Jakarta – Permata Institute for Economic Research (PIER) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mencapai 5,07 persen pada akhir 2024, atau lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi tahun 2023 sebesar 5,05 persen.
“Pertumbuhan ini akan ditopang oleh konsumsi rumah tangga,” ujar Chief Economist PermataBank, Joshua Pardede, secara virtual, Rabu, 7 Februari 2024.
Secara umum, lanjut Joshua, hingga akhir 2023 kinerja ekonomi Indonesia masih relatif baik. Ketahanan ekonomi domestik cukup kuat dan inflasi Indonesia tercatat rendah dibandingkan negara-negara lain.
Proyeksi International Monetary Fund (IMF) dan World Bank terhadap ekonomi Indonesia juga cenderung resiliens untuk tahun ini di sekitar 5 persen.
“Sehingga, pertumbuhan ekonomi RI tahun ini diperkirakan solid,” lanjutnya.
Baca juga: Pertumbuhan Ekonomi Mentok di 5 Persen, Sinyal RI Tak Bisa jadi Negara Maju?
Selain itu, Joshua menjelaskan ada beberapa catatan risiko yang akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia baik dari sisi global maupun domestik.
Di sisi global, pertama adalah pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang cenderung mengalami perlambatan, karena adanya krisis real estate dan properti di negeri tirai bambu saat ini.
“Perlambatan ekonomi Tiongkok, bukan hanya berdampak ke pertumbuhan global, tapi berdampak ke ekonomi Indonesia. Lebih dari 20 persen ekspor Indonesia itu ke Tiongkok, jadi perlambatan ini mempengaruhi harga komoditas global, batu bara, kelapa sawit, dan lainnya,” ujarnya.
Kedua, lanjut Joshua, kondisi higher for longer berkaitan dengan arah suku bunga The Fed yang bertahan tinggi diperkirakan sampai semester 1 tahun ini.
Ketiga, yakni kondisi geopolitik sebab perang Rusia-Ukraina, serta Israel-Hamas. Dampak dari kondisi geopolitik ini sudah mulai terlihat di mana pasar keuangan dunia cenderung menguat.
Sementara di sisi domestik, risiko pertama karena pemilihan umum atau pemilu yang akan berlangsung serentak di Indonesia pada 14 Februari 2024 mendatang.
Namun, dari pelaksanaan pemilu tahun ini, Joshua berharap dapat menimbulkan dampak positif, khususnya terhadap peningkatan belanja atau konsumsi rumah tangga.
Baca juga: Pertumbuhan Ekonomi RI Meleset dari Target, Ternyata Ini Biang Keroknya
“Di sisi lain, investasi swasta dari domestik maupun asing melambat, karena investor cenderung wait and see. Tetapi, dari tren pemilu tahun-tahun sebelumnya, kondisi (perlambatan investasi) ini akan membaik pasca pemilu,” ungkap Joshua.
Risiko domestik selanjutnya, merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), di mana inflasi pangan cenderung tinggi dipengaruhi oleh faktor El Nino.
“Dengan adanya risiko inflasi perlu ada perhatian pemerintah untuk mengupayakan stabilitas harga terjaga. Kuncinya menjaga daya beli masyarakat,” tutupnya. (*) Ayu Utami
Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat peningkatan biaya pendidikan yang signifikan setiap tahun, dengan… Read More
Jakarta - Koordinator Aliansi Masyarakat Tekstil Indonesia (AMTI) Agus Riyanto mengapresiasi langkah cepat Presiden Prabowo… Read More
Jakarta - Kandidat Presiden Amerika Serikat, Kamala Harris dan Donald Trump, saat ini tengah bersaing… Read More
Jakarta - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tengah menggodok Peraturan Pemerintah (PP) perihal hapus tagih… Read More
Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan rata-rata upah buruh di Indonesia per Agustus 2024… Read More
Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada hari ini (5/11) berakhir ditutup pada zona… Read More