Jakarta – Komisi XI DPR-RI mengaku, peluang masing-masing tiga kandidat Calon Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) setara atau tidak ada yang mendominasi. Pasalnya, visi misi atau gagasan dan kebijakan yang dipaparkan ketiga Calon Deputi Gubernur BI tidak begitu menonjol.
“Tidak ada yang dominan, kita masih mengkaji gagasan-gagasannya,” ujar Wakil Ketua Komisi XI Prakosa usai melaksanakan fit and proper test Calon Deputi Gubernur BI, di Gedung Parlemen, Jakarta, Selasa, 27 Maret 2018.
Meski demikian, kata dia, gagasan yang disampaikan oleh ketiga calon tersebut cukup komprehensif dan mencakup seluruh tantangan yang dihadapi BI. Hal ini sejalan dengan ketiga kandidat yang merupakan bankir karir BI yang sudah berpuluh tahun berkecimpung di bidang ekonomi dan moneter.
“Secara teknokratis dan dari sisi profesional mereka cukup mumpuni,” ucapnya.
Dirinya mengatakan, Komisi XI akan mengadakan rapat internal pada malam ini (27/3) untuk menentukan mekanisme penentuan kandidat yang terpilih. Dia memperkirakan penentuan kandidat akan dilakukan melalui pemungutan suara pada Rabu malam, setelah uji kelayakan calon Gubernur BI Perry Warjiyo.
“Masing-masing anggota sudah memiliki pilihannya,” tambah dia.
Selama fit and proper test, sebagian besar anggota komisi bidang keuangan dan perbankan mempertanyakan mengenai sistem lalu lintas devisa, stabilitas nilai tukar rupiah, arah kebijakan moneter BI, kondisi utang luar negeri dan juga kebijakan Bank Sentral mengenai Usaha Mikro Kecil dan Menengah.
Baca juga: Independensi Gubernur BI Baru Akan Teruji di Tahun Politik
Anggota Komisi XI dari Fraksi PDI Perjuangan, Andreas Edy Susetyo, mempertanyakan kebijakan masing-masing kandidat untuk membenahi sistem lalu lintas devisa di Indonesia yang menurutnya terlalu terbuka. Andreas mempertanyakan terkait sistem devisa yang saat ini dinilai terlalu bebas dan membuat banyak devisa hasil ekspor disimpan di luar negeri.
Dirinya membandingkan, sistem devisa di Indonesia dengan Thailand. Di Thailand, devisa hasil ekspor banyak disimpan di negara setempat sehingga turut membantu pasokan valas saat terjadi gejolak ekonomi eksternal. Sedangkan di Indonesia, devisa hasil ekspor yang dikonversi ke rupiah dan disimpan di perbankan dalam negeri hanya 13 persen dari total 98 persen devisa dari nilai ekspor senilai US$148 miliar di 2017.
“Thailand bisa mengatur devisa hasil ekspornya untuk disimpan di dalam negeri. Mengapa Indonesia tidak bisa?,” tegasnya.
Sedangkan anggota Komisi XI DPR-RI Johnny G Plate juga mempertanyakan gagasan ketiga kandidat yang kerap terlalu berlebihan dan melenceng dari mandat BI sesuai Undang-Undang BI Nomor 6 Tahun 2009 yakni untuk menjaga stabilitas nilai tukar. Dirinya juga mempertanyakan akurasi data ekonomi terutama Utang Luar Negeri yang kerap diumumkan BI. (*)
Jakarta - Pada pembukaan perdagangan pagi ini pukul 9.00 WIB (24/12) Indeks Harga Saham Gabungan… Read More
Jakarta – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) diperkirakan masih berada di atas… Read More
Jakarta - Harga emas Antam atau bersertifikat PT Aneka Tambang hari ini, Rabu, 24 September… Read More
Jakarta – Pilarmas Investindo Sekuritas melihat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) secara teknikal hari ini (24/12)… Read More
Jakarta – Evelyn Halim, Direktur Utama Sarana Global Finance Indonesia (SG Finance), dinobatkan sebagai salah… Read More
Jakarta - Industri asuransi menghadapi tekanan berat sepanjang tahun 2024, termasuk penurunan penjualan kendaraan dan… Read More