Moneter dan Fiskal

Ekonom Prediksi BI Rate Capai 5,75% di Akhir Tahun

Jakarta – Ekonom dan Associate Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Ryan Kiryanto, memproyeksikan Bank Indonesia (BI) masih akan menaikkan suku bunga acuannya atau BI7DRR sebesar 25 bps – 50 bps menjadi 5,5% – 5,75%.

Ryan mengatakan, kenaikan tersebut diambil agar laju inflasi lebih terkendali, sehingga bisa diarahkan ke target sasaran 3% di semester pertama 2023. Didukung kerja keras Tim Pengendali Inflasi Pangan (TPID), maka efektivitas kebijakan moneter menjadi lebih baik untuk menekan laju inflasi.

“Jika melihat laju inflasi bulanan dan tahunan yang under controlled (terkendali) meskipun masih di atas jangkar inflasi yang 3%, saya perkirakan pada RDG (Rapat Dewan Gubernur) BI masih akan menaikkan BI7DRR sebesar 25 bps – 50 bps menjadi 5,5% – 5,75%,” kata Ryan saat dihubungi Infobank, Rabu, 21 Desember 2022.

Selain itu, lanjutnya, kenaikan 25 bps – 50 bps juga untuk mengimbangi kenaikan Fed Fund Rate (FFR) yang naik sebesar 50 bps pada FOMC terakhir menjadi 4,25% – 4,5%, meskipun tidak seagresif sebelumnya yang kenaikannya minimal 75 bps. Maka, BI juga akan lebih longgar untuk menaikkan suku bunga acuannya.

Dengan kenaikan BI Rate sebesar 25 bps – 50 bps, maka spread antara BI Rate dengan FFR menjadi tidak terlalu jauh, yakni berkisar 125 bps – 150 bps. Sehingga, cukup bisa menahan pelemahan Rupiah terhadap Dolar AS.

“Saya sendiri condong BI menaikkan BI Rate kali ini sebesar 25 bps menjadi 5,5%, sehingga ke depannya BI masih punya ruang untuk mengantisipasi kenaikan FFR dari Januari sampai dengan Maret 2023 sebesar 75 bps menjadi 5% – 5,25% sebagai puncak tertingginya dan bertahan sepanjang 2023, untuk kemudian melandai mulai awal 2024,” tuturnya.

Kemudian, Bank Sentral masih memberikan kebijakan yang pro growth, karena kalau pun BI Rate naik 25 bps, tidak akan direspon oleh kenaikan bunga simpanan dan kredit secara agresif.

“Ini lantaran bank-bank juga tidak menghendaki debiturnya mengalami masalah kalau bunga kredit dinaikkan lagi karena beban menjadi bertambah, sehingga bisa mengganggu cashflow debitur yang pada akhirnya menekan kemampuan debitur memenuhi kewajibannya kepada bank dan berujung pada kenaikan NPL,” jelas Ryan.

Dengan demikian, menurutnya, bank-bank juga harus cermat mengelola likuiditas dan menjaga kualitas kreditnya. Langkah tersebut juga penting untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi berlanjut di 2023 nanti. (*)

Irawati

Recent Posts

KBank Perkuat Ekspansi Regional, Tegaskan Investasi pada Bank Maspion

Bangkok - Kasikorn Bank (KBank) semakin mengukuhkan posisinya di kawasan ASEAN dan sekitarnya dengan strategi… Read More

2 hours ago

Solo International Art Camp 2024, Seni yang Menghubungkan Dunia

Solo - Solo International Art Camp (SIAC) 2024 kembali lagi. Event yang digelar pada 17-24… Read More

2 hours ago

Kejahatan Siber Meningkat, Kenali Modus Penipuan Investasi Gaya Baru

Jakarta - Perkembangan teknologi digital yang pesat telah mendorong industri keuangan memperluas jaringan melalui aplikasi… Read More

10 hours ago

Riset NielsenIQ: 23 Persen Konsumen Berencana Tambah Utang untuk Penuhi Kebutuhan

Jakarta – Kenaikan harga pangan dan ancaman kemerosotan ekonomi menjadi faktor utama yang membebani pikiran… Read More

11 hours ago

Bank DKI Galang Kerja Sama BUMD di Ajang Porseni 2024

Jakarta - Bank DKI tidak hanya dikenal sebagai institusi keuangan, tetapi juga sebagai penggerak sinergi… Read More

11 hours ago

37 BUMN Ada di BEI, Segini Kontribusinya

Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat 37 perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN)… Read More

13 hours ago