Jakarta – Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen untuk barang mewah yang akan diterapkan pemerintah mulai Januari 2025 mendatang masih menjadi polemik.
Anggota Komisi VII DPR RI, Muhammad Hatta menyebut, kebijakan tersebut dapat menimbulkan efek domino yang signifikan, terutama bagi sektor UMKM, industri, dan pariwisata.
“Yang pertama harus dipahami, sektor industri dan UMKM saat ini tidak dalam kondisi baik-baik saja. Banyak perusahaan, seperti Sritex dan Pan Brothers, sudah berada di ambang kegagalan,” katanya, dinukil laman dpr.go.id, Selasa, 10 Desember 2024.
Ia menilai, pemerintah seharusnya perlu lebih bijak dalam mengambil keputusan terkait kenaikan PPN 12 persen. Hal ini mengingat sektor industri masih sangat bergantung pada UMKM sebagai pemasok utama.
Baca juga : Mitigasi PPN 12 Persen, Banggar Minta Pemerintah Terapkan Sejumlah Kebijakan Ini
Politisi Fraksi PAN tersebut juga mengkhawatirkan bahwa kenaikan pajak ini akan memperburuk beban UMKM dan industri yang sudah berat akibat kenaikan biaya produksi serta perlambatan daya beli masyarakat.
“Bukan berarti kita tidak setuju, tapi ini bukan waktu yang tepat. Timing-nya tidak sesuai karena saat ini daya beli masyarakat sedang melambat,” tambahnya.
Legislator Daerah Pemilihan Jawa Tengah V tersebut juga menyoroti risiko efek berantai yang dapat terjadi akibat kebijakan ini. Menurutnya, apabila industri dan UMKM semakin terbebani, dampaknya akan meluas ke sektor lain, termasuk pengurangan tenaga kerja dan bahkan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.
“Industri padat karya seperti tekstil perlu diwaspadai. Jangan sampai kebijakan ini memicu PHK besar-besaran,” tegasnya.
Baca juga : Industri Kreatif Bermunculan, DPR Minta Pemerintah Tunda Kenaikan PPN 12 Persen
Lebih lanjut, ia menyoroti potensi dampak negatif terhadap sektor properti. Kategori barang mewah yang dianggap ambigu, seperti perumahan tertentu, dinilai dapat memukul pengembang properti dan pekerja sektor konstruksi.
“Kalau developer terpuruk, tukang-tukang kehilangan pekerjaan, dan generasi muda yang ingin membeli rumah juga kesulitan. Kasihan mereka,” ungkapnya.
Hatta pun menekankan pentingnya kehati-hatian dalam menentukan strategi peningkatan pendapatan negara. Menurutnya, pemerintah perlu mempertimbangkan kebijakan yang tidak memberatkan masyarakat, terutama dalam menjaga stabilitas ekonomi dan ketimpangan sosial (gini ratio).
“Kita masih jauh tertinggal dibandingkan negara-negara maju. Kalau tidak hati-hati, kebijakan ini justru memperburuk kondisi ekonomi masyarakat,” ujarnya.
Sebagai solusi, Hatta mengusulkan agar beban kenaikan pajak difokuskan pada sektor yang sudah stabil dan memiliki pasar global yang kuat. Ia juga mengusulkan adanya stimulus atau afirmasi bagi sektor yang rentan untuk meringankan dampak kenaikan pajak.
“Diperlukan langkah-langkah strategis untuk memastikan kebijakan ini tidak merugikan sektor industri, UMKM, dan masyarakat luas,” pungkasnya. (*)
Editor: Galih Pratama
Jakarta – PT Bank JTrust Indonesia Tbk (J Trust Bank) mengungkapkan sejumlah rencana strategis dalam penguatan… Read More
Jakarta - Kehadiran layanan digital perbankan atau super apps telah mengubah lanskap industri keuangan. Kini, super… Read More
Jakarta - Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Ribka Haluk terus mendorong pemerintah daerah, terutama di… Read More
Jakarta - Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Indonesia Eximbank menyalurkan fasilitas kredit modal kerja ekspor… Read More
Jakarta - PT AirAsia Indonesia Tbk (CMPP), atau Indonesia AirAsia, menyiapkan 554 ribu kursi penerbangan… Read More
Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kembali mencabut izin usaha PT BPR Pakan Rabaa Solok… Read More