Jakarta – Pelemahan ekonomi China pasca pandemi Covid-19 belum menunjukkan tanda-tanda pemulihan. Sejak dibukanya lockdown di China pada awal tahun, banyak negara termasuk Indonesia sebagai mitra dagang mengharapkan perekonomian Negeri Tirai Bambu ini segera pulih untuk mendorong pertumbuhan global.
Namun, apa yang diharapkan tidak sesuai, justru kondisinya malah berkebalikan. Ekonomi China hingga saat ini masih lesu. Tercermin dari pelemahan mata uang China (CNY) mengalami depresiasi sepanjang tahun ini.
Selain itu, Indeks Purchasing Manager (PMI) manufaktur China pada Juni 2023 menjadi 50,5, melemah dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 50,9.
Baca juga: Ada Tiga Faktor yang Mampu Menunda Resesi Global, Apa Saja?
Ekonom BankPermata, Josua Pardede menilai perlambatan ekonomi China memang berpotensi berdampak negatif bagi perekonomian Indonesia. Keterkaitan ekonomi antara Indonesia dengan China cukup kuat.
Menurutnya estimasi sensitivitas pertumbuhan ekonomi China terhadap perekonomian Indonesia sebesar 0,39%, yang berarti perlambatan ekonomi China sebesar 1% berpotensi memperlambat ekonomi Indonesia sebesar 0,39%. Ini merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan mitra dagang lainnya, sebagai contoh Amerika Serikat.
“Tentu, perlambatan ekonomi China ini akan memengaruhi ekonomi Indonesia melalui kinerja perdagangan, mengingat China merupakan tujuan terbesar ekspor Indonesia saat ini,” ungkap Josua saat dihubungi Infobanknews, Rabu 12 Juli 2023.
Selain itu, diperkirakan perlambatan ekonomi China juga akan menekan harga komoditas global, dan ini juga mempengaruhi ekonomi Indonesia yang masih cukup banyak mengandalkan komoditas, terutama batu bara dan CPO. Daerah-daerah penghasil komoditas kami perkirakan akan terdampak seperti di beberapa wilayah di Sumatera dan Kalimantan.
“Dalam menghadapi perlambatan ekonomi China, kami melihat pemerintah dapat melakukan beberapa upaya. Sebagai contoh, mengarahkan ekspor ke negara-negara non tradisional yang tidak mengalami perlambatan ataupun mengarahkan ke pasar domestik yang masih berpeluang untuk tumbuh,” jelasnya.
Baca juga: Pertemuan AS-China di Tengah Pemulihan Bilateral, Bahas Apa?
Kepala Ekonom BCA David Sumual mengatakan, pelemahan ekonomi China terhadap negara mitra dagang khususnya di Indonesia seharusnya tidak akan terlalu berdampak signifikan.
“Dampaknya seharusnya tidak terlalu signifikan. Dikarenakan porsi neraca dagang dalam ekonomi tidak signifikan,” ujar David.
Sementara itu, lanjut David, saat ini Indonesia hanya bisa mengandalkan pada konsumsi domestik untuk perekonomian negara, di tengah masih melemahnya ekonomi China maupun global.
“Sementara ini, RI berharap bisa lebih mengandalkan konsumsi domestik, belanja pemerintah dan Foreign Direct Investment (FDI) di kala kondisi global, termasuk China masih lemah,” pungkasnya. (*)
Editor: Galih Pratama
Jakarta - PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) resmi membuka penjualan tiket kereta cepat Whoosh… Read More
Jakarta - PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) terus berkomitmen mendukung pengembangan sektor pariwisata berkelanjutan… Read More
Tangerang - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag) meluncurkan program… Read More
Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat bahwa data perdagangan saham selama periode 16-20… Read More
Jakarta – Bank Indonesia (BI) mencatat di minggu ketiga Desember 2024, aliran modal asing keluar… Read More
Jakarta - PT Asuransi BRI Life meyakini bisnis asuransi jiwa akan tetap tumbuh positif pada… Read More