Anggota Komisi VI DPR RI Gde Sumarjaya Linggih dalam Rapat Kerja Komisi VI DPR RI dengan Menteri Perdagangan Budi Santoso di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (16/7/2025). (Foto : dpr)
Jakarta – Anggota Komisi VI DPR RI Gde Sumarjaya Linggih meminta pemerintah memprioritaskan kepentingan nasional sebagai prioritas utama untuk menyikapi dinamika perdagangan global.
Menurutnya, pemerintah perlu lebih cermat mengantisipasi dampak kebijakan dagang negara-negara besar, mulai dari tarif tinggi era Trump hingga perubahan lanskap akibat BRICS dan tren deglobalisasi yang makin nyata.
Terkait tarif ekspor produk Indonesia ke Amerika Serikat (AS), dirinya memuji capaian pemerintah yang berhasil menurunkan tarif ekspor produk Indonesia ke AS menjadi 19 persen pasca negosiasi dengan pemerintahan Donald Trump.
Langkah ini menjadi napas baru bagi para eksportir, terutama pelaku UMKM dan industri kerajinan Bali yang banyak bergantung pada pasar Amerika.
Baca juga : Bos BI Beberkan Dampak Positif dari Hasil Negosiasi Tarif Trump
“Ini prestasi. Tadinya teman-teman di Bali, terutama ASPH, sudah mulai deg-degan karena ekspor ke Amerika cukup besar, khususnya barang-barang seni. Hampir semua orang yang sudah sejahtera sedikit pasti mau punya barang seni, dan banyak asalnya dari Bali,” kata Demer, sapaan akrabnya, dinukil laman dpr.go.id, Kamis, 17 Juli 2025.
Meski begitu, legislator dari Bali ini mengingatkan agar pemerintah tidak berpuas diri. Menurutnya, tantangan tidak berhenti pada kebijakan AS semata.
Dengan munculnya blok-blok ekonomi baru seperti BRICS, serta intensnya tensi perang dagang antara AS dengan Cina dan Rusia, Gde mendorong agar hasil pertemuan Indonesia dengan BRICS maupun ASEAN segera diterjemahkan ke dalam kebijakan teknis di tingkat kementerian.
Baca juga : APINDO Dorong Negosiasi Lanjutan Tarif Trump, Target di Bawah 19 Persen
“Jangan sampai lawatan puluhan jam Pak Presiden ke luar negeri hanya berhenti jadi headline, tapi tidak terimplantasikan di kementerian. Kalau tidak, yang gagal bukan Pak Prabowo, tapi kita di bawah ini yang tak mengeksekusi,” tegasnya.
Menyoroti tren deglobalisasi yang semakin menguat, Gde menilai bahwa negara-negara maju kini makin agresif dalam memproteksi pasar domestik.
Mereka menerapkan kebijakan tarif dan nontarif, memprioritaskan industri dalam negeri, bahkan mempertimbangkan ulang keanggotaan mereka di organisasi multilateral seperti WTO.
Oleh karena itu, ia meminta Kementerian Perdagangan lebih serius dalam merumuskan kebijakan penghalang (barrier) untuk melindungi industri strategis nasional.
Ia menekankan pentingnya hambatan berupa pajak (tax barrier) maupun kuota impor yang jelas agar tidak sembarangan membuka keran impor.
Editor: Yulian Saputra
Poin Penting PT Phapros Tbk (PEHA) mencetak laba bersih Rp7,7 miliar per September 2025, berbalik… Read More
Poin Penting Unilever Indonesia membagikan dividen interim 2025 sebesar Rp3,30 triliun atau Rp87 per saham,… Read More
Poin Penting IFAC menekankan pentingnya kolaborasi regional untuk memperkuat profesi akuntansi di Asia Pasifik, termasuk… Read More
Poin Penting BAKN DPR RI mendorong peninjauan ulang aturan KUR, khususnya agar ASN golongan rendah… Read More
Poin Penting IHSG menguat ke 8.655,97 dan sempat mencetak ATH baru di level 8.689, didorong… Read More
Poin Penting Konsumsi rumah tangga menguat jelang akhir 2025, didorong kenaikan penjualan ritel dan IKK… Read More