DPR Mesti Tinjau Ulang Anggaran OJK Rp6,06 Triliun

Jakarta – Komisi XI DPR sebaiknya memeriksa kembali anggaran yang diajukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebesar Rp6,06 triliun untuk tahun 2020. Sebab, di tengah menurunnya kualitas pengawasan ke industri, OJK dinilai tidak fokus untuk membenahi.

Pekan ini Komisi XI DPR dijadwalkan akan memberikan keputusan apakah Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) sebesar Rp6,06 triliun yang diajukan OJK untuk tahun 2020 akan disetujui atau ditolak.

“Sebaiknya diperiksa kembali, sebab pembagian anggarannya masih seperti birokrasi. Padahal, harus ada skala prioritas di tengah menurunnya kualitas pengawasan OJK ke industri,” ujar Piter Abdullah, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, kepada wartawan di Jakarta, Selasa, 3 Desember 2019.

Menurut Piter, OJK seharusnya mengelompokkan posting anggaran, baik jenis pengunaan maupun besarnya anggaran. Sehingga transparan anggaran sebesar itu akan digunakan untuk keperluan apa saja.

Hal ini mendesak di tengah sorotan menurunnya kualitas pengawasan yang seharusnya menjadi tugas pokok OJK saat dibentuk dulu. “Industri dan publik mesti tahu, misalnya seberapa besar anggaran untuk peningkatan kualitas SDM yang terkait pengawasan,” tegas Piter.

Menurut Piter, seharusnya anggaran OJK diprioritaskan untuk memperkuat pengawasan dan menambah tenaga pengawas, serta meningkatkan kapasitas pengawasan terintegrasi. “Anggaran OJK harus lebih berat untuk pengawasan dan bukan acara seremoni,” ujarnya.

Seperti diketahui, saat ini OJK tengah membangun gedung baru yang pembiayaannya mengambil angggaran dari iuran industri. Hal ini menjadi ironi di tengah kasus yang sedang menimpa Asuransi Bumiputera, Jiwasraya, dan Bank Muamalat akibat lemahnya fungsi pengawasan.

“Kita lihat sendiri pengawasan saat ini tak lebih baik daripada saat masih dipegang BI (Bank Indonesia). Makanya, teman-teman dari BI yang ada di OJK banyak yang balik ke BI karena melihat arah pengawasan justru menurun,” paparnya.

Piter mengakui, tantangan OJK memang berat karena harus menggabungkan tiga budaya kerja, yakni budaya kerja BI, Bapepam-LK, dan Departemen Keuangan. Hal ini disinyalir membuat kualitas pengawasan OJK menurun. (*)

Dwitya Putra

Recent Posts

Berpotensi Dipercepat, LPS Siap Jalankan Program Penjaminan Polis pada 2027

Poin Penting LPS membuka peluang percepatan implementasi Program Penjaminan Polis (PPP) dari mandat 2028 menjadi… Read More

7 hours ago

Program Penjaminan Polis Meningkatkan Kepercayaan Publik Terhadap Industri Asuransi

Berlakunya Program Penjaminan Polis (PPP) yang telah menjadi mandat ke LPS sesuai UU No. 4… Read More

8 hours ago

Promo Berlipat Cicilan Makin Hemat dari BAF di Serba Untung 12.12

Poin Penting BAF gelar program Serba Untung 12.12 dengan promo besar seperti diskon cicilan, cashback,… Read More

10 hours ago

BNI Dorong Literasi Keuangan dan UMKM Naik Kelas Lewat Partisipasi di NFHE 2025

Poin Penting BNI berpartisipasi dalam NFHE 2025 untuk memperkuat literasi keuangan dan mendorong kesehatan finansial… Read More

11 hours ago

wondr BrightUp Cup 2025 Digelar, BNI Perluas Dukungan bagi Ekosistem Olahraga Nasional

Poin Penting BNI menggelar wondr BrightUp Cup 2025 sebagai ajang sportainment yang menggabungkan ekshibisi olahraga… Read More

11 hours ago

JBS Perkasa dan REI Jalin Kerja Sama Dukung Program 3 Juta Rumah

Poin Penting JBS Perkasa dan REI resmi bekerja sama dalam penyediaan pintu baja Fortress untuk… Read More

14 hours ago