Perbankan

Efek Dana Pemerintah di Himbara Tak Bisa Instan Dorong Kredit, Ini Penjelasan Ekonom

Jakarta – Injeksi dana Rp200 triliun dari pemerintah ke himpunan bank milik negara (Himbara) menjadi faktor yang langsung mengerek likuiditas industri perbankan. Lonjakan Dana Pihak Ketiga (DPK) pun terjadi seketika, memberi ruang lebih besar bagi bank untuk menyalurkan kredit.

Namun, melimpahnya likuiditas tak menjamin percepatan kredit akan terjadi secara instan. Ada jeda waktu yang harus dilalui, dan di sinilah dinamika ekonomi memainkan peran kunci.

Chief Economist Permata Bank, Josua Pardede, menjelaskan bahwa lonjakan likuiditas merupakan dampak yang paling cepat terlihat dari kebijakan penempatan dana tersebut.

“Likuiditas perbankan langsung naik, pertumbuhan DPK langsung naik dari yang awalnya single digit menjadi double digit,” ujarnya saat ditemui usai acara 2026 Economic Outlook di Jakarta, Kamis (4/12).

Baca juga: Mirae Asset Optimistis Kredit Bank Tumbuh 11 Persen di 2026, Ini Pendorongnya

Menurut Josua, time lag antara peningkatan likuiditas dan pertumbuhan kredit sangat bergantung pada seberapa cepat pemerintah merealisasikan belanja dan mendorong investasi. Ia menekankan bahwa penyaluran kredit tidak mungkin bergerak tanpa adanya permintaan yang ikut meningkat.

“Kalau likuiditas meningkat tapi permintaan kreditnya belum tumbuh, tentu tidak akan terjadi pertumbuhan kredit,” jelasnya.

Dengan kata lain, percepatan kredit akan mengikuti ritme aktivitas ekonomi, bukan hanya suplai dana dari sisi perbankan.

Segmen UMKM dipandang akan menjadi penopang penting dalam fase pemulihan ini. Sepanjang tahun berjalan, kredit UMKM masih menunjukkan kinerja yang kurang memuaskan sehingga basis pertumbuhannya relatif rendah.

Situasi ini justru berpotensi menghasilkan akselerasi signifikan pada tahun depan, apalagi setelah regulator merilis POJK 45 yang memperkuat mandat pembiayaan UMKM bagi perbankan maupun Industri Keuangan Non Bank (IKNB).

Baca juga: Bos OJK Beberkan Alasan Terbitkan POJK UMKM dan POJK Bank Syariah di 2025

“Secara teknikal, tahun depan akan lebih positif bagi kredit UMKM,” tegas Josua.

Menurutnya, industri perbankan kini berada pada posisi yang lebih siap untuk menyalurkan kredit, namun tetap menunggu sinyal kuat dari arah pertumbuhan ekonomi.

“Kalau ekonomi pulih, ekonomi membaik, tentu dengan sendirinya perbankan itu akan melihat peluang-peluang bisnis dan prospek kredit,” imbuh Josua. (*) Alfi Salima Puteri

Galih Pratama

Recent Posts

Livin’ Fest 2025 Resmi Hadir di Bali, Bank Mandiri Dorong UMKM dan Industri Kreatif

Poin Penting Livin’ Fest 2025 resmi digelar di Denpasar pada 4-7 Desember 2025, menghadirkan 115… Read More

10 mins ago

Kesehatan Keuangan TUGU Lampaui Industri, Ini Buktinya!

Poin Penting RBC dan RKI TUGU melampaui industri, masing-masing di 360,9% dan 272,6%, menunjukkan kesehatan… Read More

2 hours ago

Pembiayaan Syariah 2026 Diproyeksi Melejit, Ekonom BSI Soroti “Alarm” NPF Mikro

Poin Penting Pembiayaan perbankan syariah diproyeksi tumbuh dua digit pada 2025–2026, masing-masing menjadi Rp709,6 triliun… Read More

2 hours ago

IHSG Kembali Dibuka Menghijau pada Posisi 8.663

Poin Penting IHSG dibuka menguat 0,27% ke level 8.663, dengan mayoritas saham berada di zona… Read More

2 hours ago

Emas Galeri24 dan UBS Kompak Turun, Antam Naik Tipis Jadi Segini per Gram

Poin Penting Harga emas Galeri24 dan UBS kompak turun Rp8.000 per gram, melanjutkan tren penurunan… Read More

2 hours ago

IHSG Diprediksi Bergerak Melemah Terbatas, 4 Saham Ini Direkomendasikan

Poin Penting IHSG diprediksi melemah terbatas pada 5 Desember 2025 untuk menguji area 8.567–8.586, dengan… Read More

3 hours ago