Perbankan

Efisiensi Bank Penting di Tengah Suku Bunga BI Yang Tinggi

Jakarta – Di tengah suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) yang tinggi, perbankan diminta dapat melalukam efisiensi. Hal ini bertujuan agar kenaikan suku bunga acuan yang tinggi tersebut tidak langsung ditransmisikan ke suku bunga kredit perbankan, yang nantinya akan berdampak pada pertumbuhan kredit.

Demikian pernyataan tersebut seperti disampaikan oleh Chief Economist BTN, Winang Budoyo dalam diskusi Infobanktalknews yang bertema “Daya Tahan Perbankan Makin Rentan di Era Suku Bunga Tinggi” di IPMI International Business School, Jakarta, Selasa, 28 Agustus 2018.

Menurutnya, dengan penghematan operasional, bank bisa memiliki ruang untuk meminimalisir dampak kenaikan dari suku bunga acuan BI ke suku bunga kredit. Asal tahu saja, hingga Agustus 2018, Bank Sentral sudah menaikkan suku bunganya sebanyak 125 basis points (bps) menjadi 5,50 persen.

“Jadi lebih bagaimana kiat-kiat yang harus dilakukan perbankan adalah dengan menjaga Net Interest Margin (NIM) dan Cost of Fund (COF). Memang menghadapi suku bunga yang terus meningkat, efisiensi menjadi suatu hal yang penting bagi bank,” ujarnya.

Kenaikan suku bunga acuan BI, tentu memberikan tekanan ke bisnis perbankan terutama dari sisi pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) dan kredit, pun rasio kredit bermasalah (NPL).

Adapun dari sisi DPK, pertumbuhannya baru mencapai 6,99 persen dalam setahunan per Juni 2018. Namun, kinerja perkreditan masih mampu tumbuh 11,1 persen dengan tingkat NPL 2,67 persen. Dari sisi permodalan, industri perbankan masih sangat kuat dengan rasio kecukupan modal (CAR) di level 21,97 persen.

Sementara itu, Direktur BTN, R. Mahelan Prabantarikso memandang industri perbankan harus mencari cara dan menyiapkan strategi dalam menjalankan bisnisnya. “Era suku bunga tinggi mendorong bank untuk meningkatkan efisiensi sekaligus governance agar tetap dapat mencetak keuntungan,” tuturnya.

Di tempat yang sama, Executive Director & CEO IPMI International Business School, Jimmy Gani menilai tingginya suku bunga kredit perbankan yang mencapai dua digit mendongkrak biaya produksi perusahaan sehingga akan menurunkan daya saing produk lokal di perdagangan international.

“Tingginya suku bunga kredit membuat biaya pendanaan usaha juga meningkat. Sementara, suku bunga kredit yang ada saat ini sudah relatif tinggi dibandingkan dengan negara-negara lainnya,” papar Jimmy. (*)

Rezkiana Nisaputra

Recent Posts

BPS Laporkan Impor Susu RI Naik 7,07 Persen per Oktober 2024

Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat volume impor susu Indonesia pada periode Januari-Oktober 2024 sebesar 257,30… Read More

1 hour ago

Laba BCA Digital Terbang 532,7 Persen per September 2024, Ini Pendorongnya

Jakarta - PT Bank Digital BCA (BCA Digital) berhasil mencatatkan kinerja keuangan impresif pada kuartal… Read More

2 hours ago

Kinerja Positif, Seabank Salurkan Kredit Rp50 Triliun Lebih per Kuartal III 2024

Jakarta - PT Bank Seabank Indonesia atau SeaBank kembali mencatat kinerja keuangan yang positif, ditandai… Read More

2 hours ago

Naik 16,54 Persen, Impor RI Oktober 2024 Tembus USD21,94 Miliar

Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan impor pada Oktober 2024 sebesar USD21,94 miliar atau naik 16,54… Read More

2 hours ago

Bank Banten Ungkap Rencana Take Over Kredit ASN di Kabupaten Lebak dan Kota Serang

Serang - PT Bank Pembangunan Daerah Banten Tbk (Bank Banten) berencana mengambil alih (take over)… Read More

2 hours ago

Ekspor RI Naik 10,69 Persen jadi USD24,41 Miliar di Oktober 2024

Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan ekspor pada Oktober 2024 mengalami peningkatan. Tercatat, nilai ekspor Oktober… Read More

2 hours ago