Jakarta – Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) menyatakan, kinerja ekonomi Inggris akan menjadi yang terburuk di antara perekonomian negara maju lainnya, dikarenakan tingginya biaya hidup yang menghantui kehidupan rumah tangga di sana.
IMF mengatakan bahwa ekonomi Inggris akan terkontraksi 0,6% di 2023, ketimbang mengalami pertumbuhan seperti yang diprediksi sebelumnya. Sementara dari pihak pemerintah mengatakan bahwa ekonomi Inggris telah menggungguli banyak prediksi di tahun lalu, seperti yang disampaikan oleh Kanselir Jeremy Hunt, dikutip dari BBC, Selasa, 31 Januari 2023.
Pada laporan World Economic Outlook terbarunya, IMF menerangkan, PDB Inggris akan turun jauh ketimbang tumbuh 0,3% di tahun ini. Lebih parahnya lagi, laporan itu juga mengungkapkan, Inggris akan menjadi satu-satunya negara di antara negara maju dan berkembang yang mengalami penurunan PDB sepanjang tahun.
Lebih lanjut, IMF menjelaskan, proyeksi perekonomian Inggris itu adalah cerminan dari kondisi keuangan dan mahalnya harga energi di sana, yang menciptakan lonjakan inflasi. Padahal, Kepala Ekonom IMF, Pierre-Olivier Gourinchas, menyampaikan sebelumnya bahwa ekonomi Inggris mengalami pertumbuhan yang cukup kuat di tahun 2022, yakni sebesar 4,1%.
“Itu adalah salah satu pertumbuhan ekonomi terkuat di Eropa. Namun, di satu sisi juga benar bahwa kita memproyeksikan perlambatan di 2023, dengan kinerja ekonomi yang bahkan bisa berbalik negatif,” ujar Gourinchas, seperti dikutip dari BBC.
“Kita mengahadapi tantangan yang sangat nyata di Inggris, yang disebabkan oleh tingginya harga energi serta ketergantungan yang besar terhadap gas alam cair,” tambahnya.
Dengan melonjaknya harga energi tersebut, bank sentral Inggris kemudian mengambil kebijakan pengetatan moneter yang memengaruhi sektor mortgage, mengingat industri perumahan sangat dipengaruhi sekali oleh tingkat suku bunga.
“Sehingga banyak pemilik rumah yang lalu melihat peningkatan biaya dalam pembayaran mortgage mereka,” katanya.
Ia juga mengatakan, pelemahan ekonomi Inggris di tahun ini juga disebabkan oleh masih rendahnya tingkat tenaga kerja yang terserap. Bahkan, level tenaga kerja yang terserap masih berada di bawah level pra-pandemi.
Di satu sisi, Gourinchas mengutarakan, pemerintah Inggris terlihat hati-hati dalam menavigasi perekonomian Inggris di tengah beragam tantangan yang ada. Menurutnya, rencana yang telah ditetapkan oleh Kementerian Keuangan Inggris untuk menghadapi rintangan ekonomi sudah berada pada jalur yang benar.
IMF juga memproyeksikan ekonomi Inggris akan tumbuh ke level 0,9% di 2024, naik dari proyeksi sebelumnya yang sebesar 0,6%. (*) Steven Widjaja
Jakarta – PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau Harita Nickel pada hari ini (22/11)… Read More
Jakarta - Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal III 2024 mencatatkan surplus sebesar USD5,9 miliar, di… Read More
Head of Institutional Banking Group PT Bank DBS Indonesia Kunardy Lie memberikan sambutan saat acara… Read More
Pengunjung melintas didepan layar yang ada dalam ajang gelaran Garuda Indonesia Travel Festival (GATF) 2024… Read More
Jakarta - PT Eastspring Investments Indonesia atau Eastspring Indonesia sebagai manajer investasi penerbit reksa dana… Read More
Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat perubahan tren transaksi pembayaran pada Oktober 2024. Penggunaan kartu ATM/Debit menyusut sebesar 11,4… Read More