Categories: Ekonomi dan Bisnis

Ekonomi 2016 Diprediksi INDEF Tumbuh Tak Lebih Dari 5%

Jakarta–Pemerintah melalui Kementerian Keuangan menargetkan pertumbuhan ekonomi 2016 sebesar 5,3%. Sementara Bank Indonesia (BI) lebih optimis yang menargetkan sebesar 5,6%. Padahal, perekonomian global masih perlu diwaspadai, namun pemerintah dan BI optimis ekonomi bakal tumbuh di atas 5%.

Sedangkan dari kacamata Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), memperkirakan pertumbuhan ekonomi 2016 tidak akan berada di atas 5%, yakni hanya dikisaran 4,9-5%. Menurut Ekonom INDEF Aviliani, jika pertumbuhan terlalu tinggi, maka akan berisiko pada defisit transaksi berjalan.

“Karena gini kalau terlalu tinggi, maka current account defisitnya malah semakin besar. Karena selalu kalau pembangunannya yang tinggi, pertumbuhan yang tinggi itu biasanya diikuti dengan impor yang tinggi,” ujar Aviliani kepada Infobank di Jakarta, Rabu malam, 16 Desember 2015.

Lebih lanjut dirinya mengingatkan pemerintah, agar dapat memperhatikan perekonomian Tiongkok yang tengah melambat. Hal tersebut, tentu berdampak kepada ekspor komoditas utama Indonesia, dimana saat ini harga komoditas tengah mengalami penurunan.

“Kalau dari eksporkan gak mungkin, China sudah menurun pertumbuhan ekonominya. Yang kita punya hubungan langsungkan dengan China, kalau dengan yang lain-lain hubungannya keuangannya, jadi cenderung menurut saya setinggi-tingginya 5%,” tukas Aviliani.

Di tempat yang sama Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, harga komoditas yang belum menunjukkan perbaikan, tentu berdampak kepada ekspor dan perekonomian nasional. Terlebih, Tiongkok menjadi negara tujuan utama Indonesia untuk ekspor komoditas. Sehingga, jika perekonomian Tiongkok melambat, maka dampaknya akan sangat terasa kepada perekonomian nasional.

“Itu direct-nya langsung ke ekonomi China, plus harga komoditas yang kemungkinan yang tidak akan rebound, dua ini yang kemungkinan akan menghambat proyeksi pertumbuhan ekonomi kita tahun 2016, kita masih pasang 5,3%, tapi IMF menganggap sepertinya bisa lebih rendah dari 5,3%,” ucap Bambang. (*) Rezkiana Nisaputra

Paulus Yoga

Recent Posts

Harita Nickel Raup Pendapatan Rp20,38 Triliun di Kuartal III 2024, Ini Penopangnya

Jakarta – PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau Harita Nickel pada hari ini (22/11)… Read More

8 hours ago

NPI Kuartal III 2024 Surplus, Airlangga: Sinyal Stabilitas Ketahanan Eksternal Terjaga

Jakarta - Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal III 2024 mencatatkan surplus sebesar USD5,9 miliar, di… Read More

9 hours ago

Peluncuran Reksa Dana Indeks ESGQ45 IDX KEHATI

Head of Institutional Banking Group PT Bank DBS Indonesia Kunardy Lie memberikan sambutan saat acara… Read More

10 hours ago

Pacu Bisnis, Bank Mandiri Bidik Transaksi di Ajang GATF 2024

Pengunjung melintas didepan layar yang ada dalam ajang gelaran Garuda Indonesia Travel Festival (GATF) 2024… Read More

10 hours ago

Eastspring Investments Gandeng DBS Indonesia Terbitkan Reksa Dana Berbasis ESG

Jakarta - PT Eastspring Investments Indonesia atau Eastspring Indonesia sebagai manajer investasi penerbit reksa dana… Read More

12 hours ago

Transaksi Kartu ATM Makin Menyusut, Masyarakat Lebih Pilih QRIS

Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat perubahan tren transaksi pembayaran pada Oktober 2024. Penggunaan kartu ATM/Debit menyusut sebesar 11,4… Read More

12 hours ago