Moneter dan Fiskal

Dongkrak Rupiah, Pemerintah Akan Selektif Dalam Impor

Jakarra — Kebijakan Bank Indonesia untuk menaikan suku bunga acuan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI 7DRR) hingga 50 bps yang menjadi 5,25% guna menahan laju depresiasi Rupiah terlihat kurang efektif. Pasalnya empat hari pasca kenaikan tersebut rupiah masih saja tergerus pada level Rp14.400 per dollar.

Menanggapi hal tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku akan lebih selektif dalam sisi impor nasional serta menggenjot sektor pariwisata guna mendongkrak nilai tukar rupiah dan mengendalikan defisit transaksi berjalan.

“Kita akan terus melakukan kordinasi agar defisit transaksi berjalan semakin mengecil. Dengan mendukung ekspor, pariwisata dan berbagai kegiatan yang bisa menghasilkan devisa bagi negara. Dan pada saat yang sama kita mulai meneliti kebutuhan impor dan apakah kebutuhan itu akan benar benar yang dibutuhkan oleh perekonomian Indonesia,” jelas Sri Mulyani di Kompleks DPR RI, Selasa 3 Juli 2018.

Sri Mulyani menambahkan, Pemerintah akan lebih selektif dan meneliti setiap proyek Pemerintah yang membutuhkan bahan baku atau bahan modal dan apakah mereka betul strategis untuk menunjang perekonomian dalam negeri.

Tak hanya itu, pihaknya juga terus berkoordinasi kepada BI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), serta Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian guna menjaga prinsip kehati-hatian dalam kebijakan guna menstabilkan perekonomian.

“Apabila neraca current account itu menjadi salah satu sumber yang menjadikan sentimen negatif, kita perlu melakukan langkah untuk melakukan koreksi jangka pendek maupun jangka panjang nya termasuk meningkatkan ekspor yang bisa meningkatkan defisa dan mengurangi ketergantungan impor,” tambah Sri Mulyani.

Sebagai informasi, Bank Indonesia (BI) mengumumkan defisit transaksi berjalan di triwulan I 2018 mengalami penurunan. Defisit transaksi berjalan tercatat US$5,5 miliar atau 2,1 persen terhadap PDB, atau lebih rendah dari defisit pada triwulan sebelumnya yang mencapai US$6,0 miliar (2,3 persen dari PDB).

Namun demikian, defisit transaksi berjalan atau current account deficit Indonesia di triwulan I 2018 dibandingkan dengan triwulan I tahun lalu mengalami peningkatan. Pada triwulan I tahun sebelumnya, defisit transaksi berjalan tercatat sebesar US$2,4 miliar atau 1 persen dari PDB nasional.(*)

Suheriadi

Recent Posts

Jasindo Ingatkan Pentingnya Proteksi Rumah dan Kendaraan Selama Libur Nataru

Poin Penting Menurut Asuransi Jasindo mobilitas tinggi memicu potensi kecelakaan dan kejahatan, sehingga perlindungan risiko… Read More

18 hours ago

Presiden Prabowo Tegaskan Komitmen Selamatkan Kekayaan Negara

Poin Penting Pemerintah menyelamatkan lebih dari Rp6,6 triliun keuangan negara, sebagai langkah awal komitmen Presiden… Read More

18 hours ago

Bank Mandiri Berikan Relaksasi Kredit Nasabah Terdampak Bencana Sumatra

Poin Penting Bank Mandiri menerapkan perlakuan khusus kredit bagi debitur terdampak bencana di Aceh, Sumut,… Read More

19 hours ago

Kredit BNI November 2025 Tumbuh di Atas Rata-rata Industri

Poin Penting BNI menyalurkan kredit Rp822,59 triliun per November 2025, naik 11,23 persen yoy—melampaui pertumbuhan… Read More

20 hours ago

Cek Jadwal Operasional BSI Selama Libur Nataru 2025-2026

Poin Penting BSI menyiagakan 348 kantor cabang di seluruh Indonesia selama libur Natal 2025 dan… Read More

20 hours ago

Update Harga Emas Hari Ini: Galeri24 dan UBS Kompak Merosot, Antam Naik

Poin Penting Harga emas Pegadaian turun jelang libur Nataru 2025/2026, dengan emas Galeri24 turun Rp22.000… Read More

23 hours ago