Jakarta – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI) mengkritisi kewajiban importir untuk menanam bawang putih 5 persen dari alokasi impor sebagaimana ditegaskan dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 16 Tahun 2016. Kementerian Pertanian diminta untuk melakukan koordinasi lebih intensif dan melakukan kajian yang mendalam, terkait kebijakan itu.
Pasalnya, niat baik untuk meningkatkan produksi bisa menjadi sia-sia, jika tanpa disertai dengan kajian yang komprehensif dan melibatkan semua pemangku kepentingan. Koordinasi yang berjalan baik, sinkronisasi data yang mumpuni antar instansi, serta sosialisasi yang cukup tentang peraturan juga menjadi faktor yang harus diperhitungkan pemerintah.
“Kebijakan tidak bisa diambil secara dadakan. Tiap kebijakan harus ada sosialisasi dulu. Di suruh menanam, lahannya ada enggak? Cocok gak? Airnya ada gak? Yang mengolah ada apa gak? Selama itu ada itu bagus. Itu mendorong lebih swasembada. Tapi saya gak tau, kementerian sudah membuat kajian atau belum,” ujar Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Daniel Johan kepada wartawan di Jakarta, Rabu, 31 Januari 2018.
Senada, Anggota Komisi IV DPR-RI Firman Soebagyo menuturkan, komoditas bawang putih sudah lama mengalami defisit. Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 16 Tahun 2016 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) yang mewajibkan importir menanam, memang diniatkan agar Indonesia tidak terus-terusan menjadi sasaran pasar semata.
“Namun, bawang putih tidak bisa ditanama seperti bawang merah, kalau bawang merah menggunakan lahan yang sifatnya tidak spesifik. Bawang putih harus spesifik. Tentunya, harus juga dilakukan riset kira-kira lahan-lahan di mana saja yang memiliki suhu tertentu bisa di tanami bawang putih,” ucapnya.
Menurutnya, jika hal seperti ini terus dibiarkan, akan terjadi saling sandera antara pemerintah dengan importir dan pedagang bawang putih. Ujungnya akan terjadi kekosongan pasokan di pasar. “Kita masih butuh impor. Mau dari mana kalau tidak impor,” paparnya.
Sementara itu Anggota Komisi IV DPR-RI, Ono Surono menilai, hal yang wajar jika Kementerian Pertanian memproteksi petani di Indonesia terkait produk pertanian apapun, termasuk bawang putih. Ranah Kementerian Pertanian, menurutnya bagaimana meningkatkan produksi dan tidak melulu mengandalkan impor.
Namun, terkait dengan ancaman kelangkaan, kata dia, saat ini perlu koordinasi yang lebih mendalam antara Kementrian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Importir dan petani. “Ada hal-hal yang harus dipertegas agar kelangkaan bawang putih bisa teratasi, tetapi program kedaulatan pangan bisa berjalan,” jelasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, komoditas bawang putih tahun ini terancam kembali langka. Pasalnya, komoditas yang 95 persen pasokannya tergantung pada impor ini, perlahan berkurang pasokannya seiring dengan keengganan importir mengimpor dari negara produsen.
Berdasarkan data Kemendag, hingga 25 Januari 2018, belum ada izin impor bawang putih yang dikeluarkan untuk tahun ini. “Belum ada impor bawah putih untuk tahun 2018 ini. Saya belum ada menandatangani RIPH bawang putih,” tegas Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Oke Nurwan. (*)
Jakarta - Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court/ICC) resmi mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel, Benjamin… Read More
Jakarta - PT Mandiri Sekuritas memproyeksikan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) yang stabil pada kisaran… Read More
Jakarta – PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau Harita Nickel pada hari ini (22/11)… Read More
Jakarta - Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal III 2024 mencatatkan surplus sebesar USD5,9 miliar, di… Read More
Jakarta - Kapolda Sumbar Irjen. Pol. Suharyono menjelaskan kronologis polisi tembak polisi yang melibatkan bawahannya,… Read More
Jakarta – Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yuliot Tanjung mendukung langkah PLN… Read More