News Update

Dorong Kredit dan Likuiditas Bank, BI Keluarkan Kebijakan Baru

JakartaBank Indonesia (BI) menyempurnaan kebijakan moneter dan makroprudensial yang dituangkan dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.20/3/PBI/2018 tentang Giro Wajib Minimum (GWM) dan PBI No.20/4/PBI/2018 tentang Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) dan Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM ) bagi Bank Umum Konvensional (BUK), Bank Umum Syariah (BUS), dan Unit Usaha Syariah (UUS).

Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial BI, Filianingsih Hendarta menjelaskan, berbagai ketentuan tersebut merupakan kelanjutan dari rangkaian reformulasi kerangka operasional kebijakan moneter yang ditempuh BI sejak 2016 serta bagian dari upaya peningkatan efektifitas kebijakan makroprudensial.

Menurutnya, penyempurnaan GWM rata-rata ditujukan untuk semakin meningkatkan fleksibilitas pengelolaan likuiditas oleh perbankan, mendorong fungsi intermediasi perbankan, dan mendukung upaya pendalaman pasar keuangan. Sementara pengaturan RIM bertujuan untuk mendorong fungsi intermediasi perbankan kepada sektor riil sesuai dengan kapasitas dan target pertumbuhan ekonomi dengan tetap menjaga prinsip kehati-hatian.

“Sedangkan melalui pengaturan PLM diharapkan dapat mengatasi risiko likuiditas perbankan mengingat risiko likuiditas ini mampu mengamplifikasi  risiko lain menjadi risiko sistemik,” ujarnya di Gedung BI, Jakarta, Kamis, 5 April 2018.

Beberapa substansi penyempurnaan yang diatur dalam PBI GWM adalah, pertama, penambahan porsi GWM dalam rupiah rata-rata bagi BUK dari 1,5 persen menjadi 2 persen dari keseluruhan kewajiban pemenuhan GWM dalam rupiah bagi BUK sebesar 6,5 persen. Kedua, pemberlakuan GWM dalam valas rata-rata bagi BUK sebesar 2 persen dari keseluruhan kewajiban GWM dalam valas bagi BUK sebesar 8 persen.

Ketiga, pemberlakuan GWM dalam rupiah rata-rata bagi BUS dan UUS sebesar 2 persen dari keseluruhan kewajiban GWM dalam rupiah bagi BUS dan UUS sebesar 5 persen. Keempat, pemberian jasa giro bagi GWM dalam rupiah BUK menjadi 0 persen (penihilan jasa giro). Dan kelima, penyeragaman Calculation Period (masa penghitungan), Lag Period (masa penyiapan), dan Maintenance Period  (masa pemenuhan) masing- masing menjadi selama 2 (dua) minggu.

Kebijakan RIM dan PLM bagi bank konvensional telah dikenal sebelumnya melalui kebijakan GWM Loan to Funding Ratio (LFR) dan GWM Sekunder yang merupakan bagian dari kebijakan GWM.  Sedangkan bagi bank syariah, kebijakan RIM Syariah telah diterapkan dalam bentuk rasio pembiayaan terhadap dana pihak ketiga yang juga merupakan bagian dari kebijakan GWM.

Dalam ketentuan yang diterbitkan, ditetapkan RIM dengan target kisaran 80-92 persen baik untuk BUK maupun BUS dan UUS, dan memperluas komponen kredit/pembiayaan yang memasukkan Surat-Surat Berharga (SSB) yang dibeli oleh BUK, BUS, dan UUS, dan memperluas komponen simpanan dengan memasukkan SSB yang diterbitkan oleh BUS dan UUS.

Sementara pengaturan mengenai PLM merupakan penyempurnaan dari kebijakan sebelumnya yaitu GWM Sekunder yang dipenuhi dalam bentuk surat berharga dalam rupiah yang dapat digunakan dalam operasi moneter. PLM ditetapkan dengan besaran 4 persen dari DPK. Terdapat penyempurnaan dari GWM Sekunder dengan adanya fleksibilitas di dalam PLM, yaitu dalam kondisi tertentu, surat berharga dalam perhitungan PLM dapat digunakan dalam transaksi repo kepada BI dalam operasi pasar terbuka paling banyak sebesar 2 persen dari DPK.

PLM sendiri berlaku bagi BUK, dan bagi BUS berupa PLM Syariah. Bagi BUK yang memiliki UUS, maka perhitungan PLM akan memperhitungkan surat berharga dan DPK milik UUS. “Kedua instrumen makroprudensial tersebut bersifat countercyclical yang dapat disesuaikan sejalan dengan siklus ekonomi dan keuangan,” ucapnya.

Ketentuan pemenuhan kewajiban GWM dalam rupiah, RIM, dan PLM bagi BUK akan efektif berlaku sejak tanggal 16 Juli 2018. Sementara, ketentuan pemenuhan kewajiban GWM dalam valas bagi BUK, GWM dalam rupiah bagi BUS dan UUS, serta pemenuhan RIM Syariah bagi BUS dan UUS dan PLM Syariah bagi BUS akan berlaku sejak tanggal 1 Oktober 2018. (*)

Rezkiana Nisaputra

Recent Posts

HSBC Cetak Pertumbuhan Dana Kelolaan Nasabah Tajir Rp10 Triliun di Kuartal III 2024

Jakarta – PT Bank HSBC Indonesia (HSBC Indonesia) mencetak pertumbuhan dana kelolaan nasabah kaya (afluent) menembus… Read More

7 mins ago

Dampak Kemenangan Trump di Pilpres AS bagi Indonesia: Untung dan Ruginya

Jakarta – Ekonom Universitas Paramadina Samirin Wijayanto, menilai bahwa kemenangan Donald Trump dalam Pemilu AS 2024 membawa dampak… Read More

8 mins ago

OJK Sebut 4 Elemen Ini Jadi Kunci Regulasi Keamanan Siber

Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyoroti perkembangan digitalisasi yang semakin canggih, memudahkan, dan lebih… Read More

56 mins ago

Trump Menang Pilpres AS, BCA Cermati Dampaknya ke Pasar Keuangan

Jakarta – Direktur BCA Haryanto Budiman menilai kemenangan Donald Trump dalam Pemilu Amerika Serikat (AS) 2024 dapat… Read More

1 hour ago

IHSG Ditutup Ambles 1,90 Persen ke Level 7.243, 362 Saham Merah

Jakarta – Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada hari ini, 7 November 2024, ditutup ambles… Read More

2 hours ago

Dukung Digitalisasi Bisnis, Unifiber Luncurkan NOC Berskala Internasional

Jakarta - Unifiber, lini bisnis infrastruktur digital di bawah naungan PT Asianet Media Teknologi (Asianet),… Read More

3 hours ago