Jakarta – Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman mengungkapkan, pihaknya masih melihat ruang bagi Bank Indonesia (BI) untuk menaikan tingkat suku bunga acuannya di Kuartal I-2023. Sehingga, suku bunga yang saat ini berada pada level 5,5% belum mencapai puncaknya dan diperkirakan akan berada pada level 5,75% pada tahun 2023.
“Secara keseluruhan, sebagai langkah front-loaded, pre-emptive, dan forward-looking, kami memperkirakan BI-7DRR akan meningkat lebih lanjut menjadi 5,75% pada tahun 2023 karena inflasi tahunan diperkirakan akan tetap di atas kisaran target inflasi 2% – 4% pada semester I-2023,” ujar Faisal dikutip Jumat, 23 Desember 2022.
Lebih lanjut, Faisal menambahkan, karena tekanan masih ada dari sisi eksternal dan domestik, pihaknya meyakini BI akan terus meningkatkan suku bunga acuannya untuk memastikan stabilitas.
“Namun, dengan inflasi domestik yang terkendali dan sektor eksternal yang tetap terjaga, tercermin dari neraca perdagangan mencatat surplus selama lebih dari 30 bulan berturut-turut, yang mengarah pada surplus transaksi berjalan dalam neraca pembayaran. Diperkirakan Bank Indonesia akan memperlambat kenaikan suku bunga BI-7DRRR,” imbuhnya.
Dia pun merinci, dari sisi eksternal, semua Bank Sentral di dunia, termasuk The Fed, European Central Bank (ECB), dan Bank of England (BoE), telah memberikan sinyal bahwa kenaikan suku bunganya melambat, tetapi di tahun 2023 masih akan ditingkatkan meskipun tidak agresif.
“Ini menunjukkan bahwa inflasi global telah mencapai puncaknya tetapi masih sangat tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama dari yang diperkirakan sebelumnya. Sehingga, penurunan suku bunga kebijakan untuk mungkin mulai terjadi pada tahun 2024,” katanya.
Kondisi tersebut, lanjutnya, akan berdampak terhadap pasar keuangan Indonesia. Karena kebijakan moneter yang masih hawkish yang memicu kekhawatiran akan risiko resesi global tahun depan, memperpanjang ketidakpastian, dan memberikan rintangan bagi aliran modal masuk dan tekanan bagi mata uang di pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.
“Fundamental ekonomi Indonesia yang solid mungkin sedikit banyak meredupkan sentimen negatif, tetapi kehati-hatian memang tetap ada, terutama dalam jangka pendek,” paparnya.
Disamping itu, Faisal memperkirakan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (USD) akan berada di kisaran Rp15.200 per Dolar AS pada tahun 2023.
Kemudian dari sisi Domestik, pihaknya memperkirakan tingkat inflasi akan terus tinggi berada pada level 5% – 6% yoy, setidaknya hingga semester I-2023. Dikarenakan adanya dampak putaran kedua penyesuaian harga BBM (Bahan Bakar Minyak) terhadap barang dan jasa lainnya serta low base effect pada semester I-2022.
“Adanya dampak putaran kedua dari kenaikan harga BBM dan kow base effect pada semester I-2022, kami perkirakan inflasi akan melambat menuju 3,5% – 4% pada akhir tahun 2023,” pungkasnya. (*)
Editor: Rezkiana Nisaputra
Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada hari ini (19/12) kembali ditutup merah ke… Read More
Jakarta - Senior Ekonom INDEF Tauhid Ahmad menilai, perlambatan ekonomi dua negara adidaya, yakni Amerika… Read More
Jakarta – KB Bank menjalin kemitraan dengan PT Tripatra Engineers and Constructors (Tripatra) melalui program… Read More
Jakarta – Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada hari ini, Kamis, 19 Desember 2024, kembali… Read More
Jakarta - Per 1 Januari 2025, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mewajibkan seluruh perusahaan asuransi dan… Read More
Jakarta – Meski dikabarkan mengalami serangan ramsomware, PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) memastikan saat ini data… Read More