakil Menteri Koperasi (Wamenkop) Ferry Juliantono mengapresiasi kinerja Koperasi Konsumen Keluarga Besar (KSUKB)… Read More

9 hours ago