Moneter dan Fiskal

Ekonom: Bunga Acuan BI Harusnya Naik Sejak Maret

Jakarta – Wacana Bank Indonesia (BI) yang akan mengetatkan kebijakan moneternya melalui jalur suku bunga acuan BI 7-day Reverse Repo Rate di bulan Mei 2018 ini terbilang terlambat. Seharusnya BI bisa mengetatkan kebijakan moneternya pada bulan Maret 2018 lalu sebagai respon kenaikan suku Bank Sentral AS (The Fed).

Pengetatan kebijakan moneter BI melalui suku bunga acuan yang akan diumumkan besok Kamis (17/5) oleh Dewan Gubernur BI, sebagai upaya Bank Sentral untuk menahan pelemahan rupiah yang semakin dalam. Namun demikian, langkah BI ini dinilai terlalu lambat, hal ini tercermin dari rupiah yang saat ini sudah di level Rp14.100 per dolar AS.

“Problemnya langkah BI memang terlambat untuk naikan bunga acuan setelah rupiah dan IHSG melorot. Seharusnya Maret lalu naikan 25 bps sebagai respon naiknya Fed rate untuk tekan keluarnya dana asing,” ujar Ekonom INDEF, Bhima Yudistira saat dihubungi Infobank di Jakarta, Rabu, 16 Mei 2018.

Baca juga: Bankir Berharap Suku Bunga Acuan Naik 25 Bps

Terlebih, kata dia, kenaikan bunga acuan BI yang akan diumumkan oleh Dewan Gubernur BI diprediksi tidak akan memberikan sentimen positif ke rupiah dan hanya berdampak kecil. Hal ini sejalan dengan pelaku pasar yang masih cemas terhadap adanya ancaman Bom oleh teroris, sehingga sentimen negatif masih akan membayangi laju rupiah.

“Ekspektasi pasar masih cemas soal rentetan aksi terorisme. Pagi ini kan ada serangan lagi di Riau. Ini jadi sentimen negatif  buat pasar bisa mengoffset ekspektasi kenaikan bunga acuan,” ucapnya.

Nilai tukar rupiah pada hari ini dibuka melemah 33 poin atau 0,24 persen ke level Rp14.070 per dolar AS. Pergerakan dolar AS semakin tak terbendung lagi yang sampai melewati level Rp14.100. Pada pukul 11.31 nilai tukar rupiah melemah 71 poin atau 0,51 persen ke level Rp14.108 per dolar AS.

Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang begitu dalam, dipicu oleh yield US treasury yang naik sebesar 7 bps menjadi 3,06 persen untuk tenor 10 tahun. Kenaikan yield US treasury didorong oleh defisit anggaran pemerintahan AS yang kemungkinan melebihi dari US$1 triliun di akhir 2019. (*)

Rezkiana Nisaputra

Recent Posts

Jasa Marga Catat 1,5 Juta Kendaraan Tinggalkan Jabotabek hingga H+1 Natal 2025

Poin Penting 1,56 juta kendaraan meninggalkan Jabotabek selama H-7 hingga H+1 Natal 2025, naik 16,21… Read More

9 hours ago

Daftar Lengkap UMP 2026 di 36 Provinsi, Siapa Paling Tinggi?

Poin Penting Sebanyak 36 dari 38 provinsi telah menetapkan UMP 2026, sesuai PP 49/2025 yang… Read More

14 hours ago

UMP 2026 Diprotes Buruh, Begini Tanggapan Menko Airlangga

Poin Penting Pemerintah memastikan formulasi UMP 2026 telah memasukkan indikator ekonomi seperti inflasi, indeks alfa,… Read More

15 hours ago

Aliran Modal Asing Rp3,98 Triliun Masuk ke Pasar Keuangan RI

Poin Penting Modal asing masuk Rp3,98 triliun pada 22–23 Desember 2025, dengan beli bersih di… Read More

16 hours ago

Harga Emas Antam, Galeri24, dan UBS Hari Ini Kompak Naik, Cek Rinciannya

Poin Penting Harga emas Galeri24, UBS, dan Antam kompak naik pada perdagangan Sabtu, 27 Desember… Read More

16 hours ago

Jasindo Ingatkan Pentingnya Proteksi Rumah dan Kendaraan Selama Libur Nataru

Poin Penting Menurut Asuransi Jasindo mobilitas tinggi memicu potensi kecelakaan dan kejahatan, sehingga perlindungan risiko… Read More

1 day ago